100. Kepiluan Jiwa (2)

3.8K 371 16
                                    

Berdasarkan rencana awal, Arya tidak bekerja hari ini. Dia tetap membawa kunci mobilnya dan berpisah dengan Bayu di tempat parkir lalu berencana menemui Alexander Agung di kantornya.

Namun sebelum berpisah, Bayu berkata pada Arya "Sebenarnya kalian ada masalah apa akhir-akhir ini? Melihat kalian berdua nggak ada yang berniat memberitahu lebih dulu. Jadi aku bertanya." Bayu berdiri di depan mobil hitam Arya. Salah satu tangan masuk ke dalam saku, sedangkan tangan yang lain jarinya mengetuk bamper mobil.

"Nggak ada masalah apapun." Nada rendah dan dingin Arya menjadi pertanda kalau dia menutupi urusan penting. Arya mengurungkan langkahnya sejenak untuk masuk ke dalam mobil.

"Keadaan Dwina jauh dari kata baik. Diluar kondisi dia yang baru hamil. Aku paham bagaimana ekspresi dia saat ada masalah yang dia pendam. Kalau masih tetap menutupi masalah itu dari aku dan keluargaku, aku akan kasih satu peringatan. Jangan pernah lengah pada kondisi Dwina. Dia orang yang pintar menutupi keluhan dan kesulitan. Mungkin saat ini yang kamu lihat hanya kulit luarnya saja. Semakin beban itu besar dia akan menutup mulutnya." Bayu mengerti Arya punya keputusan tersendiri. Dan sampai kapanpun dia akan serius bila menyangkut adiknya.

"Apakah ada saran lain?" Arya tak bisa meremehkan insting seorang kakak pada adiknya. Mereka dua bersaudara yang akrab.

Bayu mendengus, setelah bertahun-tahun bersama Dwina ia mempelajari karakter paling tersembunyi tentangnya. "Dia sangat memahami keinginan dan isi hati terkecil orang lain. Jadi dia suka membebani dirinya sendiri sadar atau tidak sadar. Ada kondisi dimana dia tidak bisa menangis meski keadaannya memburuk."

"Baiklah. Aku akan memberitahu masalah ini nanti. Sekarang aku ada janji temu dengan seseorang. Aku memang berniat memberitahu semuanya padamu atasa apa yang terjadi pada Dwina selama beberapa hari terakhir."

"Apakah masalah kalian terlalu buruk?"

"Ya. Karena dia adalah si bajingan Jordan." Arya membuka pintu secara kasar lalu lekas masuk ke dalam mobil. Dia membiarkan Bayu terpaku ditempat membayangkan berbagai macam kejadian buruk menimpa Dwina akibat ulah lelaki brengsek itu.

Arya menginjak gas, meluncur melewati sosok Bayu kemudian ia keluar apartemen penuh tatapan dingin pada kedua matanya. Ia terlalu banyak menahan diri, bersikap manis di depan Dwina demi membuat perasaan istrinya membaik. Nyatanya dia nyaris hilang kewarasan. Kemarahan tak luput di raut wajahnya.

Menuju kantor Alexander Agung, lelaki itu telah memberi pesan singkat pada Arya kalau asistennya akan menjemputnya di lantai satu bila dia sudah tiba di kantor.

Dan butuh waktu satu jam bagi Arya menembus kemacetan di hari Senin yang padat hingga dia berhasil mencapai gedung pencakar langit Agung Company. Tidak diragukan lagi bagaimana bangunan itu bisa berdiri kuat jika pemiliknya tidak cerdas dan licik dalam memonopoli bisnis.

Arya turun dari mobil sambil mengancingkan kembali jasnya. Tepat di depan pintu asisten Alexander menyambutnya dengan sedikit membungkukkan tubuh sebagai tanda hormat. "Tuan Alexander sudah menunggu anda di ruangannya. Apakah anda memerlukan sesuatu yang lain?"

"Belikan seikat bunga untuk istriku. Aku belum memberikan hadiah apapun atas kehamilannya. Nanti aku akan segera pulang setelah urusanku selesai hari ini dengan Alexander."

"Baik tuan. Saya akan mengurusnya." Sahut asisten tersebut patuh.

Arya dan asisten Alexander menaiki lift untuk mencapai lantai teratas dimana kantor Alexander berada. Saat tiba, mereka hanya akan berhadapan dengan lorong menuju satu pintu kayu berdiri megah.

Asisten tersebut membukakan pintu ruangan, Arya melangkah masuk tanpa ragu.

"Ku kira kau tidak bisa datang." Alexander menyambut Arya sembari memberi jabatan tangan.

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang