TMP 10 : Teridentifikasi

213 38 9
                                    

William menguraikan isi dari dalam diary. Sebastian dan Hendrik mulai mengerti. Sang pelaku memiliki gelang berwarna hitam dengan duri tajam yang menghiasi. Goresan luka di leher Andin disebabkan oleh kalung yang dipakai dengan corak yang sama.

Sebastian menganggukkan kepalanya seraya berkata, "Pinter juga lo Will! Bisa mecahin ini kasus yang levelnya rumit. Salut gue!"

William tersenyum lebar. "Hoho, cogans gitu loh. Sekarang lo tau kan kalau gue ini pinter pake banget."

Hendrik mencibir, "Jangan terlalu dipuji Bas, ntar keenakan bisa-bisa terbang ke luar angkasa terus nyungsep ke pohon beringin."

William menendang kakinya. "Iri bilang bos! Nah, karena kita sudah tahu identitas si pelaku tinggal kita cari siapa yang benar-benar serupa dengan analisis kita," ungkap William mengarahkan ke jalan yang lurus.

"Oke, betewe dah berakhir ini jam olahraga. Bel baru aja berbunyi menandakan istirahat Kuylah gercep. Gue harap seharian ini kita bisa selesaikan kasus sampai bersih," kata Sebastian dan diangguki oleh Hendrik.

"Gue setuju, pusing cogans kebanyakan mikir. Besok-besok gue mau rebahan santuy tanpa adanya kasus mengerikan ini lagi," timpal Hendrik.

William pun mengangguk. "Makan-makan sampai kenyang!"

.......

Kantin indooor

Trio kampret berpisah. William membeli batagor di luar sekolah, pas pulang tak sengaja menabrak seseorang. "Aduh, so sorry gak sengaja."

Orang itu menjawab, "Gak apa. Gue juga salah." Mereka saling bertatap muka. William meringis saat kulitnya tergores. Buru-buru orang itu meminta maaf.

"Eh, tangan lo luka. Gue minta maaf," sesalnya. William menundukkan kepalanya, gelang berwarna hitam terlihat, di sisinya terdapat duri tajam serta gambar tengkorak. William menelan ludah. Ekspresi kagetnya berganti menjadi tenang.

Orang itu berwajah pucat. "Lo gak apa kan?" tanya sedikit khawatir.

William berdeham lalu mengangguk. "Gak apa kok, cuamn luka dikit doang ntar juga sembuh," ujarnya tenang.

Mereka saling membantu. William melirik gelang yang terikat di pergelangan tangan. "Gelangnya bagus beli di mana?" tanya William minat.

Orang itu mengusap gelangnya sambil berkata, "Dapat dikasih dari teman, lo mau? Ntar deh gue tanyain apa masih ada. Lo tau gak gelang ini lagi nge-trend banget. Ada juga yang bentuknya Kalung," jelasnya antusias.

"Wih keren banget! Cewek cowok juga bisa make. Betewe udah berapa orang yang punya?" tanya William penasaran.

"Baru tiga orang sih dan ...." Orang itu menjelaskan dengan rinci dan sampai depan kelasnya mereka berhenti. "Ntar gue kabarin lagi ya, Oiya nama lo siapa?"

"William cogans terkece," cengirnya polos.

Orang itu tertawa kecil. "Gue Indri, salam kenal," ucapnya malu-malu.

William bersorak dalam hati, 'Yes!' Dia mengangguk, mereka saling bertukar kontak. "Kalau boleh tahu, lo beli gelang ini di mana?" William masih berada di kelas IPA 2.

Indri menjawab dengan ragu, "Di temen–" Perkataannya terpotong saat melihat lelaki menghampirinya.

"Gue cariin ternyata lo di sini." Lelaki itu menatapnya sinis. William acuh tak acuh, dia menepuk pundak Indri, melambaikan tangannya lalu pergi.

Lelaki itu mengomel, "Siapa laki-laki itu? Lo lagi main serong di belakang gue? Berani lo selingkuhin gue." Dengan kasar rambut Indri dijambak ke belakang membuatnya meringis.

"Maaf, gue hanya bicara dengannya, tidak lebih kok," ucapnya dengan lirih. Lelaki itu terbakar emosi. Indri ditarik paksa. William tidak benar-benar pergi, dia bersembunyi di balik tembok. Melihat Indri dibawa paksa oleh lelaki yang dikenalnya. Buru-buru William memberi sinyal ke grup Trinity Squad

Trinity Squad

William:
Bahaya! Harap berkumpul dan menuju TKP!

.....

Tubuh Indri didorong ke kamar mandi. Dia meringis kesakitan, lelaki itu menyiramnya dengan air sampai tembus pandang. "LO ITU MURAHAN BANGET! LIAT YANG LAIN LANGSUNG KECANTOL!" hardiknya marah.

Indri berlutut di kakinya. "Richard gue minta maaf! Semua yang lo liat salah paham! Gue gak ada apa-apa sama dia," sesalnya.

"GAK ADA APA-APA LO BILANG! GUE LIAT DENGAN MATA KEPALA SENDIRI BAHWA LO TERSIPU! DASAR MURAHAN!"

Richard menjambak rambutnya kemudian menghantam kepalanya ke dinding tanpa belas kasihan sedikit pun. Dia meluapkan emosinya dalam satu benturan. Darah mengalir di sudut kepalanya, air menambah luka yang memar.

Richard meninggalkannya seorang diri. Emosinya selalu berubah-ubah. Di depan dia menampilkan wajah datarnya tapi jauh di dalam hatinya. Dia tak berperasaan. Indri menelungkupkan wajahnya di lutut sambil menangis.

"Hiks ... maafin gue Din, lo bener Richard itu berengsek! Gue salah, gue minta maaf karena udah ngerebut dia dari lo ... maafin gue ...," isaknya dengan penuh penyelesalan.

Trio kampret tertegun di ambang pintu menyaksikan seorang gadis menangis dengan baju basah. William melepas jaketnya dan memberikannya kepada Indri.

Gadis itu tersentak saat tubuhnya diselimuti. Wajahnya memucat, darah di dahinya mengering serta air mata yang terus-terusan keluar tanpa jeda. "Jangan nangis," bisik William.

Hendrik dan Sebastian saling pandang, tubuh Indri diangkat olehnya lalu membawanya ke uks. Diletakkan dengan hati-hati. Indri meringkuk tak berdaya.

Hendrik mengepalkan tangannya. "Bangsat banget itu cowok! Main hajar cewek sesadis itu. Gak ada akhlak emang, dasar pengecut."

William menatapnya kasihan. Dia menoleh. "Bukti sudah ada, tinggal kita kasih ke pak Danil. Mungkin dia gak akan percaya tapi kita harus selesaikan masalah ini sampai tuntas!"

Sebastian menelepon seseorang dan berdebat karena Sebastian cakap dalam berbicara dia meyakinkan orang di seberang dan memiliki bukti. Mau tidak mau orang itu setuju datang ke sekolah.

Tatapan Indri kosong, baju basah sebelumnya sudah terganti dengan baju yang bersih. William dan dua temannya saling lirik dan William mendekatinya secara lembut.

"Sebelumnya gue minta maaf karena gue lo berakhir disakiti tapi gue mohon, untuk kesaksian lo dalam investigasi ini 'tuk mengungkapkan siapa dalang pembunuhan Andin."

Indri meliriknya dalam diam dan kembali terisak. William maju menenangkannya. Diusap lembut pundaknya. "Gue tau lo punya buktinya, lo pengen kan semuanya berakhir? dan sekarang satu-satunya jalan lo harus jujur sama kehidupan yang lo jalanin sekarang."

"Gu-gue takut ...."

"Lo gak sendirian Ndri, ada kita bertiga yang akan berdiri di depan lo dan siap melindungi," tutur William padanya.

Indri memegang tangannya erat. Mulutnya terbuka lalu tertutup. Dia menggelengkan kepalanya tak sanggup menyuarakan intuisinya.

William mengembuskan napasnya. Dia menyuruh teman-temannya keluar. Mungkin karena ramai orang Indri tidak mau berbicara. Sebastian dan Hendrik mengangguk. Kini hanya mereka berdua yang berada di dalam uks.

"Sekarang lo bisa bicara sepuasnya tanpa ada orang yang menghakimi atau membuat lo takut, ada gue di sini yang bakal nemenin lo."

Indri membuka suaranya dan ....

........

👇 INJEK BINTANGNYA!

The Mission Puzzle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang