83. Bayangan Rasa (6)

5.5K 403 31
                                    

Dwina berjalan melewati pertokoan lalu berhenti di salah satunya, dia ingin membeli buah-buahan untuk di rumah. Menjalani hari menjadi seorang istri dan mengurus rumah tangga masih tetap menjadi rutinitas baru bagi Dwina. Ada daftar berbagai macam untuk kebutuhan rumah di otaknya karena inilah tanggung jawabnya. Sudah pasti dia berbagi tugas dengan Arya dalam pernikahan mereka. Maka dari itu terkadang lebih baik di fokus sama kewajibannya dari pada mencampuri urusan pekerjaan Arya. Dia ingin Arya nyaman menjalani hari-harinya. Sesederhana itu dirinya sebagai seorang istri.

Dwina membuka pintu toko dan langsung di sambut pegawai toko tersebut. "Mbak Dwina, buah pir hari ini baru datang, seger-seger dan manis loh. Mau beli?"

"Kalau begitu aku ambil satu kilo." Jawab Dwina tanpa pikir panjang, karena Arya suka buah pir. Dia akan memakan semua pir yang sudah dikupas dan dipotong olehnya.

"Diskon ya..." Kalimat paling mudah meluncur di ujung lidah Dwina. Dia perempuan, pastinya senang dengan harga miring.

"Aduh mbak Dwina nggak bisa, udah harga pas." Ekspresi pegawai itu langsung tertekuk.

"Ini cuma dapat lima buah doang."

"Kan gede-gede buahnya. Jadi udah pasti itu beratnya sekilo." Pegawai itu meletakkan buah bir di atas timbangan, ia pun menunjukkan angka yang terpampang. "Sekilo lebih ini, udah harga pas aja. Nggak saya lebihin."

"Ya sudahlah." Dwina mendelik kan bahu tanda ia tak mempermasalahkan.

Selesai membayar belanjaan, Dwina langsung berjalan pulang. Setelah kurang lebih lima jam Dwina magang di apotek hari ini dia ingin segera istirahat. Baru seminggu berlalu dia magang dia begitu kelelahan. Banyak sekali resep obat masuk, bahkan untuk seorang anak magang dia langsung terjun mengurusi resep masuk karena apotek kekurangan karyawan.

Nanti dia akan tidur sebentar sampai Arya kembali kerja. Beruntung hari ini Arya menyarankan beli makan malam di luar.

Dwina berjalan kaki menuju apartemen. Dalam perjalanan seorang pengendara motor kencang nyaris menyerempet Dwina. Spontan Dwina menjauh ke sisi lain, ia sedikit menjerit karena kaget, kantung plastik berisi buah di tangannya pun jatuh ke jalanan.

"Ya ampun. Kenceng-kenceng banget naik motornya." Dwina memeriksa kondisi dirinya sendiri. Bersyukur dia tidak terluka atau lecet. Banyak pejalan kaki sering mengalami ini bahkan hal terburuk bisa menjadi kecelakaan berat.

"Kamu baik-baik saja kan? Ada yang sakit?" Beberapa orang di jalan mengamati Dwina dengan prihatin.

"Saya baik-baik saja." Jawab Dwina pada seorang lelaki berjaket hitam kulit, dia seorang pengendara motor dan masih memakai helmnya. Tampaknya dia mau mengambil motor dari deretan parkiran.

Dwina memungut buah-buahan nya yang dibantu oleh lelaki tersebut. "Terima kasih."

"Hati-hati kalau lagi di jalan, memang banyak kendaran bermotor yang ugal-ugalan." Dwina berterima kasih kembali setelah mendengar nasihat itu. Tapi anehnya lelaki tersebut masih tetap mengamatinya seperti ada yang ingin dia katakan lagi.

Lelaki tersebut membuka helm hitamnya, muncul wajah Joshua yang Dwina kenal. Sontak Dwina langsung terdiam. Jika dia menyapa Joshua apakah itu pantas? Setelah apa yang terjadi di masa lalu mereka.

"Jangan melamun. Kayak lihat maling aja." Joshua tersenyum sambil menampilkan deretan gigi rapihnya. Dia tersenyum bagaikan tak memiliki beban sama sekali.

"Maaf." Dwina berusaha mengubah pandangan terkejutnya dari Joshua.

"Untuk apa? Lucu banget kamu nggak pernah berubah dari dulu. Jangan canggung, kita ngobrol santai aja."

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang