TMP 38 : Terlibat Tawuran

107 17 1
                                    

KEESOKAN harinya. Trio kampret pergi ke sekolah. Kelamaan tidak melakukan aktivitas, otak terasa tumpul dan tak terkoneksi dengan benar. Mereka janjian di gerbang. William terbebas dari cengkeraman Satria. Itu orang sudah pulang ke tempat asalnya dan William bebas.

Bastian menguap panjang, Hendrik meregangkan otot-ototnya yang kaku, sedangkan William asyik mengemut permen kiss mint. Mereka melakukan aktivitas anak sekolahan. Ketiganya memasuki pekarangan. Motor diparkiran di luar gerbang di bawah pohon dekat warung.

Tenang saja meskipun terparkir jauh masih aman kok, kalaupun ada yang berniat mencuri bakalan ditimpuk pakai gorengan sama ibu warung. Makin enak tuh, mana gratis pula. Ketiganya berjalan serempak. Seragam lengkap dan pastinya memancarkan aura kasih eh aura positif.

"Akhirnya gue bisa liat sekolahan. Bosan gue di rumah mulu." Hendrik menyuarakan aspirasinya.

Bastian menyahut, "Ada benarnya juga. Setidak di sini ramai, sedangkan rumah gue kek rumah hantu."

Hanya William yang berwajah lesu. "Kalian masih mending  bisa tiduran dengan nyaman tanpa gangguan, sedangkan gue kesal tiap hari. Semenjak kehadirannya bagaikan hantu gue selalu mimpi buruk."

Di sepanjang jalan, mereka mengobrol. Hendrik menatap kasihan. "Bang Sat nginep di rumah lo berapa hari?" tanyanya penasaran.

William menjawab, "Selama seminggu dia tidur di kamar gue, udah gue usir tapi tuh setan balik lagi. Bosen gue liatnya dia lagi dia lagi seakan kekurangan human tau gak."

Hendrik terkekeh. Dia merangkul bahu William. "Turut berduka. Sekarang lo bisa bernapas kan? Tingkatkan terus." Keduanya berjabat tangan, sedangkan Bastian kembali ke sifat aslinya. Kulkas berjalan dan berwajah tembok.

.........

"Oper bolanya!" Peter menggiring bola di tengah-tengah lapangan berserta anggota basket lainnya.

Bola melayang ke ring dan masuk. Peter mengangkat tangannya ke udara. Anggota yang lain bertepuk tangan.

Peter dan Jo bertos. Trio kampret melewati lapangan hanya melihat tak berniat ikut campur. Seperti biasa mereka berlatih untuk meningkatkan skill serang dan bertahan.

William jadi rindu kasus sebelumnya. Tentang misi yang berkaitan dengan Rendi. Mengawakili timnya latih tanding, dan sekarang sosoknya sudah tidak ada. Dia berjalan, kepalanya tertunduk. Hendrik menangkap perubahan ekspresi William dan intuisinya ikut terlibat. Sejak insiden itu sepertinya William sudah tidak berkomunikasi lagi dengan makhluk astral.

Hendrik menepuk pundaknya, menyemangati temannya ini. William mendongak, mereka tersenyum dan bergegas ke kelas. Sesampainya di pintu, ruangan tersebut berisik. Trio kampret berjalan ke tempat duduknya masing-masing.

Anak laki-laki yang duduk tak jauh dari mereka mulai bergosip. Nyatanya gak anak cewek saja yang suka ngerumpi, cowok juga gak kalah cepat.

"Gue denger gangster itu akan balik lagi entah tujuannya untuk pamer atau sekadar hobi saja."

"Ngeri njir mainnya senjata. Untung anak-anak dari sekolah kita baik-baik saja. Meski sempat adu jotos."

"Kampret emang, beraninya keroyokan. Kalau ketemu satu langsung gue bikin dadar gulung." Matanya berapi-api.

"Sok berani lo. Kalaupun ketemu udah lari duluan," ejeknya tepat sasaran.

Hendrik mengebrak meja membuat seisi kelas terkejut. Andhika menatapnya sinis. "Berisik! Ini masih pagi jangan sampai gue tendang lo semua ke sumur!" Diancam seperti itu Hendrik mengecilkan lehernya. Pura-pura tidak melihat.

The Mission Puzzle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang