2.2 An Angel Without Wings

926 137 12
                                    

🦋 Kamu harus bahagia dulu untuk membuat orang lain bahagia 🦋
- Johnny -

Happy Reading

Dulu ibu pernah bilang, seseorang tak boleh bergantung pada orang lain, karena melibatkan orang lain dalam hidup itu kesalahan yang fatal. Mungkin ibu berfikir, bagaimana rasanya bila seseorang yang dijadikan tempat singgah akan pergi? Tentu dunianya hancur, seolah separuh jiwa yang ada dalam tubuh purna begitu saja. Bukankah lebih baik tak pernah menanam benih daripada melihatnya tumbuh layu di kemudian hari? Kata ibu.

Namun bapak menyanggahnya, menertawakan ibu yang terlalu tutup mata terhadap keadaan yang terjadi. Lihat, ketiga anak yang kini beranjak remaja telah menjadikannya tempat bersandar, tempat berpulang, juga menggantungkan segenap jiwa padanya.

Bapak benar, namun ibu juga tak salah. Saat keduanya pergi, semuanya runtuh, hancur berkeping-keping. Tak hanya hati, namun kenangan yang terekam jelas di setiap ingatan. Mereka pergi, namun tak dengan memori yang ditinggalkan.

" Kadang Nana bingung, kita lahir barengan, tapi entah kenapa abang yang dewasa duluan," Nana menyeruput kopi super pahitnya yang tinggal beberapa tegukan, lalu menolehkan kepalanya pada Jovi yang kini bersandar di kursi teras rumah.

Jovi lebih memilih minum teh, tak mau ikut meminum kopi Nana yang rasanya seperti racun. Cukup ekstrim.

Pertanyaan yang cukup umum ditanyakan oleh sebagian orang yang tahu tentang keduanya. Lahir di waktu, hari, dan jam yang sama, lantas mengapa Jovi yang disebut sebagai abang?

Kembali lagi ke masa kecil, dimana ia memiliki kemampuan cerdas di atas rata-rata yang membuatnya lompat kelas dan menempuh jenjang satu tingkat lebih tinggi dari Nana, Echan, juga Rendy. Mereka seumuran, setingkat juga tentunya, kalau andai Jovi tak sepintar itu dulu.

Hal lainnya adalah, mengapa ia disebut sebagai yang paling tua?? Jika berdasarkan umur, Nana bisa disebut sebagai saudara kembarnya. Tapi untuk masalah kedewasaan, Nana rasa Jovi memang pantas dianggap sebagai abang .

"Mungkin sudah ditakdirkan sejak dulu," Jovi tertawa kecil, menatap Nana yang merengut karena tak puas akan jawaban dari pertanyaannya.

" Andai saat lahir kita bisa memilih menjadi apa, mungkin Nana berharap dijadikan satu dalam tubuh seseorang bernama Jovian Athala,"

"Kenapa gitu?"

Nana menatap ke depan, memperhatikan Jeje juga Chen yang berlarian, memaksa memberi makan pada kambing yang baru saja selesai dipakani. Pantas saja kambing itu menolak.

" Semua hal yang ada dalam diri abang, Nana  kagum. Tak semua, karena ada salah satu yang Nana benci,"

"Garing pas lagi ngelawak?" Jovi menebak

"Bukan"

Menyandarkan kembali badannya pada kursi yang lumayan rapuh, Nana berbicara lirih, " Senyum yang seperti teka-teki, membuat orang lain menebak, apakah sekarang lagi bahagia, sedih atau kecewa. Semuanya sama. Tertutup dengan baik,"

Jovi menghela nafas, mencoba mengamati Nana yang saat ini masih menatap Jeje dari kejauhan, " Satu senyum yang ternyata kamu tau adalah senyum palsu, bukan berarti senyum yang lain juga menandakan kesedihan,"

PAGE of 365 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang