"Jane, kau harus bangun!" Aerith, Lily, dan Leo sudah berada di kamarku. Mereka berusaha menggoyangkan tubuhku agar aku bangun dari tidurku.
"Aku mengantuk."
"Kita harus pergi ke New York! Itu akan memakan waktu lama, Jane." Ucap Lily yang berada diatas kasurku.
"Mr. Strife, bisa tiba-tiba menggantimu jika kau terlambat." Tambah Aerith.
"Biarkan saja." Ucapku dibalik selimut.
Plak!
"AW!" Aerith memukul pantatku, membuat ku membuka selimut.
"Anak nakal! Aku sudah pernah bilang kau tidak boleh berubah pikiran lagi mengenai ini."
Aku mengacak-acak rambutku. "Aku tidak mau!!!"
"Kau kenapa sih?!!" Tanya Leo. "Apa yang menganggumu?"
"Arghhhh.... aku tidak bisa bertemu dengannya." Teriakku frustasi.
"Ada apa diantara kalian? Apa ada sesuatu terjadi saat pesta kemarin?" Tanya Aerith.
Aku memicingkan mataku padanya. "AKU YANG HARUSNYA TANYA KAU KEMANA?! HAH?!"
Aerith seperti terbatuk-batuk, aku mengerutkan kening. "Sesuatu sudah pasti terjadi padamu."
"Cepat, Jane! Kau harus bersiap!" Ujar Aerith mengalihkan pembicaraan.
"Apa kau bertemu pangeran tampan?" Ujarku padanya.
"Apakah benar?" Tanya Leo juga ikut penasaran.
"Apakah dia tampan?" Tambah Lily.
"Pantas saja aku menunggu kalian bersama Lily, kalian berdua ini bahkan tidak mengabari kami jika pulang bersama yang lainnya."
"AKU TIDAK!" Ujarku cepat.
"Masa?" Ledek Lily.
Aku berdiri untuk memutuskan pembicaraan ini. "Aku akan segera mandi, kalian tunggu aku di ruang make up."
Mereka tersenyum bersama. "Baiklah."
Aku menunggu seseorang di ruang tamu yang besar, jantungku berdegup kencang, aku sudah mengacak-acak rambutku dan menggelengkan kepalaku berkali kali. Sial! Bagaimana semua ini bisa terjadi?!
Deheman seseorang dari arah belakang mengejutkan ku. Aku langsung berdiri kikuk merapikan rambut. Dia hanya mengenakan badrobe, rambutnya juga acak-acakan, kami begitu terburu-buru setelah terkejut menyadari apa yang terjadi.
Dia berjalan ke arahku, duduk di sofa tempat yang aku duduki tadi.
Aku memilih untuk duduk di sofa depannya. Kami berdiam cukup lama. Sampai akhirnya dia membuka suara.
"Jane..."
"Kau bisa lupakan soal ini." Aku memotongnya.
"Bagaimana?" Dia menatapku dengan datar.
"Lupakan." Ucapku memberanikan diri menatap matanya. "Dan gunakanlah bajumu!"
"Jane, kau juga hanya mengenakan bathrobe." Ucapnya mengarahkan pandangannya padaku.
Aku langsung menutup tubuhku dengan kedua tangan. Sial! Aku lupa.
"Aku akan mencari tahu siapa yang berani menjebakku." Ucapnya, matanya terlihat kilatan dendam.
"Siapapun itu, kau harus tutup mulut."
"Kau berharap aku bicara pada orang-orang bahwa aku yang memerawanimu?" Ucapnya masih dengan tatapan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Life
RomanceMATURE CONTENT. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA [ 21+ ] Dia mendekat ke arahku, bagai dewa kematian yang siap menjemputku. Auranya dingin, menakutkan, dan begitu gelap. kata-kata itu sangat cocok untuk disematkan pada dirinya. Aku seperti pernah melihatny...