20. Perasaan ini (8)

9.9K 911 15
                                    

Happy reading.. 🙂


Dia masih belum yakin akan pilihannya. Arya mengajaknya jalan berdua untuk makan siang dan tepat sekali ini adalah hari ulang tahunnya. Dwina berjalan cepat menuju pintu lobby utama karena Arya sudah menunggunya. Tangan Dwina mulai dingin menahan gugup luar biasa, apakah dia berpakaian pantas? Dwina sudah pusing selama satu jam mencari pakaian cocok dari lemarinya, lalu pilihan terjatuh pada paduan sweatshirt hitam dengan rok putih selutut bercorak garis serta snikers. Ia ingin memberi kesan lebih santai. Rambutnyapun di tata french braids ke sisi kiri.

Hp Dwina berdering, itu panggilan masuk dari Arya. "Halo."

"Kamu lagi ada di mana?" Suara Arya terdengar lebih berat dari biasanya sampai Dwina perlu mengatur napasnya sedemikian rupa.

"Aku di depan eskalator lantai dasar?"

"Tunggu di situ." Tidak lama muncul Arya dari samping stand es krim, lelaki itu mengenakan celana khaki berwarna coklat peka serta kemeja putih dengan list biru bergaris belum lagi lengannya sengaja digulung hingga kesiku hingga menambah kesan maskulin cocok oleh tubuhnya yang proposional dan tinggi.

"Kakak udah nunggu lama?" Dwina mematikan panggilan telpon, ia masih tersengal sebab ada perbaikan jalan dan membuat dia terjebak macet cukup lama dari waktu temu mereka.

"Lumayan." Arya tidak mau Dwina merasa bersalah. Kedatangan Dwina sudah cukup menjadi pertanda baik bagi dia.

"Ayo kita langsung makan siang aja." Ajak Arya menaiki eskalator menuju lantai dua tempat restauran Jepang berada, ini sesuai rekomendasi Dwina sendiri. Padahal kenyataannya Dwina asal sebut saja ketika Arya bertanya di via chat.

Belum ada perbincangan lagi, Dwina berusaha berjalan menyamai langkah Arya sembari mencengkram selempang tas. Dwina benar-benar baru menyadari jika punggung Arya begitu tegap, pasti Angle akan mengatakan 'sandaran yang tidak boleh terlewatkan' sekilas Dwina tersenyum sendirian berfikir hal konyol.

Tiba di restauran mereka memesan dua porsi sushi dan lemon tea, untuk Dwina dia tanpa es. "Tadi di jalan macet banget?" tanya Arya melihat Dwina sedang meneguk air mineral dari botol yang dia bawa.

"Iya. Tadi ada jalan yang lagi diperbaikin jadi makin padat karena aslinya ada dua arah jalan. Padahal aku udah siap dari setengah jam lalu berhubung mall ini paling dekat dari rumahku."

"Aku kira tadi kamu dari kampus."

"Sabtu ini aku nggak ada kelas dan biasanya aku lebih seneng numpuk jadwal kuliah di awal-awal hari."

"Biar sisanya untuk istirahat?"

"Iya sama buat ngerjain tugas."

Arya jadi teringat masa kuliahnya dulu, ia mempunyai banyak teman dekat dan sering menghabiskan akhir pekan untuk nongkrong bareng tapi sekarang sudah jarang, dia dan temannya sudah sibuk bekerja. "Kamu orang yang rajin."

Tawa Dwina langsung pecah, " nggak sama sekali. aku baru sadar minat aku itu lebih ke seni. Sayangnya aku udah terlanjur masuk ke jurusan yang sekarang."

"Kamu bisa gambar?"

"Lumayan, sekedar gambar aja., Tapi kalau kak Bayu bilang itu gambar coret-coretan."

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang