Dua Tangis yang Berbeda ❁

161 26 64
                                    

Jangan lupa vote ✩ dan comment ya pembaca yang baik ♡

~●●●~
Dia pernah menjadi sosok yang sangat sabar sebelum memutuskan untuk menjauh.

~●●●~

Tidak mau membuang waktu Ravan langsung menyeret Luan dan Rasya saat matahari sudah mulai bersinar. Tidur bersama kedua orang itu membuat Ravan sedikit frustasi karena sepanjang malam terus mendengar Luan mendengkur.

Setelah mereka bersiap dan memakan sarapan yang disediakan oleh pihak hotel, ketiganya menuju parkiran tempat mereka berkumpul dengan Aresha, Naraya, dan Zena.

"Udah siap semua 'kan?" tanya Ravan mengedarkan pandangan menatap satu persatu.

Rasya mengendikkan bahu. "Kalo ditanya gitu ya gue belum siap. Masa ke Jogja jauh-jauh cuma sebentar doang? Jalan-jalan dulu aja lah di sini, mumpung liburan."

Luan menanggapi ucapan Rasya dengan mengangguk setuju. "iya gue belum makan di angkringan, kemarin ke Malioboro juga cuma sebentar. Gue pingin makan gudeg lagi. Belum kenyang."

"Mau lo puterin ini semua sudut kota lo mah nggak akan pernah kenyang, An," celetuk Naraya. "Tapi iya juga sih, kalo kalian mau beberapa hari lagi di sini gue bakalan perpanjang sewa kamar hotelnya."

Aresha yang sedari tadi tak acuh kini langsung menatap Naraya. "Nggak. Gue mau pulang hari ini. Kalo kalian masih mau di sini, gue bisa pulang naik bis."

Ravan yang menyadari adiknya sedang tidak mood langsung menginterupsi semuanya untuk masuk ke dalam mobil. "Iya udah kita pulang sekarang. Sekalian mampir bentar ke rumah sakit buat lihat kondisi Marshel, sambil pamit sama keluarganya."

Sebenarnya Aresha ingin menolak jika harus mampir terlebih dahulu ke rumah sakit. Jika mengingat isi surat kemarin, Aresha belum cukup siap untuk bertemu dengan Marshel. Namun, dirinya juga tidak bisa lagi untuk mengelak.

'Semoga semua baik-baik aja.'

~●●●~

Sesampainya di rumah sakit mereka langsung memutuskan untuk menuju ruang rawat inap Marshel, kecuali Aresha. Cewek itu meminta izin untuk menyusul agar tidak terlalu lama berada di sana.

Sepasang kakinya melangkah malas menuju area taman kecil yang di sisi rumah sakit. Bagaimana pun dia harus mengumpulkan banyak keberanian dan meredakan pikiran dari berbagai macam kemungkinan yang dapat terjadi saat dirinya bertemu dengan Marshel.

Aresha duduk termenung di salah satu kursi panjang di bawah pohon yang cukup rindang. Dengan tatapan kosong merasakan angin membawa ke sejukan di tengah panasnya kota Yogjakarta.

Kalau boleh jujur, ada perasaan janggal yang mengganggu Aresha saat ini. Nyatanya, dia tidak merasa baik-baik saja setelah membaca surat yang diberikan Marshel beberapa hari sebelum pergi. Aresha menghela napas panjang. Menyapu sekitar dengan pandangan, berharap agar cepat bisa berpikir jernih.

Ekor matanya menangkap sesuatu saat melirik ke arah kiri. Matanya memicing memastikan penglihatannya sedang tidak keliru. "Marshel? Serly? Mereka? Lagi ngapain?"

Perlahan keningnya muncul lipatan halus. Tepat tidak jauh dari tempatnya berada Marshel dan Serly yang duduk bersisian dengan kepala cewek itu bersandar di bahu Marshel seakan di sanalah tempat paling nyaman. Aresha memilih untuk menyembunyikan diri di balik pohon besar agar dirinya tidak terang-terangan terlihat.

Ratu Jutek Vs Raja Bego (Completed) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang