Pemandangan begitu cerah hari ini, aku memasang senyum di wajah seharian dari tadi pagi. Sedangkan Eric sibuk menyapa rekan bisnis dan rekan politiknya di ulang tahun pernikahan kami yang ke delapan. Aku menyipitkan mata melihat luka ditangan Eric yang tidak biasa, menyelidik apa yang sebenarnya terjadi padanya, dia menyadari jika aku sedang menatapnya.
Dia menghampiriku sambil tersenyum memperlihatkan semua giginya, tangannya memegang pinggangku setelah sampai di depanku. "Kau memiliki hutang padaku, Mr Strife." bisikku padanya.
"Apa aku harus memberikan semua hartaku untuk melunasi hutangku, Mrs Strife?" bisiknya.
Aku meraih tangannya dari pinggangku yang dibalut oleh perban putih, sedikit memerah disisinya. "Apa yang terjadi?"
Dia menghela napas. "Seorang rekan bisnis." matanya menatap malas. "Mr Sephiroth."
"Ah ya, dia salah satu pebisnis terbesar di Seattle." aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi. "Kau berkelahi dengannya?"
"Hmmm." Dia menjawab dengan malas.
"Eric?" aku meminta jawaban yang lebih panjang. "Hmmm? Yes or No?"
"Ya, istrinya sedang hamil dan dia tidak menginginkan anak itu, aku rasanya ingin membunuhnya." Terlihat kobaran api dimata Eric. "Aku teringat saat kau hamil dan melahirkan, bahkan membuatku trauma untuk memiliki anak lagi."
Tanganku beralih ke pipinya. "Bisa-bisanya dia mengabaikan istrinya."
"Lalu?" apa yang dia lakukan?"
"Aku tidak tahu bahwa dia hilang ingatan." Jawabannya membuat mulutku terbuka saking terkejutnya.
"Kau memukulnya?" aku menggeleng pelan.
"Hampir. Tapi aku berhasil mencekiknya."
"Eric...."
"Tanganku terluka karena memukul kaca, aku benci laki-laki pengecut."
"Oh Tuhan, aku baru saja berpikir kau membunuh orang."
"Dia bukan orang sembarangan, sayang. Ada banyak orang yang akan menghajarku sebelum dia mati."
Aku tertawa. "Bagaimana bisnismu dengannya?"
Dia menghela napas. "Berjalan seperti biasanya, aku meminta maaf. Terlalu emosional, tapi dia menyadari kesalahannya." Eric menatapku lembut. "Aku hanya bilang jangan pernah sia-siakan orang yang masih ada disamping kita. Kita tidak akan pernah tahu kapan Tuhan ingin kita berpisah dengannya."
"Oh, Eric. you' re a good man."
"I love you."
Aku tersenyum mendengar ucapan cintanya lalu mencium tangannya. "I love you too."
Kulihat Alexander sedang duduk manis bersama ketiga Grannynya di meja bundar berwarna putih. Ya, Alexander mendapat limpahan kasih sayang dari banyak orang. Camelia, Ibu, dan Mrs Austine selalu memanjakannya, bahkan Alexander selalu dibela oleh mereka jika dia tidak kuberikan sesuatu yang ia minta.
Sedangkan Dad dan Abraham berlomba-lomba mengajarkan Alexander hal-hal baru, bahkan Dad selalu mengajak Alexander untuk melakukan hal-hal ekstrim yang terkadang membuat jantungku hampir copot, sedangkan Eric begitu protektif terhadap Alexander saat bermain bersama Dad.
"Aku akan menghampiri Mr Lincoln." Bisik Eric sebelum meninggalkanku.
"Apa yang kau lihat?" tanya laki-laki yang memegang minuman disebelahku, dia melihat kearah sesuatu yang kulihat. "Oh, keponakanku yang tampan."
"Mark, sebaiknya kau segera menikah Amber dan memiliki anak daripada kau terus menerus ikut memanjakan Alexander." Aku meliriknya dengan kesal.
"Amber masih belum menerima lamaranku." dia melirik ke arah wanita cantik yang sedang mengambil minuman di pojok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Life
RomanceMATURE CONTENT. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA [ 21+ ] Dia mendekat ke arahku, bagai dewa kematian yang siap menjemputku. Auranya dingin, menakutkan, dan begitu gelap. kata-kata itu sangat cocok untuk disematkan pada dirinya. Aku seperti pernah melihatny...