Membuat orang lain khawatir kepadanya itu keluar dari konteks hidup Dwina. Diam-diam Dwina takut orang lain berfikir buruk tentangnya apalagi bila dirinya sampai membuat repot. Dia hanya tidak ingin menjadi beban karena setiap orang memiliki kehidupannya masing-masing, sejumlah masalah yang perlu di selesaikan dan butuh istirahat sejenak dari rutinitas melelahkan.
Maka dari itu Dwina lebih sering menahan diri, kemudian baru bisa bersikap terbuka hanya kepada keluarganya saja. Semua ini adalah persepsi, prinsip yang ditanamkan lekat di dalam benak Dwina.
Siang ini orang tua Arya datang menjenguk. Dwina melihat mereka membawa beberapa kotak makanan dan tas berisi baju ganti unuk Dwina.
"Gimana udah agak sehatan?" tanya ibu Laras menghampiri Dwina dengan wajah prihatin, saat ini Dwina masih memakai alat bantu pernapasan dan wajah serta tangan sedikit bengkak.
"Lumayan tante." Sebenarnya keadaan Dwina lebih buruk dari ucapannya. Dia terserang demam cukup tinggi hingga membuat kepalanya ikut sakit belum lagi rasa sesak ketika mencoba menarik napas.
"Ya udah kamu istirahat yang banyak." Dwina memberi anggukan. Ibu Laras menepuk-nepuk pelan pundak Dwina menunjukkan bahwa prihatin atas kondisi Dwina.
Ada Arya berdiri di belakang ibu Laras yang ikut memperhatikan Dwina. Ekspresi kaku Arya belum kunjung berubah dan menurut Dwina dia seperti bukan dirinya yang biasa. Dwina memalingkan tatapan matanya ke arah lain, jenuh akan kekhawatiran berlebih Arya. Dia ingin secepatnya pulang.
"Ibu udah siapin baju ganti buat Arya." Seru ibu Laras pada anaknya.
"Bayu sama Juwita nanti ikut pulang sama ibu. Biar aku yang jagain Dwina sampai malam." Jawab Arya sesuai dengan keputusan dia dan Bayu.
"Oh ya udah. Kamu jangan lupa makan, jagain orang sakit malah nanti ikut sakit." Omelan bu Laras benar adanya, sejak pagi Arya belum sarapan padahal Juwita sudah membelikan makanan di kantin rumah sakit untuk dia.
"Ibu bawain barang-barang Dwina kan?" tadi Dwina pesan seperti itu pada Arya saat dia menelpon orang rumah. Dwina ingin novel dan skincarenya, entahlah untuk apa padahal dia lagi sakit. Dokter juga bilang untuk menghentikan sebentar penggunaan produk skincare hingga sembuh nanti.
"Iya. Ibu juga minjemin baju teh Bika untuk Dwina, dan baju Dwina kemarin ibu cuci di rumah." Arya mengambil tas tenteng yang ditunjuk oleh ibunya, dia menemukan tiga buah novel berukuran tebal, moizturizer dan hp Dwina yang rusak. Sempat Arya kelupaan tentang hp itu. Dia harus menggantinya secepat mungkin karena Dwina pasti sangat memerlukannya.
"Ibu aku keluar sebentar ya."
"Ya udah. Biar ibu sama yang lain jaga Dwina."
"Kamu mau nitip sesuatu untuk dibeli?" tanya Arya pada Dwina.
"Jus strawberry." Suara Dwina agak berbisik. Arya bisa melihat air mata Dwina tidak kunjung berhenti keluar karena demam tinggi. Rasanya lebih baik dia yang sakit seperti itu.
"Oke. Aku beliin." Arya menyentuh sebentar pipi Dwina menghapus air mata yang jatuh. Lalu menyerahkan sebuah novel untuk sekedar di peluk oleh perempuan itu. Sekilas Dwina tersenyum.
Arya pamit pergi menuju tempat parkir, mengambil mobilnya dan menuju toko penjual hp terdekat. Sempat Arya bingung mempertimbangkan hp terbaik seperti apa untuk Dwina sebab hp perempuan itu edisi lama meski dari brand ternama. Akhirnya Arya meminta rekomendasi dari sales toko. "Dia cewek, suka banget baca buku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Your Heart [END]
Romanzi rosa / ChickLit,EDISI TERBARU, Long Part♫︎♫︎ Buku 1 & Buku 2 (Partnya panjang karena dua buku jadi satu) Dwina Aryani terkejut atas kemunculan mantan kekasih sahabatnya yang bernama Arya Wijaya. Padahal sejauh ini dia hanya mengetahui tentang lelaki itu dari curh...