Lo ngebentak, gue berontak.
Aresha Ravan Arabella
Tidak ada yang dapat Aresha lakukan selain melamun dengan salah satu tangan menopang dagu. Pandangannya menerawang karena sibuk menerka-nerka sesuatu yang terus mengusik pikiran.
Malam itu dia merasakan keganjilan dari apa yang telah matanya saksikan. Sebuah sapaan berhasil menyeret kembali kesadaran Aresha. Sontak saja matanya berkilat kesal ketika melihat Marshel telah berada di sebelahnya.
"Ngapain lo di sini?" tanya Aresha seraya melayangkan tatapan mengintimidasi. "Gue belum izinin lo buat duduk di situ ya. Pergi sana!"
Alih-alih beranjak pergi, Marshel malah memiringkan posisi duduknya menghadap pada Aresha yang menatap dengan sorot mata ganas.
"Ngapain gue izin? Gue 'kan hadir. Nggak izin juga nggak bolos." kedua alis tebal Marshel bergerak-gerak jenaka.
Apa nggak bisa ya sehari aja gue nggak digangguin makhluk ini? Dalam sekejap mata mood Aresha berubah drastis. Raut wajahnya menjadi keruh tanpa berniat menatap balik cowok yang kini menyeringai lebar menampilkan lesung pipinya.
Tanpa dapat Aresha kendalikan, ada sebuah rasa yang tiba-tiba mencuat ketika mengingat kembali kedekatan cowok itu dengan seorang cewek yang tidak dia ketahui siapa.
Lamunan Aresha kembali buyar kala Marshel menjentikkan jari tepat di depan wajahnya. "Apaan sih lo Bulu Ketek? Ngapain lo di sini? Kenapa nggak sama pacar lo aja sana! Nggak usah gangguin gue!"
Sontak saja Aresha langsung membekap mulut. Sial! Gue keceplosan! Bisa kegeeran tuh si Marshel.
Bukannya tersulut Marshel malah tergelak. Untung saja perpustakaan sedang sepi dan hanya menyisakan mereka berdua. Jika tidak, mungkin keduanya telah mendapat semburan amarah dari penjaga perpustakaan.
"Pacar? Pacar mana yang lo maksud? tanya Marshel saat tawanya mulai mereda.
Aresha mengendikkan bahu. Tangannya bersilang dada seraya merutuki kebodohan yang telah dia perbuat. Namun, sebisa mungkin dia tetap bersikap seperti semula agar cowok itu tidak semakin besar kepala. "Cewek yang mana lo bilang? Berarti, lo banyak ceweknya? Iya?"
Nah, kan gue keceplosan lagi. Sungguh kini pikiran dan mulutnya tidak dalam keadaan sinkron.
Marshel dengan santai menyenderkan punggung pada sandaran kursi. Mengabaikan hukuman Pak Heri akan perintah membersihkan perpustakaan karena ulahnya membuat kelas ricuh. Dengan susah payah ia berusaha agar tawanya tidak kembali pecah kala mendapati wajah Aresha yang tengah salah tingkah.
"Kenapa lo? Emang benar 'kan lo udah punya pacar. Dasar buaya! Nggak cukup sama satu cewek, terus sekarang lo mau jadiin gue sebagai mangsa lo juga, iya 'kan?" Rentetan ucapan itu terungkapkan dengan sendirinya.
Marshel tertawa terpingkal-pingkal hingga perutnya sakit. Ia mencoba meredam tawa yang malah semakin membuncah kala mendapati raut wajah masam Aresha.
"Sumpah, Sha! Ini saat yang gue tunggu dari zaman batu akik! Lo ... cemburu sama temen gue?" terka Marshel berekspresi penuh harap.
Satu tepukan mendarat tepat di kening Aresha. Alih-alih menjawab pertanyaan cowok itu, dia malah teringat dengan tujuan awal dirinya ke perpustakaan.
"Gue capek ngadepin lo yang super duper kepedean plus bego nggak ketulungan. Gue cabut dulu." Aresha beranjak berdiri seraya mendekap beberapa buku paket dalam pelukannya.
Alis Marshel seketika bertaut bingung. "Cabut apanya, Sha? Rok lo nempel ke paku terus harus dicabut? Mana sini gue bantuin!" ucapnya bersemangat dengan mata berbinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu Jutek Vs Raja Bego (Completed) √
Teen Fiction[ JANGAN LUPA FOLLOW YA ] ※_______________※ Jika mungkin kebanyakan wanita terpesona oleh cowok super keren dan pintar, lalu bagaimana jika dihadapkan dengan Marshel? Seorang cowok pecicilan, tukang gombal, terlampau percaya diri, dan telah kehilang...