42. Merakit hati (10)

7.1K 614 17
                                    

Happy reading.. (灬º‿º灬)♡

Pikirannya linglung, pelupuk matanya sembab kemerahan dan tubuh dia berasa remuk. Dwina berangsut bangun dari tidur. Alarm yang dia pasang semalam sudah berbunyi keras minta dimatikan. 

Asalkan hari ini tidak ada kuliah. Dwina sekejap menjadi mahasiswa pemalas berhubung dia juga sudah mencapai semester tua yang identik dengan kesuntukan bersekolah.

Mata Dwina teralih memeriksa deretan seratus notifikasi grup kampus, lagi-lagi para temannya ribut tentang masalah tugas yang tak perlu dibahas lagi dan lebih baik di selesaikan secepatnya. Mereka hanya memenuhi grup dengan berbagai keluhan spam. Dwina bersikap rasional saja, dia malas ambil pusing. 

Selanjutnya Dwina membaca pesan singkat dari Arya yang menyatakan jika laki-laki itu sedang berada ke Bandung. Ya, jelas Dwina tau alasan kepulangan Arya. Semalam Dwina belum sempat cerita apa-apa ke keluarga kalau dia menerima lamaran Arya sebab kedatangan mama Ratih yang tiba-tiba. Dwina sendiri juga merasa malu atas sikapnya semalam. 

Dari pada larut dalam kubangan hitam tanpa gairah hidup, Dwina lekas bangkit untuk mandi. Minimal matanya tidak kembali mengantuk. 

Setelah selesai mandi dan bersiap, Dwina keluar kamar dengan perasaan sedikit lega sebab tidak ada orang lain kecuali mama yang sedang menonton siaran drama di tv. "Mama udah sarapan?"

"Udah. Kamu belom kan? Itu tadi mama masakin nasi goreng pake bakso sama sosis." Seru mama sambil menoleh ke Dwina. "Oh iya, semalem ibu Ratih ngasih bingkisan cokelat buat kamu." Kemudian mama menunjuk ke arah meja makan tempat bingkisan cokelat mahal itu berada. 

"Mama mau juga nggak cokelatnya?" tanya Dwina menghela napas dalam.

"Udah buat kamu aja, mama kurang suka cokelat manis."

Dwina segera bergegas sarapan kemudian berangkat ke kampus. Tapi dia sempat memasukkan bingkisan cokelat tersebut ke dalam tasnya. Mau bagaimanapun dia tidak boleh menolak hadiah dari seseorang, apalagi mama Ratih tetaplah bukan orang lain di hidupnya. 

...…..

"Dwina.." Panggilan itu begitu lantang penuh rasa antusias sampai Dwina langsung menoleh ke arah suara dengan rasa penasaran. Apakah ada sesuatu penting yang perlu dibicarakan? ataukah dia melakukan sebuah kesalahan? Hari ini Dwina kurang fokus. 

"Dwina! Dipanggil malah diem aja." Seru Putri, dia ikut bingung ketika Dwina menatapnya bingung. Kehadirannya di fakultas farmasi tentu membuat Dwina heran. Mereka berdua terbilang jarang bertemu bila di kampus, entah sebab jadwal kelas yang bertabrakan ataupun urusan lain. Biasanya mereka baru bisa bertemu jika sudah buat janji. Kalau untuk persoalan lusa lalu, itu pengecualian. 

"Kok kamu disini?" Dwina berjalan mendekat ke Putri, temannya itu kini tengah berdiri di dekat mesin minuman sambil membuat dua kaleng cola. 

"Ya nggak papa." Semua tau jika itu bukan sebuah alasan. Putri asal menjawab saja tanpa peduli pikiran orang lain. 

"Memang mau ngapain?" Tanya Dwina kembali sembari menerima sebuah minuman cola dari Putri.

"Mau ketemu kamu dong."

"Kenapa nggak bilang-bilang?" Bukannya menjawab Putri malah merangkul lengan Dwina lalu mengajaknya menuju parkiran kampus. 

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang