SEORANG perempuan berdiri dekat warung dengan wajah terhalang kacamata hitam sedang mengintai sesuatu. Mobil terparkir tak jauh dari dia berada. Sekolah Warior terlihat sepi. Bel berbunyi terdengar nyaring, para murid berpencar mencari jajanan ringan. Trio kampret bergegas keluar kelas, ikut ke medan perang.
Di tengah lapangan ramai entah karena apa. William maju ke depan menerobos kerumunan. Terlihat anak lelaki tergeletak tak berdaya meringkuk kesakitan. Orang-orang di sekitar mulai panik dan buru-buru sang korban dilarikan ke rumah sakit terdekat.
William menepuk bahu Peter dan bertanya, "Ada apaan sih?"
Peter menjawab, "Overdosis." Dia pun agak syok melihat wajahnya yang pucat.
Matanya menyipit tak percaya. "Overdosis apaan? Itu mah ayan."
Peter berceletuk, "Ayan kan yang berkokok di pagi hari."
"Ye si kampret! Itu mah ayam!"
Ada-ada saja tingkah mereka. Di saat genting seperti ini masih bisa bercanda. Tak apa setidaknya ada hiburan walaupun tak berlangsung lama. William pamit. Dia bergegas ke tempat semula menghampiri kedua temannya dan pergi ke kantin. Kericuhan terjadi lagi hampir sama kasusnya dengan lelaki di lapangan. Mereka muntah-muntah sehabis makan ataupun minum sesuatu.
Hendrik menarik salah satu dari mereka. "Ada apaan sih? Heboh amat!"
"Katanya ada yang keracunan dan lain-lain. Dah ya gue pamit. Agak horor kelamaan di sini." Orang itu pergi secepat kilat.
Hendrik mengalihkan pandangan. William mendapat peringatan dari suara yang tidak dikenal. "Berhati-hatilah, musuh dalam selimut sudah bergerak." Telinganya bergerak-gerak seperti radar. Zona merah, alam bawah sadarnya bekerja dengan baik. Dengan gesit William menarik Hendrik dan Bastian meninggalkan area kantin.
☆☆☆
"Hari ini mencurigakan." Hendrik menimpali dengan raut wajah mencoba menerawang. Namun, sia-sia.
Bastian mengusap dagunya. "Mungkinkah ada hubungannya dengan tawuran kemarin?" Ingatan lalu muncul ke permukaan.
"Entahlah. Gue tersesat dan kehilangan arah bagaikan butiran debu." Kepalanya meringis saat digeplak oleh Hendrik. Tatapannya sinis dan ada hinaan di sudut bibirnya. William cengengesan.
"Malah nyanyi. Sorry gak ada receh."
Bastian memutar matanya malas melihat kelakuan tak jelas dari mereka. Apakah tim Warior punya masalah dengan orang lain? Sungguh terlalu.
Ketiganya memiliki pemikiran masing-masing. Perutnya berbunyi, siapa lagi kalau bukan Bastian. Hendrik dan William gencar meledeknya membuat Bastian geram, dia pergi dan tak kembali. Keduanya bertos ria. Hendrik pamit ke kamar mandi dikarenakan terlalu banyak bicara akibatnya sakit perut, sedangkan William berjalan-jalan di sekitar sekolah.
Tepat di bawah pohon dia menangkap siluet, dari seragamnya bukan anak-anak Warior. Instingnya cepat tanggap dan bekerja cepat. Dia berjalan tanpa suara menghampiri orang itu yang sepertinya sedang mengobrol oleh orang lain. William bersembunyi di balik batu. Sesekali mengangkat kepalanya. Seketika matanya membulat, dan syok mendengar perkataan mereka.
"Gimana hasilnya?"
"Beres, anak-anak Warior keracunan," ucapnya dengan seringai misterius. Tentu saja dia mencemooh sekolah ini dikarenakan keamanannya tidaklah ketat. Pantas saja bisa diterobos.
"Imbalan buat lo, jangan tinggalkan jejak." Pria itu memberikan tips padanya dan langsung diterima olehnya.
Pria tersebut pergi ke belakang sekolah, memanjat dinding dan menghilang di antara tembok. Diam-diam William mengepalkan tangannya. Banyak sekali umpatan yang ingin dilontarkan. Rupanya ada udang dibalik bakwan makin enak dah tuh. Penyusup datang tak diundang dengan entengnya mereka masuk tanpa perlindungan.
William menatap nyalang ke arah pemuda yang baru saja pergi, tepatnya dia salah satu murid SMAN Warior. Bukti sudah direkam tinggal mengeksekusi pelaku dan antek-antek yang bersangkutan. William berdiri dengan kaku, kakinya kesemutan efek kelemaan berlutut. Dia menggenggam erat ponselnya dan pergi. Mereka tercengang melihat rekaman tersebut.
"Anjir, bisa-bisanya ini human bersekongkol dengan anak sekolah lain untuk memecah belah tim Warior! Benar-benar keterbelakangan mental." Api semangat dalam diri Hendrik mulai berkorbar tinggal kasih pemantik agar semakin berkibar seperti bendera perang.
Bastian ikut geram dengan tingkah si tolol ini. Tentu saja mereka mengenal murid yang berstatus penyusup ini. William berseru, "Kita harus bongkar kebusukan ini sebelum mereka menyerang lagi."
"Setuju! Maju tak gentar membela yang benar. Tidak ada kata mundur di kamus trio kampret! Kuylah meroket!" ujarnya dengan lantang, berkibar bak bendera merah putih yang terbentang menembus cakrawala.
Bastian menginterupsi. "Rekaman ini kurang kuat bisa aja mereka mengelak dan memutarbalikkan fakta. Akibatnya malah pencemaran nama baik dan berimbas ke tim Warior juga. Kita perlu bukti lain untuk memperkuat diri!"
Hendrik dan William mulai waspada dan tidak bertindak gegabah. Ini tindakan tercela perbuatan manusia dan hukumannya yakni penjara. Mereka sibuk mikir. Namun sayang, cacing dalam perut kembali berontak. Akhirnya mereka makan dulu, kantin tidak aman otomatis mereka keluar gerbang. Banyak pedagang yang berjejer di pinggiran. William duduk manis di warung sambil ngadem menikmati angin sepoi-sepoi.
Tak jauh darinya duduk, dia melihat seorang perempuan sedang bermain ponsel. Namun, terlihat dari pakaiannya sepertinya dia warga baru. Seragam yang dikenakan serba hitam. Apakah baru ziarah ke makam orang lain? Atau sedang cosplayer? Segala macam atribut dipakai. William pun tak peduli.
Dia mencomot pisang goreng yang masih panas. Hendrik dan Bastian datang dengan membawa makanan banyak dan perempuan tadi sudah pergi. Hendrik menampol kepalanya. "Diam-diam bae, ngopi ngeteh apa nguli," celetuknya mencairkan suasana.
Tak terima disakiti sebagai balasan dia menendang Hendrik, membuatnya kesakitan. Matanya berkaca-kaca dan drama tanpa latar pun dimulai di antara mereka. Satu-satunya human yang normal hanyalah Bastian. Dia tak ikutan bermain aksi kekanakan. Makanan di depan jauh lebih menarik ketimbang dua wayang yang sedang bergulat bagai petarung tinju alhasil tak berunfaedah. Buang-buang waktu dan energi.
☆☆☆
Usai kejadian menghebohkan itu pun. Anak-anak lain dipulangkan lebih awal. Para guru berdiskusi di ruang rapat. Mereka berhadapan dengan kepala sekolah. Pria tegas dan berwibawa itu menatap satu per satu bawahannya. Mencurigai mereka dan waspada akan hal lain.
Salah satu guru bertanya, "Sebenarnya ada apa ini? Kenapa para murid bisa sakit tanpa alasan yang jelas?"
"Sepertinya ada musuh dalam selimut yang diam-diam menyerbu sekolah ini. Pak Kepala sekolah. Anda harus menindaklanjuti kasus ini agar tidak ada lagi korban." Sang guru Matematika menyuarakan aspirasinya.
Damian selaku kepala sekolah SMAN Warior tidak diam begitu saja. Dia sedang berpikir. Siapa pula orang-orang yang ingin menghancurkan sekolahnya dan ada motif apa mereka melakukan ini? Damian benar-benar tidak tahu.
Kerusuhan dalam ruang rapat terdengar, saling menyuarakan pendapat masing-masing. Damian memijat pelipisnya. Urusan para murid tentu saja berdampak padanya. Baginya anak-anak yang bersekolah di sini sudah dianggap anak-anaknya sendiri.
"Harap tenang! Saya tahu kalian khawatir. Saya sendiri akan bertanggung jawab atas semua kekacauan ini dan membereskan masalah ini sampai tuntas. Selaku para guru mohon kerjasamanya untuk tidak bertindak impulsif. Rapat dibubarkan!"
#TBC#
Kira-kira ada apa ya? Apakah ada yang tahu-tempe? Akankah mereka menyelesaikan kasus ini sampai tuntas?
Untuk trio kampret, adakah kesan dan pesannya? Yuhu kuy speak up~Oke gais. Diriku mulai tak konsisten melanjutkan ini cerita :") Pasti kalian tak berminat baca lebih jauh. Yaudin cukup sekian dan numpang lewat.
Untuk next part masih hitam putih redup! Ciye yang readers-nya nambah, fix aku kurang gercep dan gak rajin up lagi. Alasannya masih sama kurang asupan, hilang arah dan eror! Masalam baru keyword tidak bisa diajak main. Entah kenapa mulai kurang gurih sama cerita yang dibuat (~.~) Dahlah skip!
★ Injek Bintangnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mission Puzzle
Misteri / Thriller[AKAN UPDATE JIKA TIDAK EROR!] Kisah tentang keseruan Trinity Squad dalam menyelesaikan sebuah misi yang menegangkan serta kekonyolan absurd menghiasi. Persahabatan bagaikan kepompong terjalin kuat meskipun banyak sekali rintangan yang sulit dihadap...