TMP 02 : Trio Kampret

552 66 25
                                    

Sudah sebulan lebih semenjak Sebastian bersekolah di SMAN 1 Warior tepatnya di pelosok Jawa Barat. Banyak hal-hal seru yang dia lakukan bersama kedua teman kampretnya yakni William dan Hendrik. Keseringan bermain dengan mereka. Ketiganya dijuluki Trio Kampret!

Jam pelajaran dimulai. Meja belakang disatukan, ada yang memperhatikan dan ada juga yang jiwanya terbang ke antah berantah. Mereka bertiga khususnya William lebih memilih tidur, Hendrik memainkan pensilnya entah sedang berpikir atau sekadar bereksperimen, sedangkan Sebastian fokus ke depan.

"Oke anak-anak kerjakan lembar kerja siswa pelajaran Matematika halaman 123 pilihan ganda serta essai. Dikumpulkan hari ini juga. Sekian," ucap Bu Rena sembari memberi mereka tugas. Guru itu meninggalkan kelas. Semua murid tampak lesu.

"Woy bangun! Ada tugas," bisik Bastian kepada dua teman kampretnya.

Tidak ada jawaban. Dia tak memedulikan setidaknya dia sudah memberitahu mereka. Buku LKS Matematika dibuka dan langsung dikerjakan. Sekilas dia membaca terlebih dahulu setelah itu mencoretnya di tempat lain untuk menghitung.

Anak-anak lain contekan berjamaah, menimbulkan suara berisik. William merentangkan tangannya tak sengaja menabok kepala Hendrik. Dia menguap panjang serta melihat sekeliling dengan linglung efek bangun tidur. Hendrik pun ikut membuka mata, rupanya dia juga tertidur di sela permainan pensil yang berputar-putar.

William mencondongkan tubuhnya ke depan melihat murid lain sedang mengisi soal, dia mengerutkan keningnya lantas kembali ke tempat duduk, menengok ke samping. Bastian juga sedang mengerjakan tugas.

"Cuy, gurunya ke mana dan kalian lagi ngapain?"

Anak cewek menoleh ke belakang sambil menjawab, "Mangkanya jadi orang jangan tidur mulu jadi kebo baru tahu rasa. Tadi Bu Rena suruh kita ngerjain tugas lks Matematika hl. 123! Deadline-nya sekarang!"

William hanya mengangguk mendapatkan informasi tersebut. Buru-buru dia mengeluarkan lks Matematika, mencari halaman tersebut, seketika matanya membulat.

"Anjir, banyak banget. Mana kagak paham gue," tuturnya dengan wajah lesu. Hendrik sudah merapat ke seberang mencari jawaban. Dia mengutuknya dalam hati, 'Sialan itu bocah, pergi gak ajakan. Dasar gak setia kawin eh kawan.'

William mencolek bahunya. "Bagi jawaban dong."

"Kerjain sendiri! Dasar malas," cibir Sebastian pedas.

"Pelit amat sih ntar gak gans lagi baru tau rasa lo," William sengaja mengejeknya. Namun, Sebastian acuh tak acuh, dia kembali berkutat dengan aktivitasnya.

William berjalan ke bangku depan tempat orang cupu duduk namanya itu Asrul. "Bagi jawaban dong. Gue tau lo emang baik. Makasih," ujarnya sembari menyalin jawaban, sedangkan sang empu pasrah.

Sebastian menggelengkan kepalanya, kekonyolan seorang William sudah mendarah daging susah dibinasakan. Dengan cepat diw menyalin, lama-kelamaan bangku yang ditempati ramai orang. Semua murid khususnya cowok merapatkan diri.

"Weh sempit geseran woy!"

William ketendang, dia terjatuh ke lantai. Semua orang murid tak membiarkannya mendominasi. Dia menaruh bukunya di meja lalu berdiri sembari melipat lengannya maju ke dalam kerumunan. Mereka saling memperebutkan buku tulis.

Asrul berucap, "Guys harap tenang ntar bukunya rusak. Heyyo." Suaranya terabaikan.

Kedamaian Andhika terusik oleh kerusuhan yang dibuat oleh salah satu murid akhirnya dia turun tangan. Gebrakan meja terdengar nyaring membuat semua murid terdiam. "Dilarang berisik! Kembali ke tempat duduk kalian masing-masing sekarang juga!" perintah ketua kelas bernama Andika.

Mereka semua membubarkan diri. William bersorak gembira. Baru juga mau duduk sudah diteriakin olehnya, "Lo juga William. Gara-gara lo kelas jadi ricuh tau gak. Sekarang keluar!"

William terpancing emosi. "Kenapa gue yang kena? Gue kan cuman duduk masa disalahin," protesnya tak terima.

Andika melotot garang. "Kan awalnya dari lo. Nggak usah ngebacot! Kehadiran lo merusak pemandangan. Pergi sana!" usir sang Ketua.

Dia menendang kursi sambil membawa buku lks-nya keluar kelas. Matanya menatap sinis ke arah Andika. Hendrik tertegun melihat pemandangan di depannya karena tak tega dia pun mengikutinya dari belakang sembari membawa buku LKS beserta contekan.

Di luar kelas

"Sabar bro! Dika 'kan emang gitu ... kurang perhatian."

"Ya, gak gitu juga kali! Gue kan gak salah apa-apa masa diusir dari kelas. Emang dasarnya sok, mentang-mentang ketua kelas jadi seenaknya sendiri."

"Yaudah, ini cepat disalin mumpung sepi," desak Hendrik sembari memberikan lks-nya.

Matanya berbinar lantas menepuk pundak Hendrik. "Lo emang teman terbaik gue."

Hendrik ikut menyalin sekalian menoleh ke sekitar agar mereka tidak ketahuan oleh guru yang lewat. Di dalam kelas suasana menjadi hening. Sebastian menutup lks-nya terus berjalan keluar kelas. Ekor matanya menangkap dua pemuda duduk di tengah tangga. Dia berjalan menghampiri mereka.

"Lo sih berisik jadinya Dika marah," ujar Sebastian yang datang sendiri.

William mendongak lalu berkata, "Kenapa lo jadi ikut-ikutan nyalahin gue sih? Wah, pasti lo sekongkol sama si Dika kan? Gue emang tergans di kelas mangkanya kalian semua pada syirik. Dahlah gak usah dibahas. Badmood gue," ungkap William kesal.

Hendrik menengahi. "Cukup sekian dan terima kasih. Segera kita tuntaskan ini tugas kalau tidak kita nggak dapat nilai." William bergeser ke kiri sembari menyalin jawaban.

Sebastian melirik ke buku tulis. "Punya siapa nih yang kalian contekin? Apakah benar semua?"

Hendrik mengangkat kepalanya terus cengengesan. "Nggak tau, gue asal comot aja kan yang penting selesai. Bener gak Will?" Hendrik menyenggol lengannya berharap dapat dukungan.

William hanya mengacungkan jempolnya. Itu artinya dia sepemikiran. Sebastian merampas lks tersebut menggantikan dengan buku lks-nya sendiri. "Jawaban di situ gak ada yang bener. Udah nih salin punya gue ajah mumpung gue lagi baik."

Mereka berdua saling pandang setelah itu menyalin yang benar. "Nah cakep kan kalo gini ... uwu makin sayang deh gue sama lo Bas," goda William sembari mengedipkan matanya. Hendrik menoyor kepalanya dengan ekspresi jijik.

"Najis! Geli bangsat!"

William tertawa terbahak-bahak, sedangkan Sebastian menatapnya datar, sudut bibirnya terangkat sedikit. Akhirnya mereka tertawa bersama. Pertemanan yang aneh tapi nyata. Itulah salah satu yang membuat mereka akrab.

Usai mengerjakan tugas mereka mengumpulkan lks menjadi satu tumpukan. Salah satu perwakilan mengantarkan setumpuk buku itu ke ruang guru. Perwakilan itu ya Trio kampret. Mereka berinsiatif sendiri sekalian cuci mata.

.....

The Mission Puzzle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang