67. Detakan Rindu (5)

5.1K 433 2
                                    

Perasaan Arya digandrungi kekhawatiran yang luar biasa. Matanya menatap lurus nan tajam ke layar ponsel. Panggilan telpon telah berakhir, namun dia bisa menyadari kalau Dwina sangat membutuhkan keberadaannya sekarang di dekatnya. Lekas Arya pendam emosinya. Diapun menginjak gas mobil dan meluncur ke rumah sakit dimana Dwina berada. 

Saat tiba di rumah sakit, Arya langsung mendapati Dwina sedang menantinya di kursi lobi. Ekspresinya begitu kalut juga lelah. Kemarahan Arya kini hilang berganti kecemasan. Dengan langkah panjang Arya mendekat ke sisi Dwina, duduk tepat di samping perempuan itu. 

Sejenak Dwina tampak sedikit terejut atas kedatangan Arya yang terbilang cepat, ya sebenarnya posisi Arya tadi memang tidak jauh dari rumah sakit ini. 

"Ada urusan apa kamu di rumah sakit?" tanya Arya mencoba berkata lembut. Sayangnya kening Arya langsung berkerut dalam ketika melihat banyak noda darah di pakaian Dwina. "Kamu kenapa? Kok sampai berdarah begini?" Lanjut Arya sambil menangkup pundak Dwina memeriksa bagian mana Dwina terluka. 

"Ini darah Putri.. Hem dia tadi coba bunuh diri, aku tolongin dia dan bawa dia ke rumah sakit." Dwina tak sanggup melanjutkannya. Dia masih syok. 

Penjelasan singkat Dwina tentu membuat Arya ikut kaget. Kenapa bisa Putri sampai melakukan itu? Jelas ini benar-benar membingungkannya. Padahal Arya pikir Putri bukanlah orang yang bisa bertindak ceroboh seperti itu. 

"Dia depresi. Aku lihat ada obat psikoterapi kategori berat di kamarnya. Banyak dan berceceran dimana-mana." Dwina tampak mengusapkan wajah dengan kedua tangan penuh frustasi. "Sekarang Putri lagi jalanin operasi. Dokter berusaha menghentikan pendarahan hebat, dan semoga aja dia baik-baik aja tanpa kerusakan berat di pergelangan tangannya."

Arya menepuk-nepuk punggung Dwina dengan pelan. Tanpa perlu dijelaskan kembali Dwina sedang mengalami sesuatu yang begitu berat. 

"Aku sayang sama Putri. Nggak ada yang kurang dari itu." Maksud Dwina yaitu dia meminta Arya untuk memaafkan kejadian buruk yang pernah Putri lakukan. "Meski bukan berarti sikap buruk dia sebelumnya adalah sesuatu yang pantas dibenarkan. Dia tetap salah. Dan aku pikir kita bisa nyelesain ini secara baik-baik. Toh aslinya ini bukan masalah yang besar kan?"

Arya masih terdiam seribu bahasa. Bisakah Dwina lebih memikirkan dirinya sendiri? Tidak, sebenarnya Dwina sedang menjaga hatinya sendiri jauh dari yang orang lain pikirkan. Putri maupun Arya sama pentingnya bagi Dwina. Mereka berdua bagian dari hati Dwina. Dan kejadian ini Dwina merasa kalau dia adalah pihak yang paling bersalah. 

"Aku harus balik ke depan ruang operasi, kayaknya sebentar lagi operasi Putri selesai."

"Aku ikut." Dwina langsung mengangguk paham. 

Arya menautkan salah satu tangan Dwina yang mampu menenangkan Dwina. Arya akan berada di sebelahnya tanpa berniat meninggalkan dia. Semua akan kembali baik-baik saja. 

Dari ruang operasi Putri keluar masih dalam keadaan terbius tidur. Wajahnya pucat juga kelelahan, Dwina dan yang lainnya mengikuti Putri berbaring di ranjang ke kamar inap. Kemudian tak lama dari itu Dwina memilih pamit pulang, ya walaupun sebenarnya Arya dan bu Jannah mendesak Dwina untuk segera istirahat karena Dwina begitu kelelahan. 

"Maaf." Seru Dwina ketika dia dan Arya menuju parkiran mobil. Tidak ada senggukan namun air mata Dwina luruh ke pipi hangatnya. Ketegaran dia sudah mencapai ambang batas. 

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang