17. Luka

333 58 6
                                    

Mada membalurkan alkohol pada sebuah kapas sambil sesekali melirik Riana yang hanya terdiam membisu sembari menatap lurus ke depan sana, tepatnya pada sebuah air mancur yang terletak di pusat taman. Ya, sekarang mereka berdua ada di taman yang terletak tidak jauh dari area pemakaman tadi. Setelah membeli kotak P3K di apotek tadi, mereka pun memilih duduk di atas undakan tangga disalah satu area di taman yang lumayan luas ini karena Mada yang akan mengobati luka Riana.

Mada tampak memegang dagu Riana dengan tangan kirinya, "Tahan ya" ujarnya sebelum dia membersihkan luka disudut bibir Riana yang mulai mengering dengan kapas yang sudah dibaluri alkohol tadi.

"Shhh... a-akh..."

Mada mengernyitkan dahinya dalam-dalam merasa tidak tega saat Riana terang-terangan meringis kesakitan seperti itu, "Lagian lo kenapa sih bisa sampe luka-luka begini?" Tanya Mada.

"Shhh, nggak apa-apa kok Ma---DAAAA" teriak Riana terkejut bukan main dengan rasa perih yang dia rasakan. Lalu secara refleks Riana menjauhkan tangan Mada yang tengah mengobati luka disudut bibirnya tersebut.

"Maaf ya aku teriakin kamu, soalnya ini perih ba---" ucapan Riana dibiarkan menggantung begitu saja saat Riana menolehkan kepalanya ke arah Mada, lantas dia kembali dibuat terkejut dengan pemandangan dimana Mada yang terus menatap tangannya yang digenggam erat oleh Riana karena refleks Riana tadi.

Mada tampak menggulirkan manik hitamnya ke depan, menatap bola mata Riana yang juga tengah menatapnya. Mereka berdua terlibat saling tatap selama beberapa saat seolah tersedot ke dalam dunia mereka masing-masing.

Mada sadar bahwa pertemuannya dengan Riana selalu diawali oleh kebetulan dan selalu begitu. Bagi Mada, Riana terlalu misterius untuk menjadi bagian dari lingkaran pertemanannya, tapi entah kenapa sisi misterius Riana ini malah membuat Mada lebih ingin tahu lagi segala hal tentang Riana. Bukan hanya sebatas pertemuan tanpa sengaja seperti ini.

Mada juga ingin sekali menjadi orang pertama yang tahu apa penyebab luka-luka yang Riana dapatkan. Meski lagi-lagi kenyataan menamparnya, mengatakan dengan jelas bahwa dia tidak lebih dari sekedar orang asing bagi Riana. Bahkan kebetulan demi kebetulan pun tidak serta-merta membuat gerbang dunia mereka terbuka satu sama lain.

Sementara itu, di luar segala sudut pandang seorang Mada, bagi Riana, di detik ini Mada seolah memperlihatkan semuanya. Tentang ketulusannya yang masih terasa ambigu di mata Riana juga tentang seberapa khawatirnya dia yang terlalu berlebihan bagi seukuran seorang teman baru dihidup Riana.

Rona kemerahan pun mulai menjalar di pipi Riana. Riana mengerjapkan kelopak matanya dalam tempo cepat mulai merasa sedikit aneh dengan perasaannya yang entah bagaimana caranya terasa menghangat dengan fakta yang baru dia tahu. Bahwa Mada memang selalu berlebihan jika itu menyangkut tentangnya.

Riana tampak mendorong pelan tangan Mada, menjauhkannya dari wajahnya sebelum dia melepaskan genggamannya pada tangan Mada.

"U-udah ya Da, sakit soalnya" gumam Riana. Riana membuang muka ke arah lain, berusaha menutupi perasaan salah tingkah yang mendadak muncul di dirinya.

Mada tersenyum tipis melihat Riana yang justru bertambah manis saat rona kemerahan tersebut memenuhi pipinya. Mada pun kembali memegang dagu Riana kemudian menariknya perlahan-lahan membuat Riana lagi-lagi terkejut. Kedua tangan Riana meremat dress-nya yang panjangnya menutupi lututnya. Tidak tahu kenapa, rasanya Riana ingin sekali berteriak kegirangan, padahal Riana yakin sekali bahwa apa yang Mada lakukan hanyalah bentuk perhatian dan sisi lembut yang mungkin kerap kali diperlihatkan oleh seorang teman. Entahlah, Riana tidak bisa memastikan. Riana yang notabennya hanya memiliki satu teman dan itupun cukup bar-bar  membuat Riana tidak begitu tahu apa-apa saja yang umum dilakukan oleh seorang teman kepada temannya.

[1] ANKARHADA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang