Bab 16

1K 76 8
                                    

Happy Reading!!!

***

Istirahat pertama aku habiskan dengan Gara untuk membahas kedekatanku dengan Kak Ryan. Lebih tepatnya menjelaskan pada Gara awal mula kenapa aku bisa dekat dengan kakak kelas tampan itu. Kejadian di pinggir lapangan waktu itu memang tidak banyak yang menyadari dan tidak ada yang mengira bahwa kedekatanku dengan Kak Ryan akan berujung hingga sekarang sampai cowok itu mau mengatarku hingga ke kelas.

Selama ini, setelah perkenalan di pinggir lapangan tempo hari aku dan Kak Ryan memang tidak pernah bertemu lagi, kecuali saling berbalas pesan. Kelas dua belas jarang ada yang menyambangi kantin bawah karena di lantai tiga pun ada kantin lain yang memang sarangnya para kakak kelas. Tapi bukan berarti kantin lantai bawah dan tempat lainnya tidak terkontraminasi kakak kelas. Tentu ada, tapi tak banyak.

Itulah alasan kenapa aku tidak tahu keberadaan Kak Ryan selama ini meskipun pernah melihatnya. Yang selalu turun ke lantai bawah hanyalah kakak-kakak yang suka dengan sensasi, kakak-kakak yang penasaran pada dedek gemes, atau yang berkepentingan saja. Selebihnya orang-orang malas yang memilih berada di tempat mereka seharusnya. Sama halnya seperti Kak Ryan yang sejak naik ke kelas XII amat jarang turun untuk menengok adik kelasnya apalagi di jam istirahat.

Di SMA 86 NUSA BANGSA ini, kelas XII adalah sosok misterius. Bertemu saat upacara, class meeting atau kegiatan yang mengharuskan semua kelas berkumpul di lapangan utama. Berbeda dengan sekolah-sekolah lain yang kakak kelas begitu suka mengusik adik kelasnya dan merasa bahwa mereka senior yang patut di hormati. Di sekolahku hal seperti itu tidak berlaku, tapi bukan berarti bahwa adik kelas bisa seenaknya. Kesopanan tentu di haruskan. Tak hanya di sekolah, tapi di mana pun.

“Lo suka sama kakak kelas itu?” tanya Gara saat aku selesai dengan penjelasan akan kedekatanku dengan Kak Ryan.

“Boleh memangnya?” balik aku bertanya. Izin Gara tidak diharuskan sebenarnya, karena dia hanya sahabatku. Tapi aku hanya ingin tahu respons Gara. Akankah cowok itu marah dan melarangku atau justru …

“Kenapa enggak? Selama dia gak nyakitin lo, dan lo nyaman sama dia,” Gara mengedikkan bahunya. Respons yang membuatku kecewa karena tidak sesuai dengan yang aku harapkan. Berkali-kali di tolak nyatanya aku masih saja berharap.

“Kenapa kemarin-kemarin lo larang gue pacaran padahal itu sama Raja, ya, meskipun gue gak bener pacaran sama dia,” kataku penasaran akan alasan Gara saat ini. Sebisa mungkin aku menekan rasa kecewaku.

“Karena saat itu belum waktunya lo pacaran,” jawab Gara yang membuatku menaikkan sebelas alis.

“Jadi maksud lo sekarang udah waktunya?” aku bertanya tanpa menghilangkan nada tak sukaku. Aku berpikir mungkin karena sudah ada Manda dan niatnya untuk balikan lagi, jadi Gara tidak lagi melarangku pacaran. Apalagi saat itu aku pernah bicara mengenai Gara yang tidak boleh dulu pacaran sebelum aku mendapatkan pacar. Apa mungkin karena alasan itu?

“Bukan gitu, lagi pula kan kalian baru dekatnya, masih jauh untuk jadian. Sekedar suka itu gak masalah, gue gak akan larang lo dekat sama cowok manapun termasuk Kak Ryan selama mereka gak buat lo nangis dan terluka. Gue cuma izinin lo berteman, bukan pacaran. Untuk itu urusannya beda lagi nanti. Gue harus terlibat untuk tahu seperti apa cowok yang akan menjadi pacar lo. Gue juga ingin lo bahagia, Vi. Ada seseorang yang lo sukai dan menyukai lo setidaknya itu bisa menambah semangat lo untuk sembuh. Dan gue mengharapkan kesembuhan lo.” Terang Gara panjang lebar, kedua matanya memancarkan kesungguhan.

Aku hanya tersenyum tipis, kemudian kembali menyuapkan salad buah yang Kak Mawar siapkan. Tidak menanggapi kalimat panjang Gara. Terlalu sesak karena nyatanya aku benar-banar tidak bisa membuat Gara cemburu. Tentu saja, karena bukan aku yang cowok itu cintai.

VioletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang