16. Kebetulan Demi Kebetulan

303 59 3
                                    

Mada menepikan mobil mewah miliknya di tepi area pemakaman. Karena memang tidak bisa dilalui oleh kendaraan alhasil setelah ini Mada dan keluarganya akan melanjutkan perjalanan mereka dengan berjalan kaki menuju ke makam Sang Bunda yang telah tenang di alam sana.

Ngomong-ngomong Mada memang sudah bisa menyetir mobil, bahkan sebenarnya Mada sudah diberikan mobil pribadi oleh Ayahnya sendiri, tepatnya mobil sedan mewah berwarna hitam. Hanya saja Mada itu sangat jarang menggunakan mobilnya tersebut dan hanya akan menggunakannya di saat-saat yang penting saja. Contohnya ketika mereka berziarah ke makam sang Bunda seperti ini. Kalau pakai motor kan ribet, masa harus bonceng tiga, jadi lebih baik menggunakan mobil saja kan.

Mada keluar dari mobil mewahnya disusul oleh sang Ayah dan Rahes. Mereka sama-sama memakai pakaian serba hitam. Yang membedakan adalah dirinya dan Rahes yang memakai kacamata hitam sementara Ayah tetap memakai kacamata minusnya. Rahes menjadi satu-satunya orang yang membawa keranjang berisi bunga dan botol berisi air. Mereka pun tampak berjalan bersama menuju ke makam Bunda dengan Ayah yang memimpin di depan.

Mada mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Hari ini hanyalah hari biasa. Wajar sekali jika area pemakaman cenderung sepi. Mungkin belum musimnya orang berziarah meskipun terlihat beberapa orang yang sibuk berdoa di sisi makam, mendoakan yang sudah tiada.

Mada dan keluarganya berhenti di area makam Bundanya. Ayah berjongkok di sisi makam sebelah kanan sementara Rahes dan Mada di seberangnya.

Rahes membersihkan makam Bundanya sama seperti Mada baru setelah itu mereka menaburkan bunga ke atas makam tersebut sementara sang Ayah sibuk membersihkan nisan dengan air yang Rahes bawa tadi.

Semilir angin berembus bersamaan dengan beberapa bunga Kamboja yang ditanam disekitar area pemakaman yang berjatuhan, memberi warna berbeda untuk dataran yang didominasi oleh warna hijau ini. Area pemakaman ini terletak cukup jauh dari area jalan besar membuat kesenyapan di tempat ini jauh lebih kentara.

Sejujurnya ini kali kesekian Mada dan keluarganya datang berziarah di saat hari-hari biasa---diluar ziarah wajib yang selalu dilakukan tiap hari raya atau hari-hari spesial lainnya. Selalu disaat keluarganya baru diterpa masalah atau ketika mereka rindu sang bunda.

Mada menoleh ke sisi kirinya saat Rahes tiba-tiba saja terisak. Tentu saja kesenyapan di tempat ini membuat Mada bisa mendengarnya, meskipun Mada tahu bahwa Rahes sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan isak tangisnya itu.  Mada membersihkan kedua tangannya yang sedikit kotor kemudian mengusap bahu Rahes. Rahes semakin menundukkan kepalanya dalam-dalam, tadinya di momen ziarah kali ini Rahes hanya ingin meminta maaf pada Bundanya karena lagi-lagi membuat masalah dan kecewa banyak orang, tapi yang terjadi setelahnya Rahes malah menangis tanpa bisa ditahan-tahan lagi. Rasa rindu yang tadinya tidak begitu kentara, tidak Rahes sadari tiba-tiba saja menyesakkan dadanya, memaksa Rahes untuk mengeluarkan cairan bening yang sangat jarang menetes dari pelupuk matanya ini.

Rahes memang cenderung anak yang jahil dan ceria. Bagi semua orang yang baru mengenal seorang Rahes, kesan pertama mereka pasti semacam itu, malah ada juga yang mengira bahwa Rahes adalah contoh manusia yang ditakdirkan tidak memiliki suatu beban masalah, membuat banyak orang iri terhadapnya dan berakhirlah dengan munculnya kubu 'orang yang menyukai Rahes' dan sebaliknya. Meskipun faktanya hidup Rahes tidak benar-benar bebas dari yang namanya beban.

"Rahes kangen Bunda" lirih Rahes. Kedua tangannya meremat kedua lututnya dengan erat, dalam imajinasi yang tentu saja mustahil untuk menjadi nyata, Rahes membayangkan bahwa sekarang Bundanya tengah memeluknya. Lagi, tetesan air mata itu membasahi pipinya.

Ayah menghela napasnya pelan, tidak tega sebenarnya ketika melihat anak bungsunya akan menangis dan mengatakan hal yang sama. Bunda  meninggal di usia Rahes yang sangat muda, dirinya bisa membayangkan seberapa rapuhnya Rahes dulu, begitupun dengan sekarang. 

[1] ANKARHADA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang