Isi Sebuah Surat ❁

206 28 144
                                    

Jangan lupa vote ✩ dan comment ya pembaca yang baik♡

~●●●~
Ingin dicintai
Namun tanpa sadar telah membuat orang lain tersakiti.

~●●●~

Aresha merebahkan tubuhnya di atas kasur. Setelah mandi dia memutuskan untuk beristirahat sebentar. Aresha menyapu sekitar kamar hotel dengan pandangannya.

"Gue tadi udah deg-degan, untung aja operasinya berjalan lancar," kata Naraya yang tengah duduk di sofa panjang.

Aresha, Naraya, dan Zena kini memang berada di satu kamar yang sama. Kamar ini cukup besar untuk tempat mereka beristirahat. Sementara Rasya, Luan, dan Ravan menyewa satu kamar lain.

Aresha menarik napas panjang. "Iya, Nar, tapi yang gue heran kenapa Serly bisa ada di sana juga?"

Naraya mengangkat pandangan dari layar handphone. "Tadi gue sempet nanya sama Rasya, katanya memang setiap libur sekolah si Serly sama Marshel suka di Jogja buat liburan ngunjungin keluarga. Katanya juga, Serly paling deket sama Kak Marshila. Ya nggak aneh lagi sih kalo dia juga ada di sini."

Beberapa saat kemudian tercetak lipatan halus pada kening Aresha setelah menelaah perkataan Naraya. Dia langsung bangun duduk bersila di atas kasur. "Kak Marshila?"

"Iya, Kak Marshila." Naraya mengangguk. "Dia itu kakak kandung Marshel. Marshel lakuin semua ini buat kakaknya. Lo dari tadi belum tau si Marshel donor buat siapa?"

Aresha menggeleng pelan. Iya bahkan melupakan rasa penasaraannya karena terlalu fokus dengan kehadiran Serly.

"Gue bahkan nggak nyangka di balik sikap Marshel yang pecicilan, susah buat serius,  mau lakuin semuanya buat kakak kandungnya. Salut gue." Zena yang baru selesai mandi ikut bergabung. Menghempaskan tubuh ke sofa sebelah naraya.

Zena tersenyum kaku. Menyadari bahwa kedua sahabatnya itu belum bersikap seperti semula. Kini bagaikan ada dinding transparan yang membuatnya tidak sedekat dulu. Namun, ia juga sadari bahwa ini adalah efek atas kesalahan yang telah ia perbuat. Zena harus bisa terbiasa.

"Maksud lo gimana, Zen? Lo masih suka sama Marshel?" Naraya tukang kepo melayangkan tatapan mengintimidasi.

Di luar dugaan Zena malah terkikik geli. "Nggak lah!" Zena memberi jeda. "Gue udah coba hilangin rasa suka gue. Gue nyesel banget udah pernah berlaku menjijikan sama sahabat gue demi balas rasa iri."

Aresha langsung menatap ke arah Zena. Matanya dapat menangkap raut penyesalan yang begitu kentara dari teman lamanya itu. "Mendingan kita nggak usah bahas soal ini lagi. Gue udah maafin lo kok, Zen."

Zena tersenyum. Sikap Aresha yang seperti itu sebenarnya membuat ia semakin bersalah. Zena kembali terdiam. Sementara Naraya sudah kembali asik memainkan handphone.

Aresha bergerak membuka gorden kamar hotel. Membiarkan pemandangan kota istimewa Yogyakarta terpampang jelas terhalang kaca transparan.

Setidaknya ini membuat dia sedikit lebih tenang. Menatap keindahan kota berlatar langit malam. Aresha teringat akan sesutu. Tangannya bergerak mengambil tas selempang. Mengeluarkan selembar surat dari dalamnya.

'Mungkin ini saat yang tepat buat gue baca. Bukanya lo mau gue baca surat ini waktu gue kangen, Shel?' Aresha menggigit bibir bagian bawah.

Perlahan dia membuka amplop bewarna pink itu. Ada sesuatu yang mengusik dan terus mengganjal perasaannya.

Baca surat ini waktu lo kangen gue Sha. Walaupun sebenernya nggak yakin lo bakalan kangen gue. Tapi, gue ini makluk terngangenin sepanjang masa. Mungkin lo belum sadar hal itu.

Ratu Jutek Vs Raja Bego (Completed) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang