Changkyun masih terdiam semenjak kalimat terakhir yang ia ucapkan, sama dengan Jooheon. Bedanya jika Changkyun diam dengan pandangan kosong, Jooheon diam karena mati-matian menahan air matanya hingga matanya memerah.
"A-apa..." suara Jooheon tercekat. "Apa sungguh tidak ada harapan lagi Kyun?"
Changkyun masih tetap diam sementara genggaman Jooheon pada tangannya mengerat.
"Aku minta maaf Kyun... Untuk semua yang telah kulakukan di masa lalu... Kau bahkan selalu ada untukku di masa sulitku tapi yang kulakukan malah meninggalkanmu dan melangkah sendirian..."
"Aku menyesal Kyun..." Jooheon menundukkan kepalanya. "Jika aku bisa kembali ke masa itu, aku lebih memilih untuk tidak meraih kesuksesan seperti sekarang dan hidup apa adanya denganmu, tidak meninggalkanmu, menjadi orang pertama yang akan membantumu ketika morning sickness mu mengganggu, menjadi orang pertama yang ada di sampingmu ketika Chan menendang untuk pertama kalinya, menjadi suami yang senantiasa ada ketika kau mengidam, menemani mu ke dokter kandungan dan tidak membiarkanmu merasa terbuang."
"Apa... sungguh tidak ada harapan lagi untukku? Agar aku bisa memperbaiki kesalahanku di masa lalu?"
Jooheon menumpukan keningnya pada genggaman tangan mereka dan air mata itu jatuh menetes mengenai punggung tangan Changkyun.
"Aku yang bodoh..." ucap Jooheon dengan suara seraknya. "Aku yang bodoh karena waktu itu lebih memilih untuk mengejar harta hingga berakhir menelantarkanmu dan Chan."
Changkyun menunduk, menatap pundak Jooheon yang bergetar. Bergerak, Changkyun turun dari sofa, berlutut di hadapan Jooheon kemudian menarik mantan suaminya yang menangis itu ke dalam pelukannya.
Lelaki manis itu pikir, tidak ada salahnya mengalah bukan? Untuk apa mengutamakan ego jika hati berkata sebaliknya? Masalah tidak akan selesai jika Changkyun tetap mempertahankan egonya.
Otak Changkyun boleh saja mengatakan untuk menghapus memori lama diantara mereka, namun hati Changkyun berkata untuk mempertahankan bahkan mungkin membuat memori baru ke depannya.
Dan kali ini, hati Changkyun menang.
Diangkatnya wajah Jooheon kemudian ditangkupnya dengan kedua tangan mungilnya. Ibu jarinya bergerak untuk menghapus air mata di pipi Jooheon.
"Mungkin... orang lain berkata bahwa aku bodoh." Senyum Changkyun mengembang. "Tapi dari dulu sampai sekarang, aku percaya padamu. Aku percaya pada kita."
Changkyun kemudian mengecup ujung hidung Jooheon dan tersenyum manis.
"Jadi... bisa kan aku mempercayakan hatiku padamu lagi?"
"Kyun..."
"Ini kesempatan terakhirmu. Aku tidak mau memberikan kesempatan lainnya lagi."
Jooheon langsung mengangguk kuat. "Aku hanya butuh kesempatan ini... Aku... a-aku akan melakukan semua untuk menebus kesalahanku! Aku-"
CUP!
"Aku mencintaimu... Dulu... sekarang... hingga nanti." Changkyun tersenyum setelah mengecup bibir Jooheon.
Jooheon tersenyum kemudian memberanikan diri untuk balas mengecup bibir pink Changkyun. Merasa tidak mendapat penolakan, Jooheon pun mulai melumat bibir atas dan bawah Changkyun yang menjadi candunya bergantian. Ciuman mereka terlepas saat Changkyun menepuk pelan dada Jooheon. Kening keduanya menyatu dengan senyuman yang tidak luntur dari bibir masing-masing.
"Aku merindukanmu Kyun... Sangat merindukanmu... Tuhan yang tahu seberapa banyak aku menyesali kebodohanku dan seberapa besar aku merindukanmu..."