TMP 21 : Bekerjasama

133 25 1
                                    

William pergi ke ruang olahraga dan menemukan ruangan tersebut sepi. Dia celingukan, berharap tidak ada orang kecuali setan yang bersama dirinya. Siapa lagi kalau bukan Rendi.

Hantu sialan itu baru saja memberinya informasi tersingkat tentang dirinya. William tidak menyangka dengan reputasinya di sekolah. Rendi termasuk dalam siswa populer dan segudang prestasi. Mau itu akademi atau non-akademik.

Rendi juga suka bermain basket. Sudah belasan pertandingan dimenangkan olehnya. William membuang pikiran negatif tentangnya. Nyatanya hantu sialan itu memiliki reputasi baik.

Rendi Irawan itulah namanya. Tinggal seorang diri dikarenakan kedua orangtuanya sudah tiada. Meski begitu dia tidak kekurangan apa pun. Sosoknya dikenal acuh tak acuh akan sekitar, tetapi memiliki pesona yang dikagumi kaum hawa.

William masuk ke dalam ruangan, melepas alas kaki dan mengambil bola basket. Dia tahu sedikit tentang basket, tetapi malas untuk masuk lebih jauh karena itu bukan hobinya.

"Sekarang ngapain lagi? Gue capek bahlul! Lo enak jadi setan nggak capek sama sekali," gerutu William.

Rendi acuh tak acuh. "Masih perlu banyak latihan. Lo payah dalam hal menembak."

William melotot ke arahnya. "An-" Umpatannya terpotong dikarenakan sudah dikasih tatapan tajam olehnya. William membuang muka, dia kembali latihan walaupun tak minat.

......

"Kok ruang olahraga terbuka? Bukannya tadi ditutup ya?" tanya salah satu siswa berpakaian olahraga. Dia mendengar suara bola dimainkan. Kakinya masuk ke dalam dan menemukan seseorang sedang bermain basket.

Tembakan demi tembakan dilayangkan meleset. Orang itu berteriak kesal kepada angin. Siswa itu mendekat dan memerhatikan dalam diam.

"William?" Pemuda itu terkejut saat melihat siswa yang familiar jadinya dia memanggil namanya dan ternyata benar.

William menoleh dan tak bisa berkata-kata. Akhirnya dia dikasih tahu cara menembak oleh Peter-salah satu anggota basket di sekolahnya. Jabatannya cukup tinggi sebagai wakil kapten. William mengangguk saat dijelaskan serta dia pun mempraktekkan jadinya William sedikit paham.

Usai beberapa kali latihan menembak, tangan William mati rasa. Mereka duduk di bangku panjang. Peter memberikan minum berenergi.

"Thanks," balas William untuk kerendahan hati seorang Peter, sedangkan Rendi yang berdiri sambil besender di salah satu loker menatapnya datar.

"Dasar lemah," cibirnya.

William mengacungkan jari tengah ke depan. Peter dibuat terheran akhirnya bertanya, "Lo ngomong siapa? Gue perhatiin lo bicara sendiri dan terlihat kesal."

William mendapatkan kesadarannya. Satu-satunya yang normal ialah Peter, hanya dia yang tak melihat makhluk astral. William berdeham.

"Sama setan terkutuk," celetuknya. Peter tak memasukkan gurauannyabke dalam hati.

"Lo ada minat sama basket? Gimana kalau lo gabung ke tim sekolah kita," tawar Peter.

Dengan cepat William menggelengkan kepalanya. "Gak minat! Main basket itu capek dan ngebosenin."

"Terus ngapain lo berlatih? Kalau nyatanya lo gak minat." Peter menautkan kedua alisnya, menatap William serius. William cengengesan.

"Ekhm, coba-coba ajah eh tak taunya gue bad dalam olahraga," jawab William.

Peter menepuk pundak William. "Gak buruk meskipun lo masih pemula tapi tembakan lo tadi hampir mengenai ring. Jika dilatih lebih giat lagi pasti lo bisa nguasain teknik ini kok." William merasa dapat dorongan dan semangat jadinya William menerima kritik dan sarannya.

Ponselnya berdering. William membuka pesan rupanya Trinity Squad melanjutkan diskusi yang sempat diabadikan. William beranjak dari kursi, melirik Peter.

"Pet, gue duluan ya. Biasa cogans banyak job-nya." William keluar ruangan sambil melambaikan tangannya ke arah Peter.

Sebagai balasan Peter mengangguk. William tidak diikuti hantu sialan itu jadinya aman terkendali. Dia bergegas ke markas. Duduk di tangga tak jauh dari kelasnya berada sungguh tak elit markasnya.

"Lo itu ke mana ajah sih? Sok sibuk anjir," sela Hendrik.

William menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya sorry, abisnya gue kesel sama itu setan maksa banget."

Bastian menaruh minat. "Hantu itu minta lo ngapain?"

William menatap dua kampretnya dengan serius. Bukannya menjawab William malah tertawa kecil. Hendrik menoyor kepalanya dengan sadis. "Makin ke sini makin gak jelas lo Will!"

"Gue rasa William perlu ke RSJ," timpal Bastian.

"Hahhahaahaha, duh senangnya dah gue diperhatiin kayak gini berasa istimewa." Dua kampret mengabaikan tingkah absurd William.

"Gak guna ini diskusi. Cogans ngantuk. Bye!" Hendrik berlalu pergi.

Bastian pun tak menaruh minatnya lagi. Dia pergi mengikuti jejak Hendrik, sedangkan William tertinggal dengan tawa menggelar.

Sosok misterius muncul dan mencibir, "Benar-benar idiot!"

William menyeka air matanya yang keluar efek tertawa lepas. "Syirik ajah lo setan."

Sosok misterius itu pun menghilang, William berjalan dengan santai memasuki kelas. Matanya bertemu pandang dengan Andhika. William melengos, menghindari tatapan tajamnya. Andhika beranjak dari tempat duduknya ke arah William, menyerahkan sebuah kertas. Tantangan dibuat.

Temuin gue di gedung tua pulang sekolah! Kalau lo takut artinya lo emang pengecut!

Andhika kembali duduk ke tempatnya sembari menatap William remeh. William mendengkus sebal. Ada saja orang gila yang mengusik ketenangannya. Kertas tersebut dipotret dan dikirim ke grup Trinity Squad.

Trinity Squad

William:
Gambar.jpg

Bastian:
Dari siapa?

Hendrik:
Pasti dari Andhika mantan grup  kangen band 😂

William:
Mantan anggota curut dia mah, jadi gimana?

Bastian:
Kalau lo merasa laki-laki ya diterima kecuali lo berganti gender

William:
Wtf 😑 lo berdua ikut juga

Hendrik:
Lah malesin amat! Ogah 😪

William:
Kalian kan babu gue 😌

Bastian:
Harap sadar diri. Lo gak level sama gue! Urus-urusan lo sendiri, gue gak ikutan 😒

William:
Dasar kampret! 👿

William berdecak kesal. Punya teman gak guna amat, giliran gue terbuli aja pada kabur eh pas gue happy pada nimbrung. Benaran teman kampret!

......

Usai pelajaran berlangsung semuanya baik-baik saja, tetapi dibalik keheningan ada tugas menumpuk yang menanti siap diisolasi. Semua murid berwajah ceria setelah bel berbunyi. Waktunya pulang. Hip hip hore ....

William terpanggil. Di saat semua orang sudah pulang lebih awal William disibukkan dengan rutinitas yang seharusnya tidak dilakukan. Ini semua karena hantu sialan itu yang memintanya ikut bersamanya ke sekolah lain.

....

The Mission Puzzle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang