Lamaran

3.6K 596 136
                                    

Gadis melirik penunjuk waktu berkarakter keropi yang menempel di dinding kamarnya. Lalu mendesah berat.

"Kenapa?" Tanya Andrea yang duduk di sampingnya. "Dari tadi lo ngelirik jam mulu kenapa? Gerogi?"

Gadis mengangguk dan Dian tertawa. Suara tawa gadis itu khas sekali. Dari suara tawanya saja bisa dikenali bahwa itu Dian. "Akhirnya lo ngerasain apa yang dulu pernah gue dan Andrea rasain. Alhamdulillah... ada pemuda yang nekat lamar lo juga akhirnya!"

Gadis memicing ke arah Dian, "maksudnya apa nekat? Lo kira Satria mau terjun bebas dari atas gedung, sampe lo bilang dia nekat?"

Andrea dan Dian saling tatap, lalu tertawa bersama. Gadis jadi kesal karena suara tawa intoleran mereka. "Gue sampe keluar keringat dingin gini. Tapi kalian malah asyik aja ketawa nggak jelas gitu."

"Ya karena kami bahagia, ya nggak An?"

Andrea mengangguk, dia setuju dengan apa yang Nyonya dokter itu katakan. Pasalnya udah sering mereka bersama Andara juga ngebahas soal siapa kira-kira jodoh Gadis, ternyata Kuasa Allah tak perlu diragukan lagi. Manusia memang benar diciptakan berpasangan. Gadis yang anti dekat dengan pria karena pernah mengalami hal buruk gara-gara pria di masa SMA-nya. Tak mereka sangka, jodoh yang Allah kasih ternyata ketua BEM yang populer di kampus mereka. Perihal jodoh memang seperti huruf alif lam mim, dalam surat Al Baqarah, bahwa hanya Allah yang tau.

"Dulu kalian gini juga?"

"Iya." Jawab dua sahabat Gadis yang menemani mereka di kamar. Sambil menanti Satria dan keluarganya datang melamar.

"Kompak banget!" Gadis menggerutu. Lalu melirik jam karakter keropi itu lagi."Bentar lagi!" Gadis berteriak frustasi.

"Waduh.. acak-acakan nanti kerudungnya. Jangan gitu!" Andrea memperingatkan Gadis yang mengusap kasar kepalanya yang sudah berbalut kerudung warna soft pink senada dengan warna gamisnya. "Perut gue rasanya mulas tau, An."

"Iya iya tau. Gue kan udah pernah."

"Gue batalin ajalah."

"Yakin? Ntar mewek kalo Kak Satria ngelamar cewek lain."

Wajah Gadis berubah sendu, "terus gimana dong? Geroginya gue apain ini? Satria ihhhh!"

"Kok keselnya sama Kak  Satria?" tanya Dian.

"Ya kan dia tersangkanya. Bikin gue nggak bisa tidur semalaman tau. Kenapa kenal dia sih? Tapi Gadis sayang. Sayang kalo dia sama yang lain."

Jangan salahkan Dian dan Andrea jika mereka kini tertawa. Namun berhenti seketika saat Farah masuk ke kamar itu.

"Udah datang tuh Satria-nya. Yuk turun."

"Yah.... Kok udah datang sih?" Gerutu Gadis. Yang mau tak mau dia harus berdiri.

Farah tak habis pikir pada putri semata wayangnya itu. "Semalam kan udah latihan sama Ayah, harusnya udah nggak gerogi dong. Ini kenapa mukanya pucat gini?"

Andrea yang menjawab, "geroginya bikin mulas Tant. Udah sih Dis, lo tinggal bilang iya kalo Kak Satria nanya mau  nggak jadi istrinya gitu.  Mudah kan? Coba latihan, bilang iya  gitu."

Farah Dan Dian tertawa geli karena Gadis menurut dan mengatakan iya. Farah lalu mendekap putrinya, "gerogi itu biasa, sayang. Kamu tinggal ikuti saja alurnya. Anggap saja ini seperti pertemuan kalian yang kayak biasanya. Anggap Satria ke sini cuma main, mau minta rendang misalnya."

Gadis tertawa mendengar pernyataan sang Bunda, dalam pikirannya sudah terbayang Satria datang bawa mangkok dan benar meminta rendang. Dasar pikiran Gadis!

Es Balok Unjuk Rasa ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang