Melepaskan ❁

156 27 66
                                    

(Sambil dengerin Cinta Datang Terlambat~Maudy Ayunda, yuk ^^)
Jangan lupa vote ✩ dan comment ya pembaca yang baik ♡

~●●●~

Tidak lagi penting bersama atau mungkin ditinggalkan pergi. Yang terpenting saat ini mau mengungkapkan atau tetap mempertahankan gengsi.

~●●●~

Kejadian di depan pagar rumah masih terus mengusik pikiran dan hati Aresha. Sungguh tidak pernah terlintas setitikpun dalam benaknya, makna 'lembaran baru' yang Marshel katakan kemarin akan semenyakitkan ini. Aresha tidak pernah sedetikpun mengira bahwa Marshel membawanya kembali ke dalam belenggu rasa kecewa, di saat rasa itu sudah tumbuh semakin kuat dari hari ke hari.

Kali ini Aresha berangkat lebih pagi diantar oleh Ravan. Ruang kelas pun masih sepi hanya diisi oleh dirinya sendiri. Kepala gadis itu seakan penat oleh serangkai pemikiran yang tidak pernah usai, dan dia tidak tahu harus melakukan apa.

"Aresha, dia pasti cuma becanda," katanya dengan seulas senyum terukir miris.

Matanya menatap ke langit-langit ruang kelas. Menggiti bibir bagian bawahnya berharap dapat menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk.

"Dia pasti cuma main-main sama ucapannya kemarin, Aresha. Si Bulu Ketek itu nggak mungkin pergi. Lo jangan percaya. Dan lo nggak boleh buang air mata lo untuk hal ini, " lanjut Aresha berbeda antara lisan dan hati. Tanpa dapat ditahan lagi, air matanya luruh membasahi pipi.

Sesaat kemudian Aresha merasakan sebuah tangan mendarat di pundak kirinya, gadis itu langsung menoleh. Mendapati Naraya dan Zena yang berdiri terpaku di tempat.

"Lo harus ikut gue sekarang!" tegas Naraya tanpa basa-basi.

"Apaan sih maksud lo, Nar? Pergi kemana?"Aresha memalingkan wajah. Dengan cepat mengelap pipi yang nyatanya sudah terlanjur basah. Tidak mau terlihat lemah di depan kedua sahabatnya.

Naraya berganti tempat menjadi berdiri di depan Aresha. "Sha, lo pasti udah tau maksud gue. Jangan pura-pura nggak tau kayak gini deh, Sha. Lo juga nggak usah pura-pura nggak peduli lagi. Kalo lo nggak mau nyesel nantinya."

Aresha sedikit tersentak dengan penuturan Naraya yang dibalut nada suara serius tidak seperti biasanya. "Kalian tau dari mana soal ini?"

Zena menghela napas panjang. "Sha, dari tadi lo ngomong sendiri udah mirip kayak orang yang lagi frustasi. Gue juga kemarin sempet dikasih kabar sama Luan. Katanya Marshel mau pergi ke Jogja hari ini. Pagi ini."

Aresha menunduk. Memainkan kuku-kuku jarinya dengan perasaan tak enak. "Itu cuma bercanda. Gue yakin dia nggak serius. Dia cuma ngerjain gue."

Zena menggeleng. "Ini nggak becanda, Sha. Dia nggak ngerjain lo. Gue jadi paham kenapa kemarin liat Tante Ara ada di sini. Itu artinya, dia lagi ngurusin perpindahan Marshel. Dan bodohnya gue nggak pernah berpikiran sampai situ. Sumpah demi apa pun, gue kaget dapat info ini."

Penjelasan itu seakan berhasil merenggut semua harapan Aresha yang sudah mencoba untuk menguatkan diri, beranggapan bahwa kabar tidak mengenakan itu hanyalah lelucon semata.

"Ya kalo itu keputusan dia gue bisa apa?" Aresha mengelap sudut matanya. "Apa iya gue harus egois? Larang dia buat pergi? Apa yang bisa gue lakuin sekarang? Bukannya semua berakhir sebelum kita bener-bener memulai?"

Zena kehabiasan kata. Begitupun dengan Naraya. Inilah kehidupan. Tidak dapat ditebak apa yang sedang menanti di depan. Seperti saat ini, Naraya dan Zena merasa tidak tega melihat Aresha. Mereka berdua tidak bisa menyalahkan Aresha yang baru menyadari rasa di akhir kebersamaan.

Ratu Jutek Vs Raja Bego (Completed) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang