42. Thanks

385 46 14
                                    

Yang bisa kukatakan hanyalah terimakasih dan terimakasih.
Kau mengajarkanku apa itu penantian dan rasa cinta.
Terimakasih.

---(Thanks - Seventeen)---

.
.
.
.

Eka berlari tergesa-gesa menuju ruang rawat inap Lian. Dia baru saja mendapatkan kabar dari Nana kalau Lian sudah sadar. Eka bersyukur sekali dia masih berada di area rumah sakit tepatnya berada di parkiran rumah sakit. Sehingga dia bisa lebih cepat sampai ke ruang rawat Lian.

Ngomong-ngomong Eka memang sengaja datang kemari untuk menjenguk Lian sepulang dari kampus. Semenjak Lian dirawat Eka nemang tidak pernah bisa berhenti memikirkan Lian. Alhasil dia selalu ingin kembali ke rumah sakit dan bisa memegang tangan Lian berharap Lian akan segera sadar dan menjadikannya orang pertama yang dilihat Lian ketika sadar, ya, meskipun pada akhirnya bukan Eka yang menjadi saksi terbukanya kelopak mata Lian setelah berhari-hari tidak sadarkan diri. Walaupun harapannya tidak terwujud, jauh dilubuk hati Eka, Eka tetap merasakan yang namanya bahagia dan lega. Rasanya seperti baru saja melepaskan tali yang mengikat seluruh bagian tubuhnya.

Eka memegang kenop pintu. Napasnya tersengal-sengal setelah dia berlarian dari parkiran rumah sakit sampai dia sampai di sini. Eka menatap pintu kamar rawat Lian sembari mengatur napasnya. Dirasa sudah cukup tenang, Eka pun segera mendorong kenop pintu itu ke bawah.

Cklek!

Sreett~

Eka mendorong pintu kamar rawat Lian lebar-lebar. Dia membuka mulutnya setengah melihat pemandangan dihadapannya yang jauh dari segala ekspektasinya. Eka pikir akan ada Nana dan Gery yang berdiri di sisi Lian lalu menangis terharu melihat anak mereka yang pada akhirnya bisa sadar juga memutus segala pikiran negatif di kepala mereka perihal keadaan anak bungsu mereka sejak beberapa hari yang lalu. Tapi sungguh, yang Eka lihat sekarang ini benar-benar berbanding terbalik dengan ekspektasinya. Oke, Eka harusnya sadar juga sih kalau dia hidup di dunia nyata bukan dunia film atau sinetron yang dipenuhi hal tidak masuk akal.

Bahu Eka turun dengan lemas. Semangatnya ingin segera bertemu Lian sebagian tersapu angin melihat Lian yang memang sih sudah sadar hanya saja sekarang dia tengah sibuk melompat-lompat di atas ranjang pesakitan sambil memakan es krim. Pemandangan yang tidak pernah Eka pikirkan akan dia lihat ketika dia mendapatkan kabar bahwa Lian sadar. Memang sih Lian masih bocah tapi masa sih baru sadar dia sudah makan es krim.

"Lian kok malah makan es krim sih" ujar Eka dramatis.

Lian sendiri hanya melirik Eka sekilas kemudian kembali sibuk memakan es krimnya. Hah, sia-sia sudah Eka berlarian dari parkiran sebegitu dramatisnya kalau objek yang ingin sekali Eka temui justru mengacuhkannya, dia malah sibuk dengan es krimnya. Dengan lesu, Eka pun menghampiri Lian yang sebenarnya dipegangi oleh Gery yang berdiri di sisi brankar agar Lian tidak terjatuh. Mau bagaimana lagi, Eka sudah terlanjur datang kemari, jadi ya sudah dia masuk saja ke dalam kamar rawat ini.

"Aa ini masa anak baru sadar di kasih es krim sih?"

Gery tersenyum tipis, "sadar dari pagi Ka, cuma Nana larang Aa kasih tau kamu katanya takut ganggu konsentrasi kamu yang tadi pagi pamitan kuliah" Eka mendengus sebal saat tahu kalau ternyata ini kerjaan Nana yang sengaja terlambat mengabarinya soal keadaan Lian.

"Ck, sadar tadi pagi juga harusnya Lian jangan dikasih es krim dulu, A" ujar Eka tetap kekeh kalau Lian seharusnya jangan makan es krim dulu.

[1] ANKARHADA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang