33. Dua Wanita, Satu Harapan

237 56 0
                                    

Note : Visualisasi untuk 'Icha' adalah Jisoo Blackpink karena pas dengan karakter yang kubuat.

Selamat membaca~

.
.
.
.

---Sudut Pandang Arumi---

Cklek!

Hening seketika menyapa Arumi ketika ia membuka salah satu pintu ruang rawat yang memperlihatkan ruangan serba putih yang hanya diisi oleh satu ranjang pesakitan, peralatan medis, sebuah sofa dan sebuah kursi di sisi ranjang pesakitan.

Arumi menghela napasnya berat sebelum dia melangkahkan kakinya dengan gontai masuk ke dalam ruang rawat tersebut. Arumi menghentikan langkahnya tepat di belakang jendela ruang rawat yang memperlihatkan pemandangan di luar sana saat malam hari. Tepat di balik punggungnya seorang anak berusia lima tahun setia memejamkan matanya dengan erat. 

Malam ini adalah malam pertama Naja di rawat di rumah sakit karena tragedi penculikan itu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kondisi Naja sekarang ini. Naja juga sudah sadar dua jam yang lalu dan sekarang dia sedang istirahat. Kemungkinan juga besok Naja sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, ya, hanya butuh sedikit pemantauan saja. Jika ternyata tidak ada gejala-gejala yang berbahaya yang diakibatkan dari makanan yang di dalamnya mengandung bahan berbahaya yang sempat Naja makan, maka Naja bisa pulang lebih awal dibandingkan Lian yang bahkan sampai detik ini belum juga sadar.

Arumi mengangkat tangannya sampai sejajar dengan wajahnya. Di sana sebuah surat berbalut amplop berwarna merah muda digenggam erat olehnya. Arumi menatapnya dengan begitu sendu. Surat itu adalah satu-satunya benda yang Arumi simpan sejak empat tahun yang lalu. Bukti awal mula dirinya dan Mada resmi berpacaran.

Sebelum kejadian siang tadi terjadi Arumi selalu merasa bahagia hanya dengan melihat surat itu, tapi sekarang Arumi merasa begitu membencinya.

Arumi menjatuhkan kedua lengannya dengan lemas saat lagi-lagi ia merasakan sakit dihatinya sama seperti apa yang hatinya rasakan saat siang tadi.

Saat 'dia' dengan tega mengatakan dengan begitu tegasnya bahwa hubungan yang mereka jalani dulu hanya sebatas kesalahan.

Saat 'dia' dengan tega memintanya untuk jangan dekat-dekat lagi dengannya.

Dan saat 'dia' dengan tegas menyuruhnya untuk melupakan perasaannya terhadapnya.

Tidak, bukan sekedar perasaannya. Tapi perasaan bodohnya terhadap pria itu.

Arumi benar-benar tidak mengerti di mana letak kesalahan yang 'dia' maksud? Bahkan selama mereka menjalin hubungan Arumi selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya. Tapi hanya karena 'dia' berhasil menemukan wanita yang 'dia' cintai, di mana rasa sayangnya melebihi rasa sayang padanya yang hanya sebatas rasa sayang seorang kakak pada adiknya, 'dia' dengan tega menganggapnya begitu.

Kesalahan?

Omong kosong!

Arumi masih sadar saat Mada dengan sepenuh hati memberikan kebahagiaan, harapan dan kasih sayang padanya empat tahun lalu, sejak dia berada dibangku kelas dua semester satu. Ya Arumi mengingatnya dengan jelas. Sampai Arumi terus jatuh dan terjatuh semakin dalam pada rasanya itu. Sampai saat dia duduk di bangku kelas tiga, kata 'putus' itu tercetus dari bibir Mada tanpa bisa dibantah bertepatan dengan Mada yang lulus SMA lalu Mada seolah menghilang dari hidupnya begitu saja, Arumi tetap orang yang sama yang mencintai Mada dengan apa adanya bahkan bukannya berkurang rasa cinta itu semakin bertambah besar dari hari ke hari.

Hanya dengan memikirkan Mada Arumi bisa terus jatuh cinta seperti saat pertama kali dia melihat senyuman manis Mada di rumah kala Mada tengah bermain bersama Naja di ruang keluarga. Senyuman yang selalu berhasil membuat hatinya berdesir dan seolah-olah bisa membuat dirinya yang semula layu kembali mekar lagi.

[1] ANKARHADA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang