O6. Bayangan Di Malam Hari

505 76 1
                                    

Bagi Mada pertemuan pertama bukan menjadi patokan dirinya mengingat orang asing apalagi mengenalnya. Perlu beberapa kali pertemuan agar orang asing itu naik tingkat menjadi orang yang Mada kenal. Bukan karena Mada sombong tidak mau berusaha mengingat orang tersebut melainkan karena memang ingatan Mada saja yang agak terbatas serta sulit mengingat seseorang hanya dengan pertemuan pertama saja.

Makannya karena memorinya itu juga orang-orang kerap kali mengenal Mada tapi Mada justru tidak mengenalinya. Tidak heran juga kalau Rhana dan Eka sampai mengejek Mada dengan mengatakan kalau Mada itu ganteng tapi sayangnya pikun. Yah, satu minus untuk seorang Mada yang mungkin menjadi satu alasan kuat kenapa Mada jomblo sampai detik ini. Itu menurut pandangan mereka tentu saja.

Mada jelas tidak begitu perduli dengan pendapat Rhana dan Eka, baginya alasan dia menjomblo bukan karena kekurangannya tapi karena Mada memang sangat memilah wanita yang akan dia ajak untuk menjalin hubungan lagi setelah terakhir kali hubungannya kandas saat dia masih dibangku SMA. Dikatakan trauma tidak juga, tapi sederhananya Mada belum menemukan wanita yang lebih baik dari mantannya, wanita yang mungkin bisa menarik perhatiannya serta memiliki kemungkinan kecil untuk putus di masa depan.

Yah, terkadang mantan menjadi sebuah standar untuk seseorang mencari pendamping di masa depan kan? Bahkan kalau Mada boleh maruk, mantan Mada yang sudah begitu sempurna saja Mada rasa masih kurang, Mada membutuhkan yang jauh lebih sempurna darinya. Salah satu alasan itulah yang membuat Mada memegang status jomblo bahkan sampai detik ini.

Mada pikir di masa depan Mada akan mendapatkan sosok seperti yang dia harapkan. Tapi sampai dia sudah menginjak semester tengah pun belum ada tuh yang nyantol ke hati Mada. Yang suka sih banyak. Dari anak kedokteran yang rata-rata dari kalangan berada, anak-anak ilmu bahasa yang kerap kali mengirimkan secarik puisi yang dimasukkan ke dalam amplop berwarna merah muda, anak-anak hukum yang mengajak Mada mengobrol dimulai dari pembicaraan yang berat seperti tanggapannya terhadap demokrasi di Indonesia atau perihal hasil dari pemilu serentak di negera tercinta ini, sampai ke anak-anak jurusan teknik mesin yang kadang memulai obrolan dengan mengomentari motor ninja yang kerap kali Mada gunakan pulang pergi kampus. Untuk anak jurusan bisnis manajemen sendiri mereka tidak akan segencar itu mengejar Mada bahkan beberapanya ada yang sudah menyerah duluan karena Rhana, Eka dan Sadana yang diibaratkan sebagai bodyguard Mada. Ya, nyali mereka sudah ciut duluan kalau berhadapan dengan sahabat-sahabat Mada yang ajaib dan bermulut pedas.

Diantara mereka semua tetap tidak ada tuh yang membuat Mada tertarik. Seolah Mada masuk kategori pria gagal move-on. Padahal Mada yakin seratus persen kalau keputusannya dengan sang mantan dahulu kala adalah keputusan yang mantap dan baik bagi keduanya. Eungg—mungkin?

Lantas kenapa Mada masih jomblo sampai detik ini?

Entahlah, Mada pun tidak tahu.

Yang jelas, Mada tidak merasa khawatir kendati dirinya belum menemukan pendampingnya. Karena Mada percaya bahwa jodohnya pasti hidup di muka bumi ini, mungkin ada dibelahan dunia lain ---yang pasti bukan dunia astral--- yang untuk saat ini tidak Mada ketahui. Tapi Mada percaya bahwa jodoh akan datang padanya seiring waktu berlalu.

Kembali lagi ke permasalahan awal di mana memori Mada yang dianggap pikun oleh dua sahabatnya. Kalau boleh jujur Mada sebenarnya agak setuju dengan pendapat mereka. Mada merasakan sangat bagaimana perasaannya yang berubah tidak enak kala ada yang menegur sapa dirinya tapi Mada malah tidak mengingatnya. Tapi ya mau bagaimana lagi, ingatan Mada memang sejelek itu, masih untung kalau ujian Mada mengingat materi yang dia pelajari tidak langsung dilupakan begitu saja, jadi nilainya masih masuk kategori aman sampai detik ini.

Oh iya, berbicara soal memori, mendadak Mada jadi mengingat soal wanita yang tidak sengaja dia temui di pameran lukisan kala itu. Mada tidak tahu apa yang salah dengannya, lebih tepatnya apa yang salah dengan memorinya, sampai-sampai dia bisa mengingat jelas bagaimana rupa wanita itu, bahkan pakaian, sepatu, kamera juga senyuman wanita itu. Seolah-olah Mada memang sudah sering kali bertemu dengannya, seolah-olah wanita itu sudah terlampau sering mampir ke memorinya, membuatnya berada diurutan pertama dalam tingkatan memori yang kuat di kepala seorang Mada.

[1] ANKARHADA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang