34. Pelajaran Berharga

247 52 10
                                    

Sadana menaruh tas selempangnya ke atas pangkuannya kemudian mengeluarkan sebuah buku tentang bisnis setebal tiga centimeter dari dalam tas selempangnya. Dia membuka buku yang dia beli beberapa Minggu lalu namun baru sempat dia baca di hari ini lantas meneliti bagian 'daftar isi' sembari menggigiti bibir bagian atasnya.

Selesai membaca bagian 'daftar isi', ia langsung membalikkan halaman dalam tempo lambat sampai ke halaman 153. Jari tangan Sadana yang menyentuh permukaan buku tersebut akan bergerak turun menuju paragraf yang belum dia baca.

Sekarang ini Sadana benar-benar asik dengan dunianya sendiri ---membaca memang salah satu hobinya--- sampai tidak menyadari kehadiran teman-temannya yang lain yang mulai mengisi bangku-bangku kosong di kelas ini. Ya, sekarang Sadana memang berada di kelas. Kebetulan hari ini dia memiliki jadwal kuliah pagi. 

"Pagi Sa"

Sadana mendongakkan kepalanya, sempat merasa terkejut sebenarnya saat kelas ternyata tidak sesepi sebelumnya, dia menggulirkan bola matanya hingga menangkap presensi seorang pria jangkung berambut hitam dengan bola mata besar seperti bola mata kelinci terlihat berjalan ke arahnya dengan senyuman ramah terpatri di wajahnya.

Nama pria itu adalah Bayu, salah satu mahasiswa yang terkenal cerdas dan memiliki bakat menyanyi yang baik, dia juga pernah beberapa kali memperlihatkan bakat menyanyinya di kafe miliknya dan Adrian. Setiap malam Minggu memang 'Friends Coffee' menyediakan hiburan bagi para pengunjung secara khusus. Biasanya diisi oleh penampilan menyanyi secara sukarela oleh teman-teman Adrian atau Sadana, kalau-kalau tidak ada yang mengisi hiburan di malam Minggu biasanya Lucy lah yang akan dengan senang hati mengisi kekosongan tersebut dengan menyanyikan beberapa lagu mengingat Lucy memang pandai bernyanyi sejak masih kanak-kanak.

"Pagi juga Bay"

"Tumben lo sendirian, satunya mana?" Tanya Bayu setelah dia mendudukkan dirinya di atas kursi yang terletak di sisi kiri Sadana. Bayu melirik Sadana yang kembali fokus membaca bukunya mengabaikan pertanyaannya tadi. Sialan sekali, padahal Bayu menunggu jawaban Sadana. Bayu merogoh saku jaketnya, begitu dia menemukan sebuah permen kemudian dia langsung melemparnya ke arah Sadana.

Tak!

"Aduh" Sadana mengusap kepalanya yang menjadi sasaran empuk lemparan permen Bayu. Meskipun hanya sebuah permen tapi Sadana tidak bohong kalau rasa sakitnya mirip seperti dilempar batu. Sadana melirik Bayu kesal, tapi sebelum dia mengatakan kalimat penuh kekesalan akibat dari ulah Bayu tadi, Bayu sudah lebih dulu membuka suara.

"Bapak Sadana yang terhormat gue dari tadi nanya elu" geramnya.

"Emang lo tadi nanya apa Bay?" Sadana benar-benar tidak tahu kalau Bayu sempat mengajukan pertanyaan padanya tadi.

Bayu berdecak sebal, "budeg lo"

"Gue nggak nyimak Bay, bukan budeg" ucap Sadana membenarkan.  Toh, memang pada kenyataannya begitu. Sadana tidak benar-benar menyimak perkataan Bayu tadi.

"iye iye. Tadi gue nanya itu Si Gajah Duduk kemana? Kursinya masih kosong tuh"

Sadana tampak mengikuti arah tunjuk Bayu yang mengarah ke bangku di sisi kanannya yang dalam keadaan kosong. Sadana pun langsung melihat jam dipergelangan tangannya sejenak sebelum dia menjawab pertanyaan Bayu dengan gelengan kepala.

"Yakin nggak tau?" Tanya Bayu memastikan. Bukannya apa-apa, Sadana itukan sahabat Mada yang biasanya itu tahu apapun soal Mada.

[1] ANKARHADA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang