I try to forgive you but I'm struggle cause I don't know how
(Long Way Down - One Direction)***
"Kau masih mau mengabaikan adikmu?" Sana menodong Rosé dengan pertanyaan ketika gadis itu memasuki kelas. Rosé menatap temannya itu dengan malas, dia sama sekali tidak dalam mood yang bagus untuk membahas apapun tentang Lisa. Dia juga sedang berusaha berdamai dengan dirinya sendiri, tidak bisakah orang-orang membiarkannya barang sebentar?
"Jangan sekarang, Sana-ya." Desahnya lelah. Rosé sudah cukup merasa bersalah karena telah berandil besar dalam membuat tangan Lisa terluka semalam. Dia hanya ingin tenang tanpa pertanyaan tentang Lisa, tanpa Lisa atau apapun yang berhubungan dengan Lisa. Dia berjanji tidak akan bersifat kekanak-kanakan lagi, asal beri dia waktu untuk meredam kemarahannya sendiri. Gitar itu adalah benda yang sangat berarti untuknya. Dan bukan merupakan hal yang mudah untuk merelakannya ketika hal itu hancur didepan matanya sendiri.
"Itu hanya masalah sepele, dan kau mendiamkannya seperti ini? Ayola-" Kata-kata Sana langsung terhenti ketika mendapati tatapan tajam Rosé ke arahnya. Sungguh, jika tatapan Rosé bisa membunuh, Sana mungkin sudah mati sejak tadi. "Hal sepele katamu?" Tanyanya tajam. Sana meneguk ludahnya susah payah. Dia bersumpah Rosé terlihat sangat menyeramkan sekarang.
"B-bukan begitu maksudku. Ah, um, aku-"
"Jangan diteruskan." Tukas Rosé memotong apapun yang akan temannya itu katakan. Dia benar-benar tersinggung saat Sana mengatakan kehancuran gitarnya adalah masalah sepele. Sana tidak tahu apapun. Gitar itu adalah sebagian dari hidupnya. Dan tidak ada satupun orang yang berhak mengatakan kalau kehilangan gitar itu merupakan hal sepele baginya.
"Rosé-ya, aku minta maaf." Ucap Sana pelan. Kini dia mengerti kenapa Lisa berusaha sangat keras untuk mendapatkan maaf dari saudara kembarnya itu. Kemarahan Rosé sangat menyeramkan. Gadis itu tidak berteriak atau berkata buruk untuk meledakkan amarahnya. Dia justru bersikap sangat dingin dan hanya mengeluarkan beberapa kata yang bisa membuat orang merasa bersalah dalam sekejap. "Rosé-"
"Tolong, diam. Moodku sangat berantakan sekarang." Ujar Rosé yang membuat Sana terdiam seketika. Gadis itu mengangguk pasrah dan memberikan ruang untuk Rosé. Dia tentu tidak mau kena semprot oleh gadis Kim itu.
Semua berjalan lebih lancar untuk Rosé. Teman-temannya benar-benar memberinya ruang yang memang sangat dia butuhkan dan mata kuliahnya telah selesai dengan baik. Ya setidaknya begitu, sebelum seseorang kembali muncul di depan pintu kelasnya dengan senyuman lebar yang membuat matanya menyipit. Lalisa.
"Chaeng-ah, ayo makan bersama!" Ajaknya dengan riang. Rosé menghembuskan napas lelah. Dia serius saat mengatakan tidak ingin melihat Lisa untuk saat ini. Bukan apa-apa. Dia hanya takut kembali menyakiti sang adik dengan perbuatan atau ucapannya. Karena sekarang masalahnya bukan tentang kemarahannya pada Lisa lagi. Melainkan perdebatan ego yang bergejolak di dalam dirinya.
"Jangan," Bisik Rosé disela desahan napasnya. Tak cukup kuat untuk bisa didengar siapapun selain dirinya sendiri.
Lisa kemudian mengamit lengan kakaknya, menariknya untuk berjalan beriringan seakan tidak pernah terjadi apapun diantara mereka. Namun Rosé tentu tak tinggal diam. Dia langsung menarik tangannya dari genggam Lisa dan memberikan tatapan tajam andalannya pada si bungsu. "Jangan ganggu aku." Tukasnya.
Bungsu Kim mendesah kecewa. Dia kira kembarannya itu akan sedikit luluh seiring dengan bergantinya hari. Tapi ternyata tidak. Rosé mungkin masih sangat marah dan Lisa memahami itu. Tapi jika Rosé mengira Lisa akan menyerah kali ini, maka jawabannya adalah tidak. Jika Rosé bisa keras kepala dengan kemarahannya, maka Lisa juga bisa keras kepala dan tetap berusaha untuk membuat Rosé mau kembali berbicara padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone✔
FanfictionJisoo, Jennie, Rosé dan Lisa tak lebih dari anak-anak manja yang hanya bisa mengandalkan kedua orang tua mereka, Jiyong dan Taeyeon Kim. Lalu apa yang akan terjadi jika pada suatu hari, kedua orang tua mereka tiba-tiba menghilang tanpa jejak?