Takdir telah memintanya, baik saya ikhlas - Nana -
----------------•▪︎▪︎Page of 365▪︎▪︎•----------------
"Kontestan terakhir, dipersilahkan maju,"
Sorot lampu berganti arah menyinari pusat perhatian ratusan orang disana. Pandangan mereka tertuju pada kontestan terakhir yang kini mulai melangkahkan kakinya ke tengah panggung.
Ia menarik nafas dalam-dalam, menegakkan kepalanya ke atas, menguatkan hati serta pikiran yang saat ini masih tak karuan. Matanya menatap seluruh penjuru bangku penonton, dimana ia menemukan Nana disana. Tersenyum tipis memasang wajah tegar, meski ia tahu hatinya sendiri masih tercabik-cabik rasanya.
Saat itulah Jeje mulai melangkah ke depan, berjalan perlahan sambil memandang ke arah kerumunan penonton. Lantas ia membuka lembar kertasnya yang disimpan erat dalam saku, dan meraih mikrofon untuk mulai menyuarakan sesuatu yang amat ingin tuk disampaikan.
" Bukan puisi yang akan saya persembahkan, namun surat kecil yang akan saya bacakan dari lubuk hati paling dalam,"
Riuh penonton bergemuruh, lampu-lampu besar dimatikan, dan cahaya-cahaya kecil dari beberapa handphone mulai muncul satu persatu.
Surat kecil untuk abang
Tak ada lagi kata yang bisa mewakili apa yang akan terucap, selain kata terima kasih.
Terima kasih untuknya,
Untuk yang selalu menyediakan pundaknya tempat kami bersandar...
Untuk seseorang yang selalu merentangkan peluk, tatlala hidupnya selalu terhujani oleh pelik....
Untuk seseorang yang selalu mengatakan, " Tak apa, berbuatlah baik meski kau diperlakukan buruk,"...
Untuknya... Jovian Athala Pragya
Terima kasih, telah menjadi takdir untuk selalu ada pada bagian hidup kami.
Dan selamat tinggal, Abang terbaik yang pernah ada.
Bulir air kembali menetes dari mata yang sedari tadi berkaca-kaca. Tak hanya satu ataupun dua, namun sebagian penonton disana mulai menitikkan air mata. Seolah merasakan kepedihan yang sama dengan yang dirasakan seorang Jeffrey Mahardika.
Tepuk tangan berlangsung lama disusul teriakan-teriakan yang terdengar jelas di telinga.
"JEJE KUAT!!"
"JEJE PASTI BISA!!"
Lalu seseorang berlari menembus kerumunan penonton dan mengambil alih mikrofon secara tiba-tiba, membuat perhatian penonton kini tertuju padanya.
"Mungkin saya tidak sopan tiba-tiba berada disini, tapi dengan sangat memohon, saya ingin semua yang berada disini berdoa untuk seseorang disana yang sudah tenang beristirahat,"
"Saya bukan siapa-siapa. Saya hanyalah siswa biasa yang untuk pertama kalinya kehilangan orang asing yang bahkan baru beberapa kali saya temui,"
"Untuk abang Jovian, bersama-sama kita menunduk, mengucapkan doa terbaik untuknya,"
Lampu-lampu mulai redup, tak ada lagi cahaya yang menerangi. Di kegelapan itu, semua berdoa. Diiringi beberapa isakan kecil yang terdengar.
Satu pelukan datang saat Jeje menatap secarik kertasnya lamat-lamat, membuat ia terkejut lalu tertegun memandang punggung Ujin yang kian menjauh menuruni panggung.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
______________________________________ What do you want to say to Jovi?