Ruang guru terletak di Timur. Mereka berjalan sambil tersenyum ramah menyapa para siswi yang lewat, ketampanan Trio kampret sudah tersebar luas khususnya pesona seorang Bastian mau tidak mau William dan Hendrik kebanjiran penggemar.
William mengetuk pintu, kakinya melangkah ke dalam sambil membawa tumpukan buku tulis. Dia berjalan ke meja Bu Rena sambil menaruh buku-buku itu di atas. Suasana ruang guru sepi. William berbalik badan tak sengaja menabrak seorang perempuan.
"Aduh, ma-maaf gak sengaja," sesalnya. Buku berserakan di lantai. Mereka membereskan buku tersebut. William bertemu pandang dengannya, tetapi perempuan itu menundukkan kepalanya. Dia menambahkan. "Sekali lagi maaf ya." Perempuan itu tak menjawab masih setia menunduk entah apa yang dicari.
William bergeser ke pinggir membiarkan perempuan itu melewatinya. Di saat dia menengok ke belakang, perempuan itu menghilang. "Lah mana itu cewek? Kok gak ada? Perasaan tadi di belakang gue," gumam William.
Dia celingukan mencari keberadaannya tapi sayang tak menemukan siapa pun. William menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sekali lagi mengedarkan pandangannya ke sekitar tetap saja hanya dia seorang yang berada di dalam ruangan tersebut. William berjalan dengan linglung. Tepat di luar pintu Hendrik menoyor kepalanya membuatnya tersadar.
"Lama amat sih naro buku doang sampe lumutan nih kita nungguinnya," gerutu Hendrik.
"Eh, lo ada liat cewek keluar dari ini ruangan gak?" tanya William kepada dua temannya siapa tahu mereka melihat.
"Cewek? Kayaknya nggak ada yang masuk selain lo deh Will," balas Sebastian.
"Lah, tadi pas gue naro buku terus pas balik badan nabrak cewek bro. Kita bertemu pandang ya walaupun gak tatap muka karena itu cewek nunduk," sela William meyakinkan.
Hendrik dan Sebastian saling pandang kemudian mengangkat kedua tangannya dan menaruhnya di kening William. "Nggak panas kok."
"Yey, si kampret dikira gue sakit kali ya. Gue serius cuy. Tadi ketemu cewek di dalam. Masa kalian nggak liat dia keluar sih," sewot William.
Hendrik menyela, "Jadi orang jangan ngehalu terus deh. Jelas-jelas nggak ada siapa pun selain kita bertiga dan satu-satunya orang yang masuk ruangan ini ya lo doang Will," jelas Hendrik dengan penuh perhatian.
"Masa sih? Trus yang tadi gue tabrak apaan? Hantu gitu?" tanya William dengan bingung.
"Dahlah, kenapa jadi gak jelas gini? Buruan ke kantin gue laper," sahut Sebastian. Hendrik mengikuti dari belakang, sedangkan William masih terdiam di depan pintu.
Dia kembali menoleh ke dalam ruangan dan anehnya tidak ada seorang pun di sana. William berjalan dengan lambat sembari memikirkan perempuan tadi.
Hendrik berteriak, "Jalan lo kayak siput Will. Cepetan woy! keburu ketauhan Pak Deni nih!"
William mendongak kemudian berlari mengejar mereka. Pikiran tentangnya sejenak diabaikan untuk sementara. Sesampainya di kantin mereka saling berjaga satu sama lain memastikan tidak ada guru yang lewat. Sebastian berdiri di stand pempek dan langsung membelinya.
Hendrik pun ikut berdiri di sampingnya sembari membeli cimol. "William lo mau apa? Jangan melamun ntar kesambet baru tahu rasa."
William duduk dengan lesu, dia menatap Hendrik. "Gue butuh minuman seger 'tuk membersihkan otak gue yang berdebu efek kelamaan tidur."
Hendrik mengangkat tangannya memesan minuman tea jus gula batu di gelas. Sebastian duduk sambil membawa mangkuk yang berisikan pempek segar. William memakannya terlebih dahulu.
Sebastian menepis tangan William. "Mau? Beli sendiri."
William menyipitkan matanya. "Cuman satu biji Bas pelit amat sih sama teman sendiri."
"Bodo amat! Gue laper. Kalau lo mau beli sono mumpung sepi tuh," timpalnya tak memedulikan tatapan William yang suram.
Hendrik datang sambil membawa minuman serta plastik yang berisikan cimol. William meneguknya langsung habis. Hendrik duduk di samping sambil menusuk cimol yang dia beli dan langsung memasukkannya ke dalam mulut, mengunyahnya dengan mata berbinar.
William merebut plastiknya lalu memakan cimol tersebut. Hendrik kembali merampas cimolnya yang dijajah sambil memicingkan matanya. "Kismin amat sih lo Will. Udah tau gue belinya satu malah diambil semua tuh kan abis."
"Segitu masih banyaknya dasar rakus lo. Lagian gue comot sebiji doang," ujar William dengan tatapan sinis.
Sebastian menyahut, "Ribut ajah lo berdua. Cuman masalah cimol aja pake diperpanjang. Kalau kurang beli lagi sono itu pun kalau lo pada punya duit."
William dan Hendrik terdiam akibat sindirannya yang menusuk. Ini semua karena uang. Jika punya banyak uang hidup pun tidak akan susah. Hendrik menghabiskan makanannya.
Di sela-sela keheningan Hendrik pun bertanya, "Soal di ruang guru itu beneran gak Will? Gue kok ngerasanya gak masuk akal ya. Gimana menurut lo, Bas?"
Sebastian menoleh ke samping. "Soal cewek itu? Ya mana gue tahu kan kita berdua jaga di depan pintu. Emang ada yang keluar masuk gitu?" tanya Sebastian memastikan.
Hendrik menggelengkan kepalanya. "Nggak ada deh. Jika pun ada otomatis lewat pintu depan kan ya kali langsung masuk ruangan kecuali itu bukan orang ...."
Mereka bertiga terdiam, saling memandang satu sama lain. Mulut William terbuka dengan ragu. "Jadi maksud kalian gue halu gitu? Jelas-jelas gue liat itu cewek. Kita tabrakan dan gue juga sempat bantuin dia beresin buku yang berserakan. Masa iya dia setan sih," protesnya tak terima.
"Lo pikir deh Will pake logika. Jangan pake hati ntar jatohnya malah bucin. Gini ya, kita berdua jaga di depan dan tidak seorang pun masuk kecuali lo setelah itu pas lo gak balik-balik gak ada yang keluar masuk. Bener gak Bas?"
"Yoi," jawab Bastian sekenanya.
Giliran William yang terbengong. "Terus yang gue liat itu ... bukan orang dong," bisiknya dengan lirih.
Hendrik menepuk pundaknya. "Mungkin lo keseringan tidur Will jadi jatohnya malah halu. Lain kali, kalo di kelas itu belajar jangan bermimpi mulu."
William menendang kakinya di bawah meja. "Ah, gak tau. Pusing gue jadinya tapi gue masih kepo kira-kira itu cewek siapa ya? Masa iya gue salah lihat," gumamnya sendiri.
Sebastian menghabiskan pempek-nya dan langsung mengembalikan piring tersebut serta membayar. Tidak ada uang kembalian, dia membeli makaroni tiga. "Dahlah skip, diskusinya berakhir sampai di sini. Kita udah keluar kelas lama mendingan balik ke kelas," ajaknya.
Hendrik mengangguk. Dia beranjak dari kursinya mengikuti Sebastian. William pun ikut berdiri sembari berjalan di samping Hendrik. Mereka kembali ke kelas dan disambut galak oleh Bu Ani.
"Bagus ya kalian bolos di pelajaran saya. Sekarang berdiri di tengah lapangan sampai bel istirahat!"
Trio kampret menerima hukuman berdiri di tengah lapangan. Sinar mentari begitu terik membuat siapa saja terbakar dengan cahayanya.
"Pasti ini ulah kutu kupret itu yang laporin kita ke Bu Ani. Kenapa cogans sial terus sih?"
Trio kampret meratapi nasibnya. Sebastian mencibir, "Ini semua karena lo Wil! Dasar biang kerok." William kena lagi.
......
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mission Puzzle
Mistério / Suspense[AKAN UPDATE JIKA TIDAK EROR!] Kisah tentang keseruan Trinity Squad dalam menyelesaikan sebuah misi yang menegangkan serta kekonyolan absurd menghiasi. Persahabatan bagaikan kepompong terjalin kuat meskipun banyak sekali rintangan yang sulit dihadap...