22 || Singa dan Kucing

17K 1K 219
                                    

Seperti yang sudah dikatakan oleh Fadlan tadi siang, malam ini cowok itu benar-benar datang ke rumah Denia untuk menjemput gadis itu. dengan gugup Fadlan mengetuk pintu rumah denia yang terpampang jelas di depannya. percayalah selama 20 tahun hidupnya, ini adalah pengalaman pertama Fadlan datang ke rumah seorang gadis untuk menjemput nya dinner.

"Assalamualaikum" ujar Fadlan seraya kembali mengetuk pintu yang belum juga dibuka oleh sang pemilik rumah.

"Ah bapak ..... saya lama ya bukain pintunya?" tanya Denia, yang tampak berbeda dari penampilan gadis itu ketika berada disekolah.

Denia sangat manis dengan balutan dress pendek selutut berwarna pink, rambut hitam legam yang biasa nya diikat menjadi satu kini dibiarkan tergerai Indah begitu saja oleh gadis itu.

"Enggak papa kok, lagian saya juga baru saja sampai" ucap Fadlan.

"Yaudah pak ayo berangkat" ajak Denia seraya menutup pintu rumahnya.

"Eh.... Kita gak minta izin dulu sama orang tua kamu?" tanya Fadlan terkejut, padahal dia sudah menekatkan diri untuk menemui orang tua Denia.

"Mereka gak ada pak, mereka sibuk kerja dan jarang ada dirumah. mereka juga mungkin lupa kalo di rumah udah punya anak" ujar Denia santai, tapi Fadlan dapat mengerti kekecewaan dari kata-kata yang dilontarkan gadis itu.

"Oh maaf" ucap Fadlan merasa bersalah.

Dia tidak menyangka bahwa gadis yang selalu tertawa dengan ceria nya seperti Denia, hidup diantara keluarga yang tak harmonis. bahkan gadis itu sering tinggal sendirian dirumah nya yang sangat besar ini. benar kata orang, tawa seseorang tidak selalu menggambarkan kebahagiaan. ada banyak dari mereka yang tertawa hanya untuk menutupi kesedihannya didepan orang lain.

"Bapak apaan sih, gak usah minta maaf gitu kali. lagian saya udah biasa ditanyain kayak gitu sama orang-orang" ujar Denia masih tersenyum lebar.

"Ayo berangkat, nanti kalo kemaleman malah gak jadi jalan" Fadlan menganggukkan kepalanya, lalu berjalan beriringan dengan Dania menuju mobilnya yang terparkir didepan rumah gadis itu.

"Kenapa mobilnya gak dibawa masuk aja sih pak? kalo ilang kan berabe" tanya Denia.

"Gak bakalan kok, kan ada satpam rumah kamu yang jagain" jawab Fadlan jujur, memang benar tadi dia sudah menitipkan mobilnya kepada satpam Denia sebelum masuk.

Setelah sampai didepan rumah, Denia dan Fadlan berpamitan pada Satpam rumahnya dulu, sebelum akhirnya masuk kedalam mobil Fadlan dan pergi dengan cowok itu.

"Kita mau dinner dimana pak?" tanya Denia seraya tersenyum geli saat mengucapkan kata dinner itu.

"Di caffe favorit saya, saya juga udah lama gak mampir ke sana" ujar Fadlan masih fokus pada jalanan didepannya.

Mereka sampai disebuah caffe bergaya klasik yang cukup ramai, setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit lamanya.

"Bapak suka caffe yang bergaya klasik gini ya? Pantes aja bapak keliatan keren dan misterius terus" celoteh Denia, memperhatikan setiap sudut caffe yang sedang mereka kunjungi.

"Saya baru tau kalau sifat seseorang bisa dilihat dari caffe mana yang mereka suka?" tanya Fadlan membuat tawa Denia pecah.

"Ah maksud saya bukan begitu pak" ujar Denia setelah tawanya reda.

"Lalu?"

"Ya gak tau juga sih, saya ngasal aja ngomong nya. lagian bapak pakek segala percaya lagi sama omongan saya, emang bapak gak tau apa kalo nilai-nilai saya anjlok semua" ujar Denia dengan wajah terlihat lucu dimata Fadlan.

RENOVAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang