**Jangan lupa taburan bintangnya**
Aku berjalan bolak balik di depan toilet, wajahku mungkin terlihat seperti hantu karena Leo dan Lily yang terus melihat khawatir ke arahku.
Ah ya, kami sudah kembali dari London dari tiga hari yang lalu dan sejak kejadian Eric menolong Isla yang terkilir aku belum berbicara padanya.
Aku selalu menghindar, tidak pernah ikut sarapan atau makan malam dengannya. Jika tidak sengaja bertemu aku akan pura-pura tidak melihatnya. Biarlah. Aku marah. Sangat marah. Mengingat bagaimana dia tidak mempercayaiku, bahkan didepan Isla dan Harry. Walaupun dengan bukti-bukti itu, bahkan aku ingat bagaimana Isla menyalahkanku yang berjalan tanpa mereka.
Pintu kamar mandi terbuka, kami melihat kearah wanita yang sedang memegang sesuatu di tangannya. Matanya berkaca-kaca, dia seperti akan menangis. Aku mendekatinya.
"Bagaimana?" Ujarku melihat kearah alat itu.
"i'm pregnant..." ucapnya lemas.
Aku melihat garis dua di alat itu, aku mengerti, aku pernah melihat dan mengetahui alat ini saat aku sedang main film.
"Ya Tuhan, Aerith!" Ucap Lily shock berpegangan dengan Leo. Kami begitu terkejut.
Aerith memelukku, menangis tersedu-sedu. Aku mengusap punggungnya pelan, aku tahu ini sesuatu yang berat untuknya. "Bagaimana dengan Bryant?" Suaranya seperti bisikan untukku.
"Aerith, tenang." Ucapku berusaha untuk menenangkannya. "Kita akan besarkan mereka bersama."
Dia menggeleng. "Aku mau mati saja."
"Aerith! Jangan pikirkan macam-macam." Ucapku melepas pelukannya dan menatap matanya. "Kita kedokter sekarang!" Aku segera bersiap-siap untuk mengantarnya ke dokter.
Aku mengenakan rok lace warna putih dan kemeja yang senada. Tak lupa membawa kacamata serta sepatu heels putih.
Leo dan Lily sudah menyiapkan mobil di bawah, aku dan Aerith turun dengan cepat. Eric melihat ku dari bawah tangga, aku hanya melewatinya, berjalan cepat ke arah pintu depan. Tumben sekali siang ini dia ada dirumah, biasanya dia pergi ke kantor. Dia bahkan juga tidak mencoba berbicara padaku? Jadi untuk apa aku berbasa-basi dengannya.
Leo menyetir dengan hati-hati, sepertinya dia tahu bagaimana cara memperlakukan orang hamil. "Apa kau mual?" Tanyaku Aerith.
Aerith menggeleng, tatapannya masih kosong. "Aku bahkan tidak menyadarinya Jane, aku kira hanya terlambat datang bulan seperti biasa."
Aku menggenggam erat jemarinya. "Tenang. Everything gonna be alright."
Dia menunduk. "Kalau ternyata benar...." dia menggeleng. "Sudah pasti benar aku hamil. Apakah aku harus bilang kepada Sam?"
"Tentu!" Ucapku. "Kau harus bilang padanya, dia berhak tahu bahwa ini adalah anaknya, tapi kau juga berhak menolaknya jika kau tidak memerlukan dia untuk bertanggung jawab."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Life
RomanceMATURE CONTENT. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA [ 21+ ] Dia mendekat ke arahku, bagai dewa kematian yang siap menjemputku. Auranya dingin, menakutkan, dan begitu gelap. kata-kata itu sangat cocok untuk disematkan pada dirinya. Aku seperti pernah melihatny...