TMP 54 : Kawan or Lawan?

52 5 0
                                    

Dering ponsel mengetuk kesunyian. Setelah aktivitas yang panjang. Mereka tertidur lelap, selesai sampai beberapa dekade. Suara-suara gaib mulai bersahutan tanpa henti, mengusik kedamaian.

Sosok pemuda dengan punggung membelakangi, tatapannya lurus ke depan. Merobek cakrawala berniat melarikan diri dari bayangan. Di sela-sela keheningan sebuah pelukan hangat mengempaskan keraguan.

"Pagi." Sapaan lembut mengawali.

Tak ada jawaban. Namun, hanya senyuman tipis yang terpatri. Setelahnya mereka berdua berhadapan sembari berpelukan. Sapuan lidah tak bertulang kembali beradu dengan menggairahkan. Menciptakan suasana keharmonisan.

Gorden terbuka sedikit menampilkan  sepasang kekasih yang tengah berkasmaran. Keduanya berpindah-pindah tempat mencari kenyamanan. Kegiatan panas berlanjut ke tepi kasur. Bernapas sejenak, kemudian berkali-kali mencurahkan isi hati.

Keduanya beradu pandang, dan tersenyum hangat lalu berpelukan. Perasaan mereka seakan tersampaikan hanya dengan melakukan ini. Sinar mentari pun ikut menyejukkan area sekitar.

William terbungkus selimut, energinya sudah dihabiskan, dan tak ada lagi yang tersisa. Lelaki sialan itu benar-benar licik memanfaatkannya. Namun, tak sedikit pun rasa penyesalan singgah. Keduanya sama-sama suka dan saling mencintai.

Kini statusnya telah berubah. Tak ada lagi penolakan. Namun, selalu ada syarat untuk tidak bertindak sesuka hati. Seperti halnya kesepakatan tentang kultivasi ganda. Tak ada dari mereka yang terpaku akan masalah ini. Menjalin kasih sudahlah cukup.

Keheningan menyapa, seolah waktu memberi mereka jeda. Pelukan erat sengaja dilepas dan hanya memandanginya lama. Kelopak mata terbuka, kecupan singkat menyapu. Dorongan lemah tak membuatnya menjauh. Malahan semakin dekat.

"Jam berapa sekarang?"

Pemuda itu berbisik, "Ayo tebak."

"Huh!"

William mendengus, ketika dia ingin bangun, tubuhnya langsung kaku. Efek kegiatan panas yang mereka lakukan semalam.

Merasa tak enak, Satria selaku pihak yang bersalah akhirnya menerima keluhan dari sang kekasih. Dengan sukarela menjadi tukang pijat. Rasa sakit berakhir reda. Namun, ketidaknyamanan kembali hadir. Tentu saja keduanya mengerti.

Memasuki pemandian air panas. Sepasang kekasih bersandar seraya menikmati pemandangan. Jerat yang menyiksa akhirnya terbebaskan. Hanya ada embun yang berjatuhan.

Rasanya sangat nyaman. Keduanya menghabiskan waktu yang tenang. Setelah mandi dan berpakaian, mereka pun sarapan. Keseharian mereka dihabiskan dengan bercocok tanam, olahraga ringan dan berjalan-jalan. Sudah seminggu berlalu, masa  karantina akhirnya diselesaikan.

William kembali ke rumah setelah berpergian lama. Tempat ternyaman ialah di mana keluarganya berada. Buah tangan pun menjadi incaran.

"Eh, ciye udah jadian. PJ-nya dong."

Tiba-tiba Windi bersuara di sampingnya. Tentu saja membuatnya kaget. Namun, dengan cepat  menetralkan wajah. Dia tak ingin membongkar kedoknya sendiri.

"Siapa yang lo maksud?"

Windi membalas, "Jelas elo dan dia lah. Masa iya orang lain."

William pura-pura tuli. Dia mengabaikan kicauan sang adik. Namun, Windi tak menyerah. Segala macam jurus telah dikeluarkan. Mulut masih terbungkam. Desakan Windi tak membuatnya goyah.

Bayangan melintas, dengan cepat Windi menarik pergelangan tangan pemuda itu. "Kak, ke bioskop. Yuk!"

Satria pun tertangkap, belum saja  menjawab, William sudah menendangnya keluar.

The Mission Puzzle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang