TMP 17 : Orang Terdekat [END]

157 24 4
                                    

"Lepaskan!" Anna berontak saat tubuhnya ditarik paksa. Lelaki itu membawanya ke kali, Anna berteriak histeris, mulutnya dibungkam dengan bejatnya lelaki itu memperkosanya berkali-kali.

Anna menangis dalam diam, dan sudah tidak tahan, dia mendorong lelaki itu ke belakang sampai terjungkal. Anna memutuskan mengakhiri hidupnya yang sudah tak berharga dengan membenturkan kepalanya. Lelaki itu panik saat melihat darah di mana-mana.

Tubuh Anna ditutupi batu. Lelaki itu berlari kalang kabut. Baju korban dimasukkan ke dalam bagasi dan pergi untuk beberapa hari.

Anna diperkirakan sudah tiada seminggu setelah dia menghilang. Lelaki itu-Reynan. Ayah tirinya sendiri. Dia tega menghancurkan masa depannya. Lelaki itu tidak puas hanya memiliki satu istri. Kesukaannya dengan Anna menjadikannya terobsesi.

Anna perempuan cantik yang disukai sejak lama dan sekarang menjadi incerannya. Untuk mendekatinya tentu saja dengan menikahi Ibunya. Semua rencananya berhasil perlahan untuk mendekatinya.

Dalam aksinya, Anna begitu cerdas, dia selalu menghindarinya sampai membuatnya geram. Cara halus tidak berhasil terpaksa dengan cara kasar dan penuh ancaman. Kalau dia tidak mengikuti apa yang dimau Reynan. Ibunya akan dibuat menderita karena perempuan itu sudah tergila-gila padanya.

Anna tidak ingin melihat ibunya menangis. Jadinya dia pasrah saat disetubuhi meski tangisan menyelimuti. Lelaki itu tak cukup sekali, Reynan selalu meminta lebih dan memaksanya untuk melayani napsu bejatnya. Anna yang merasa tertekan pun terpaksa.

Kejahatan Reynan sungguh kejam. Ibu Anna tak habis pikir dengan orientasinya. Lelaki itu menyukai putrinya dan ingin memilikinya. Anna yang malang. Korban tabrak lari yang disiarkan itu hanyalah tipu muslihat yang sengaja dibeberkan agar Anna tetap dalam genggamannya.

.......

Mereka menyaksikan kecelakaan itu dengan mata terbuka, Reynan mati mengenaskan di jalanan. Ibu Anna menangis melihat putrinya yang berdiri di tengah jalan. Ibunya menghampirinya. "Anna, maafkan bunda...."

Sosok Anna menghilang, dan buku diary bertebaran, kertas-kertas melayang tersapu angin. Satu per satu tulisan terlihat. Bu Bell menangkap satu kertas yang berisikan.

Bunda...
Anna sayang bunda. Jangan menangis lagi, Anna sudah tak sakit lagi. Bunda jaga kesehatan ya, jangan sampai lelah. Anna selalu di sisi Bunda.

Bu Bell meneteskan air mata lagi membaca setiap kata. Tania pun menerima surat.

Tania....
Makasih selalu menjadi temanku, makasih juga sudah peduli padaku. Senang menjadi temanmu :)

Tania berkata, "Seharusnya aku yang berterima kasih. Anna, kau selalu jadi sahabatku.

Surat kembali datang untuk Trio kampret yang berhasil menguak kebenaran dibalik korban tabrak lari.

Teruntuk kalian....
Terima kasih telah membantu ibuku untuk melepaskan belenggu yang selalu melekat padaku. Sekarang aku bebas. Kalian baik, semoga kasus-kasus berikutnya berjalan dengan lancar. Aku selalu menganggumi kepandaian kalian dalam menyelesaikan sebuah misi yang sulit.

Dipuji seperti itu William berbangga diri. Rupanya detektif SWH terkenal di kalangan para hantu. Mereka yang hadir membubarkan diri. Kepergiannya tidak luput dari bunga. Bu Bell berinsiatif membuka toko yang berisikan banyak bunga kesukaan putrinya. Merawat mereka seperti membesarkan anak perempuan. Tania sesekali membantu Bu Bell. Trio kampret pun ikut menyirami bunga yang bermekaran cantik.

.......

"Aku pulang." William melangkah masuk ke dalam sembari membawa bunga mawar. Bundanya sangat suka dengan warna merah.

"Bunga dari siapa?" tanya bunda penasaran. William tersenyum ke arahnya.

"Dikasih Bun, dirawat ya jangan sampai layu." Bunda menaruh bunga tersebut dalam tabung kaca yang sudah berisikan air agar selalu sehat sepanjang masa. Windi datang sembari melihat-lihat.

"Dikasih atau nyolong lo," tuduhnya dengan tak percaya.

"Sembarangan kalau ngebacot, ini beneran dikasih tau. Kalau lo gak percaya datang aja ke toko Ann Flowers itu nama tokonya," ucapnya berapi.

Windi berbalik badan dengan acuh tak acuh. Bunda menengahi. "Kalian ini suka sekali ribut. Ayo, makan."

Keluarga William makan dengan tenang sesekali diselimuti canda dan tawa. Kakak beradik sangat akur. Keduanya saling lempar sindiran meskipun begitu mereka tetap akrab dan mendukung satu sama lain.

Hendrik makan dengan Ibunya, dia satu-satunya anak laki-laki di keluarga itu, dia hanya memiliki Ibunya seorang. Tadinya dia memiliki saudara perempuan, tetapi tidak ada yang mengatakan apa pun.

Sebastian terlahir di keluarga mampu, tetapi memiliki peraturan yang ketat dan disiplin terhadap hal-hal yang membosankan. Dia tak pernah bertemu dengan kedua orangtuanya usai menjadi remaja. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tempat mewah yang ditinggali pun hanya ada asisten rumah tangga saja. Hal-hal kecil selalu dilewatkan.

Beliau lebih suka bermain di luar rumah ataupun di sekolah bersama teman-temannya. Malam harinya mereka bertiga bermain bersama. Di sebuah warung pinggir jalan. Ketiganya mengamati jalanan dengan banyak kendaraan berlalu-lalang.

Hendrik berseru, "Gue denger ada yang balapan. Nonton kuy!"

William malas berkomentar, dia memilih makan siomay, sedangkan Bastian makan kacang. Hendrik terdiam beberapa saat dan mulai membuka suaranya lagi. "Kasus pertama dan kedua telah selesai. Apakah akan ada kasus terbaru?"

William mendongak, dan berkata, "Entahlah, gue pun kurang tahu. Kalau ada syukur kalau nggak ada ya bagus."

"Sebenarnya gue semakin suka nih memecahkan sebuah kasus apalagi yang misterius lebih menantang dan lebih hidup," timpal Hendrik antusias.

"Hidup lo tuh hambar Hen, mangkanya dikasih bumbu biar gurih dan berenergi," celetuk William.

"Hidup gue terlalu membosankan sebelumnya mangkanya sekarang gue lebih menikmati keseharian berburu."

Mereka asyik berkomentar dengan hidup masing-masing sampai-sampai mendengar suara teriak dari arah seberang. Mereka bertiga berlarian menuju TKP dan mengejutkan melihat pemandangan berdarah.

Seorang pemuda tergeletak di aspal dengan darah di kepalanya bercucuran dan seorang perempuan yang menangis di dekatnya. Orang-orang mengerumuni korban.

"Ada apaan sih?"

"Kecelakaan maut. Gue kan dah bilang kalau ini jalan tuh angker," ucap salah satu dari mereka. Trio kampret tak langsung percaya, tetapi kejadiannya tepat di depan Mereka. Korban itu dilarikan ke rumah sakit.

Perempuan itu berteriak, "Rendiiiiii! Kenapa kamu pergi? Jangan tinggalkan aku...."

Semua orang membubarkan diri yang tertinggal hanya mereka bertiga dan perempuan itu yang masih berteriak histeris sepertinya belum rela bahwa kekasihnya pergi. William mengedarkan pandangannya, dan benar saja. Dia melihat sosok pemuda yang berwajah pucat.

William menyenggol dua temannya, mereka mengikuti arah pandangnya seketika membatu di tempat meskipun gelap, mereka bisa melihat sosoknya yang menatap lurus ke arah perempuan itu.

"Kasus baru; Pria misterius! Kuy eksekusi!" seru Hendrik dengan semangat 86.

William dan Bastian melarikan diri dari tkp. Hendrik pun ikut mengejar mereka. Sosok itu tetap berdiri tak berekspresi menatap perempuan tersebut, sedangkan perempuan itu terus menangis dan berteriak memanggil nama 'Rendi' sampai akhirnya semuanya gelap.

.....

~ See you next part ~

Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya~ Numpang lewat~

The Mission Puzzle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang