O2. Pameran Lukisan

688 89 10
                                    

Seorang pria berkaos abu-abu menenteng jaket hitam bertudung sambil berlarian menjauh dari area parkiran menuju ke sebuah gedung yang disewa untuk sebuah pameran lukisan yang diadakan tiap satu tahun sekali. Sesekali juga dia membenarkan letak tas selempangnya yang terselempang di badannya.

Ngomong-ngomong dia datang kemari bukan untuk menikmati lukisan seperti para pengunjung pameran pada umumnya. Tapi dia datang kemari benar-benar hanya karena Ayahnya. Ayahnya memang bukan pelukis terkenal atau pria yang cinta pada seni lukis. Dia diminta oleh Ayahnya datang kemari pun hanya lantaran dia harus menjemput pamannya. Pamannya yang sengaja datang dari luar kota hanya untuk mengunjungi pameran lukisan ini.

Namanya Dhanu, pamannya yang berusia lebih tua beberapa bulan saja darinya.

Menurut informasi yang Ayahnya berikan kepadanya, katanya Dhanu sudah di pameran sejak satu jam yang lalu. Kemudian dia meminta tolong kakaknya agar mengutus anaknya tersebut untuk menjemputnya di gedung pameran lalu menemaninya berkunjung ke restoran untuk mengisi perut. Ya, sebagai warga luar daerah dia membutuhkan tour guide kan? Maka dia pun menunjuk ponakannya dengan meminta bantuan dari kakaknya. Sebab Dhanu tahu, bahwa pantang bagi ponakannya untuk tidak melaksanakan perintah Ayahnya.

"Maaf Mas, bisa tunjukkan tiketnya"

Pria berambut hitam legam itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Mada langsung menghela napasnya kasar saat dia ditahan oleh seorang penjaga pameran tepat di depan pintu masuk gedung.

"Nggak punya tiket, Mas" jawabnya kelewat malas. Jujur saja, diminta oleh Ayahnya datang kemari menjemput pamannya ditengah kesibukannya benar-benar berhasil membuatnya kesal, ditambah oleh penjaga pameran ini yang agaknya sulit untuk diajak kerjasama.

"Kalau begitu Mas dilarang masuk ke dalam"

Sudah dia duga. Penjaga pameran tersebut sulit untuk diajak kerjasama. Menyebalkan sekali memang.

"Yah, jangan gitu dong Mas, lagian saya kesini cuma mau jemput orang kok bukan mau liat lukisan" katanya memberikan alasan yang sebenarnya. Bahwa tujuannya datang ke pameran ini benar-benar hanya karena ingin menjemput pamannya. Yah, meskipun Mada mantan anggota eksul tari saat SMA dulu yang mana tari juga termasuk kategori seni, tapi untuk lukisan sendiri Mada tidak begitu tertarik. Dan seharusnya alasan tersebut cukup kan untuk membuat Mada bebas keluar masuk gedung pameran tanpa perlu tiket.

"Saya nggak terima alasan klise seperti Mas ini"

Mada berdecak frustasi mendengar ucapan penjaga pameran tersebut yang benar-benar mengira dirinya ini hanyalah seorang oknum yang melakukan tindakan penipuan agar bisa masuk pameran tanpa perlu membayar. Mada menghela napasnya kasar kemudian segera mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Dia pun memilih untuk menghubungi Dhanu dan meminta Dhanu untuk keluar dari gedung pameran saja, mengingat Mada di larang masuk ke dalam. Salah Ayahnya dan Dhanu juga yang tidak memberikan tiket untuk Mada. Mada jadi repot kan sekarang.

Mada berdecak kesal begitu Dhanu tidak mengangkat telepon darinya. Sebetulnya kemana Dhanu? Kenapa sulit sekali dihubungi?

"Angkat dong, Mas" gerutu Mada saat dia berusaha menghubungi Dhanu untuk yang kesekian kalinya. Ya, Mada memang terbiasa memanggil Dhanu dengan embel-embel 'Mas' alih-alih menggunakan embel-embel 'Om'. Itu semua atas permintaan Dhanu sendiri. Katanya akan terdengar tua kalau dia dipanggil Om oleh Mada yang notabenenya berusia sepantaran dengannya.

Mada berdecak pelan untuk yang kesekian kalinya saat lagi-lagi Dhanu tidak mengangkat panggilan darinya. Mada pun kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jeans-nya.

Kemudian Mada kembali melirik pria penjaga pameran yang mulai sibuk dengan ponselnya mengabaikan dirinya. Mada kemudian menggulirkan bola matanya ke arah pintu yang terbuka lebar. Hasrat untuk menerobos masuk memenuhi hati dan pikiran Mada, menguasai diri Mada, membuat Mada ingin melakukan hal nekat yang sejujurnya sudah dia lakukan sejak tiga detik yang lalu.

[1] ANKARHADA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang