99. Kepiluan Jiwa (1)

3.9K 374 18
                                    

Dwina mencoba gaun hamil yang berdesain sederhana, lembut, nyaman dan longgar milik mama. Ia sangat menyukainya padahal perut dia belum membesar. Ada beberapa macam warna dari gaun hamil tersebut yaitu peach, putih gading, biru muda dan dua warna lainnya hampir mirip cokelat susu dan moka. Ditepi gaun terdapat jahitan renda hingga menambah kesan anggun.

"Makasih banget ma, aku suka. Aku suka semuanya." Dwina antusias. Meski ini baju bekas mama tapi ia menganggap semuanya adalah barang baru. Mungkin karena mama merawat dan menyimpannya dengan baik. Dwina enggan mengganti pakaiannya, ia pun duduk di meja makan. 

"Mama sengaja simpan. Baju hamilnya masih pada bagus dan mama belinya juga lumayan mahal. Bahan yang mama pilih adem kan?" Ucap mama ikut duduk di samping Dwina di meja makan. Lalu mama dan Dwina menyantap semangkuk salad buah.

"Adem banget ma.. kayak berasa di kutup utara." Dwina bercanda langsung di pandang sewot oleh mama.

"Gimana kabar suami kamu? Untung aja tadi mama suruh dia pergi kerja. Kita kan nggak bisa ngomong leluasa."

"Ya begitulah ma. Biasa aja dan kita baik-baik aja." Dwina sedikit menahan senyum, ia memiliki masalah tersendiri namun sulit untuk di jelaskan pada mama. Takut terjadi kesalahpahaman. Beruntung mama mengganti topik pembicaraan.

"Oh ya, mumpung mama ingat nih, mama kasih tau kamu. Saat hamil hati-hati kalau bicara sesuatu, jaga sikap dan ucapan banyakan di rem. Kasihan anaknya di dalam perut bisa kena getahnya." Dwina pernah mendengar ini, puluhan kali mama mengulang ucapan yang sama. Jadi mustahil ia lupa.

"Pamali kalau orang bilang..." gumam mama. Seperti biasa Dwina akan menjadi pendengar baik dari nasihat para orang tua. Kadang banyak pelajaran hidup dalam berkeluarga tidak bisa di dapat di luar rumah atau dari orang lain. Semua kembali pada didikan orang tua.

"Terus kalau lagi hamil, misal kamu habis bangun tidur siang atau malam, perutnya suka di basuh sama air bersih biar anak di perut ikutan seger. Mama juga begitu. Anaknya bisa rileks," lanjut mama. Info kali ini Dwina baru mendengarnya.

"Ada baiknya hindari makan durian, nanas dan nangka. Kasihan di dalam perut makanan itu bikin panas. Bisa susah lahiran walaupun cuma makan sedikit." Banyak mitos mengatakan ketiga makanan itu memang kategori berbahaya bagi ibu hamil.

"Dan kalau bisa jangan deket deket sama orang yang lagi menstruasi... takut pendarahan. Hawa menstruasi suka menular, kalau ada beberapa perempuan tinggal satu rumah atau satu kamar. Pasti jadwal haidnya mendadak dempet." Dwina pernah membaca artikel tentang ini dan sewaktu dia sekolah di asrama kejadian ini benar kenyataan.

"Banyak beribadah sholat, ngaji, berdoa sama Allah biar anak di kandungan jadi anak soleh solehah, bisa menyenangkan hati kedua orang tua. Penurut, cerdas dan bakti pada orang tua. Nggak ada yang lebih membahagiakan memperoleh anak yang berbakti." Ujar mama sambil membelai kepal Dwina dengan lembut.

"Sebagai istri kamu memiliki tanggung jawab menjaga keluarga kamu sendiri. Mengeluh sesekali nggak papa. Tapi ada baiknya kamu diam apalagi ketika suami kamu marah atau ada masalah. Bicarakan setelah semua emosi mereda. Kalau merasa udah nggak ada jalan keluar ya berdoa. Kamu tau sempurnanya iman seseorang itu adalah ketika dia menjalani kehidupan pernikahan. Diuji cintanya, dibuat ragu, sering sekali hatinya digoyahkan, ada saja masalah datang silih berganti.

"Cinta suami istri akan dibentuk ditempa menjadi pecinta yang sesungguhnya. Cinta tanpa adab dan tidak bisa saling menghormati adalah cinta palsu. Maka perasaan cinta yang sesungguhnya yaitu dia menikmati segala macam ujian sampai dia lupa dan buta pada kekurangan dan kesalahan kekasihnya. Selalu saja ia bisa mencari celah untuk tetap bersyukur memuji kekasihnya."

Dwina hanya terdiam mendengar nasihat mama, dia baru memulai pernikahannya. Tahun pertama sebagai awal penentuan ke depan. Dwina selalu mengingatkan itu pada dirinya sendiri.

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang