TMP 20 : Hantu Sialan!

136 25 10
                                    

William tak menggubris perkataannya. Langkahnya dipercepat mereka bertiga sampai di kantin outdoor. Berbagai macam jajanan tersedia, mulai dari siomay, batagor, chiken ditepungin, lumpia basah dan dadar gulung. Trio kampret menduduki salah satu kursi.

William paling rusuh, sepanjang perjalanan dia berbicara sendiri serta banyak umpatan kasar yang terlontar. Untuk menyadarkan William perlu dicubit dengan keras.

"Bisa gak sih lo jangan ganggu gue lagi? Bangsat amat!" Cubitan Hendrik dianggap angin lalu oleh William.

Bastian pun turun tangan karena tempat yang mereka duduki banyak orang apalagi dilihat para penjual. "Juned!"

Perhatian William teralihkan dan kini menatap Bastian sinis. "Nama gue itu Stephen William bukan Juned! Sembarangan lo main ganti nama orang aja dasar Ucup!"

Kini Hendrik yang dibuat pusing oleh argumen mereka. "Ribut ajah lo berdua! Ini mau makan apa lomba bacot?"

Sebagai balasan kepala Hendrik ditempeleng membuatnya jadi bahan tertawaan semua orang. Usai melampiaskan rasa kesal satu sama lain keduanya asyik dengan dunianya sendiri. Hendrik pun tak dimasukkan ke dalam hati jikalau sampai dia sama saja dengan bucin yang gampang baperan.

.......

Di belakang sekolah William berdebat dengan hantu sialan yang sudah merusak makan enaknya dengan jahatnya siomay yang dimakan dikasih sambal banyak membuatnya sakit perut. "Gue menolak! Lo cari aja orang lain, udah minggir!" Langkahnya terhenti oleh sapuan angin yang menerbangkan pohon.

William yang melihat itu pun bergidik ngeri. Dia berlari meninggalkan tempat tersebut dan sosok itu marah kepadanya dikarenakan keinginannya ditolak.

"Turuti kemauan gue atau orang-orang terdekat lo mati!"

William paling tidak suka dengan ancaman seperti ini. Dia menekan egonya dan menatap sinis ke arahnya. "Lo cuman hantu penasaran. Jangan berani melangkah lebih jauh atau gue gak akan–"

Sosok itu sudah berada di depan, mencekik leher William. Tubuhnya terangkat dan William berteriak, tetapi suaranya tidak terdengar. William melotot ke arahnya. Satu-satunya komunikasi dengannya yakni lewat pikiran.

Lepasin bangsat!

Tidak akan

William mengepalkan tangannya sampai urat-urat terlihat jelas. Dia menutup matanya kemudian membukanya lagi setelah itu dia menyerah.

Oke gue turuti kemauan lo. Sekarang lepasin cengkeraman lo sebelum lo ngebunuh gue!

Tubuh William terhempas hingga mencium tanah. Dia terbatuk. Lehernya mati rasa, kekuatannya begitu besar. William mendongak saat rambutnya ditarik ke atas.

Mulai sekarang lo dalam kendali gue! Berani menolak lagi, gue bakal buat jiwa lo terpisah dari raga. Lo tau kan apa akibatnya jika raga lo kosong? Semua makhluk jahat akan mengisi dan menghancurkan kehidupan lo.

William berdecak, sungguh sial bertemu dengan hantu keras kepala seperti dirinya. William menenangkan hati serta pikirannya yang berkecamuk.

Dia berkata, "Apa yang lo mau dari gue? Gak pake lama sebelum gue berubah pikiran!"

Sosok itu tersenyum samar. Mata William membulat saat mendengar permintaannya.

Dua hari lagi, sekolah gue akan latih tanding dan gue butuh raga lo agar gue bisa bermain.

"Apa lo udah gila? Selamanya gak akan gue kasih raga gue sama setan kayak lo! Seharusnya lo tahu kalau lo ngambil raga gue itu artinya gue bakalan mati. Gue gak mau!" jerit William histeris.

Sosok itu berkata acuh tak acuh. "Gak ada urusan! Pokoknya lo harus turuti kemauan gue atau ...."

William bernegosiasi dengannya dengan cara baik-baik. "Sebagai hantu kasih gue pengertian dikit kek. Gue ini manusia biasa, kalaupun gue mati permintaan lo itu tidak akan terkabul."

Mata hantu itu memerah menahan amarah. William buru-buru memberinya saran. "Gimana kalau lo ngajarin gue basket dan untuk urusan masuk ke tim lo belakangan betewe gue kan gak kenal sama lo masa tiba-tiba main basket gitu ajah yang ada gue dikira mata-mata dari sekolah lain lagi." Sosok itu menetralkan ekspresi wajahnya.

William menunggu sarannya disetujui olehnya, tetapi tidak ada jawaban darinya. Sungguh sial sekali hantu ngeselin itu menghilang dari hadapannya. William hanya bisa mengutuknya dalam hati.

Berharap selamanya hantu sialan itu menghilang dari hadapannya dan tidak mengusiknya lagi!

......

"Lo itu kalau jalan matanya dipake dong!" Sungguh sial hari ini William kena semprot oleh Andhika karena menabrak tiang listrik. Akhirnya William lepas kendali.

"Tolol amat sih! Di mana-mana kalau jalan itu pake kaki, dan untuk mata khusus buat lihat."

"Nggak usah sok bener. Orang kayak lo ngerusak pemandangan. Minggir!" Tubuh William terhuyung ke samping, sedangkan Andhika sudah terlempar ke lantai.

Anak-anak ips 2 menertawakan tingkah konyolnya. Andhika menggeram dengan marah. Matanya melotot ke arahnya.

"WILLIAM KAMPRET!"

"Bukan gue! Jangan asal jepret lo Dik," elak William tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Andhika bangkit dari rasa malunya dan menendang William, tetapi anehnya bukan William yang kesakitan melainkan Andhika sendiri. Kebodohan Andhika ditertawakan oleh anak-anak.

Andhika menyembunyikan wajahnya di kegelapan. Dia menjauh dari kerumunan. William terperanjat kaget saat melihat hantu sialan itu sudah berada di sampingnya.

William bergidik ngeri saat mendengar suara lirihnya, "Segitu belum seberapa belum gue buat lebih parah aja." Sosok itu menampilkan smirk yang cukup mengerikan.

"Jangan sembarangan menghukum orang yang tidak jahat. Lagipula cukup mempermalukan saja," tegur William. Bagaimanapun aksi Andhika memang keterlaluan, tetapi bagi William tidak terlalu diperbesarkan. Hantu itu menatap William tajam.

"Nggak usah jadi pahlawan. Gue udah jadi perisai buat lo sebagai gantinya lo jadi babu gue," terangnya dengan datar.

Gue gak butuh bantuan lo bangsat! –Suara hati William.

Oh, begitukah? Tetap saja, raga lo harus baik-baik saja sebelum gue rasuki. Gue gak mau masuk ke tubuh cacat!

Bodo amat!

Pergolakan batin berakhir dengan William yang menutup wajah rupawannya dari kerutan yang membuatnya berubah jadi kakek-kakek.

Sarah dikeluarkan dari gudang oleh penjaga sekolah. Tatapan matanya kosong dan dia pun berjalan tak tahu arah meninggalkan area sekolah. Sebuah mobil melintas dan menabrak tubuh rapuhnya. Amel yang baru saja melintas melebarkan matanya melihat kecelakaan di depan mata. Dia pun bergegas masuk ke dalam sekolah, menganggap kecelakaan tersebut tidak pernah terjadi. Bagaimanapun dia adalah saksi.

.....

~ See you next part ~

The Mission Puzzle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang