1.3 Pent Up Feelings

952 179 9
                                    

🦋Aku pikir domino itu seperti kehidupan, jika kau gagal kamu bisa membangunnya kembali 🦋
- Park Jisung -

Happy Reading

"Je ini angka berapa??" Louis menggoyangkan jarinya tepat di depan Jeje.

" Kalo ini??"

Jevin menghela nafas jengah, " Lou, please ya, Jeje tuh pusing, bukan lagi rabun,"

"Ya kan biasanya orang pusing burem matanya,"

Jevin tertawa kecil, " Kalo gitu tiap hari burem mata gue liat lo,"

"Gak kaget sih, muka rupawan ini emang bikin orang pusing,"

Tak tau lagi harus bagaimana, Jevin lelah memiliki teman yang hilang akalnya seperti ini. Jevin takut, niatnya bersama Louis menjenguk Jeje yang sakit, bisa bertambah lagi sakitnya terkena tekanan batin dari Louis.

Jam kini menunjukkan pukul setengah enam pagi, hawa di luar sangat dingin dan cuaca sepertinya menunjukkan tanda-tanda datangnya hujan. Seorang laki-laki dengan kulit putih serta berseragam rapi turun dari mobil alphardnya dan langsung masuk tanpa permisi kedalam rumah kecil bercat putih itu.

"JE!!!" teriak Chen dengan suara melengkingnya begitu masuk ke dalam kamar menemukan Jeje terbaring lemas ditemani Jovi Nana serta Jevin dan Louis.

"Buset kaget anjim ketok dulu napa kalo mau masuk, gue jantungan terus mati gimana?"

Jevin menyahut, "Ya Alhamdulillah sih lo matinya ga nyusahin,"

"Ya gininih kalo slime dikasih nyawa, lemes banget mulutnya,"

Mengabaikan keduanya, Chen langsung menghampiri Jeje dengan wajah cemas. Malam tadi ia ditelpon Jovi memakai hp Louis mengabari kalo Jeje hari ini tidak masuk sekolah. Langsung saja ia buru-buru bersiap dan langsung mampir kesini, takut sohibnya itu kenapa-napa. Kemarin ia yang sakit, sekarang gantian Jeje. Emang ya yang namanya sahabat sejati saling transfer penyakit kalo kata Louis.

"Gimana ceritanya habis kerja kelompok bisa sakit gini, dikasih racun ya pas makan di rumah Chan?"

Nana menjawab, "Enggak Chen, kemarin dia kehujanan pas pulang, untungnya ada bang Jevin,"

Kemarin malam.....

Hujan tak kunjung reda, masih sama seperti awal turun. Sudah 30 menit ia meneduh di warung dan malam juga semakin larut. Matanya masih sembab mengingat banyak air mata yang terkeluarkan tadi. Setelah berbagai pertimbangan, Jeje memutuskan untuk melanjutkan berjalan pulang. Sepatunya ia taruh dalam tas, dan tugas kertas bufallonya ia pegang rapat-rapat di dada. Menerobos hujan deras, ia berjalan dan sesekali meneduh meskipun tubuhnya terlanjur basah.

Melanjutkan berjalan cepat lagi, Jeje sempat berhenti saat sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di sampingnya.

" Loh Je ngapain hujan-hujanan cepet masuk mobil," itu suara Jevin yang kebetulan lewat di daerah sana dan mendapati seseorang berseragam yang sepertinya ia kenal.

"Kursinya jadi basah bang,"

" Udah gapapa , kamu ngapain lagian jalan ga pake payung malem malem gini?"

"Habis pulang dari kerja kelompok,"

"Kenapa ga nunggu dijemput aja??Loh kamu habis nangis kok matanya sembab?" Jevin terkejut, mendapati Jeje yang saat ini sedang menunduk menyembunyikan wajahnya.

PAGE of 365 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang