82. Bayangan Rasa (5)

4.1K 359 10
                                    

Dwina menyambut Teh Bika. Ada Bang Erwin suami Teh Bika mengantar sebentar istrinya ke apartemen Dwina sambil membawa barang titipan dari ibunya kak Arya.

"Ayo turun kita udah nyampe." Teh Bika melepas kain gendong Serin dan membiarkan anak itu duduk di karpet berbulu depan tv.

"Kamu udah bisa duduk ya..." Dwina gemas mencubit pelan pipi gembil Serin. Ia ikut bergabung duduk setelah meletakkan barang bawaan Teh Bika ke meja dapur.

"Udah dong, umurku udah satu tahun tante." Jawab Teh Bika menyuarakan Serin.

Merasa semua urusan sudah tuntas Bang Erwin pamit pada istrinya, "Nanti telpon dulu ya kalau mau pulang, aku jemput." Sekilas Bang Erwin mengecup mesra kening istrinya sampai Dwina langsung mengalihkan padangan ke arah lain.

"Hati-hati di jalan."

"Bye.. Serin papa pergi dulu." Bang Erwin melambaikan tangan pada Serin sebelum pintu di tutup. Setelah kepergian Bang Erwin senyuman Teh Bika menghilang, dia mendesah pelan tanda ada masalah yang dia pikirkan.

Belum Dwina sempat bertanya, Teh Bika menjelaskan terlebih dulu. "Sebenarnya aku mau pulang naik taksi aja, kasian Bang Erwin, bolak balik dari tempat kerjanya. Tapi aku tau pasti nggak dibolehin. Paling alasannya takut Serin rewel karena nggak biasa naik mobil kecuali mobil Bang Erwin."

"Berarti tadi Teh Bika berangkat kesini Bang Erwin buru-buru pulang?"

"Iyalah. Awalnya aku belum mau mampir kesini, tapi nggak tau kenapa jadi berubah haluan. Wajar orang suka begitu, plin plan. Jadi dari semalam aku belum ada omongan sama dia. Waktu aku bilang mau pergi ke tempat kamu dan udah pesan taksi online, dia nyuruh aku cancel."

"Bang Erwin berarti sanyang banget, cinta mati sama Teh Bika." Dwina sedikit meledek lalu dibalas dengan cubitan gemas di lengan. Arya pernah bercerita pada Dwina, kalau Teh Bika sejak dulu punya fisik lemah, mudah sakit. Selama kehamilan di lalui sangat berat bahkan beberapa bulan setelah melahirkan dia terkena DBD. Tanpa dipungkiri besar perhatian Bang Erwin pada Teh Bika. Dia benar-benar menjaga istrinya.

"Kamu bisa aja."

"Aku kira susah dapet izin maen ke sini Teh."

"Kalau kesini mah nggak masalah. Kan sodara sendiri. Beda kalau aku minta main bareng temen-temen aku. Perang dulu kita. Ada aja alasannya."

Dwina tergelak, dari perangai Teh Bika dia orang yang cerewet, berpendirian, dan tidak senang di atur. Dia biasa menata hidup dengan presepsinya sendiri. Namun saat berhadapan dengan Bang Erwin dia langsung bersikap penurut, karena sadar Bang Erwin bertanggung jawab atas kehidupan Teh Bika. Ini bagaikan puncak dari rasa cintanya.

"Aduh jangan ngomongin aku. Sekarang gimana kehidupan kamu sama Arya?" Pertanyaan Teh Bika tak mendapatkan jawaban. Dwina terdiam di balik kumpulan ekspresi.

"Arya mah lebih ngejengkelin dari pada Bang Erwin. Susah di ajak kompromi."

"Dia mau di ajak kompromi."

"Tapi endingnya suka nggak jelas." Belum menyinggung masalah yang sedang di hadapi Dwina, Teh Bika langsung sepaham akan maksud Dwina.

"Aku mau tanya Teh, dulu Arya orangnya seperti apa?"

"Masa lalu Arya waktu putus sama mantannya?" Dwina kembali tak menatap Teh Bika. Kenapa ia rasanya berat membahas kejadian buruk seseorang?

Teh Bika mengabaikan ketidak-nyamanan Dwina. Jika menurut Dwina ada yang perlu diluruskan berkenaan Arya dia siap membantu.

"Arya sempat menggila. Dia stres berat ketika putus. Situasi itu cuma aku sendiri yang tau, dan sekarang kamu juga ikut tau." Teh Bika memberi jeda. Dia berhati-hati mengatur nada bicaranya menjadi lembut. Ini sensitif untuk di bahas.

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang