Silence

4.5K 553 15
                                    

Akhir pekan datang lagi. Kedua gadis Kim yang telah bekerja keras selama satu minggu terakhir itu kini akhirnya bisa mengistirahatkan tubuh mereka sedikit lebih lama. Jisoo dan Jennie benar-benar lelap dalam tidurnya hingga membuat Rosé dan Lisa tak tega membangunkan mereka untuk sekedar memberitahu kalau mereka akan keluar pagi ini. Si kembar itu tahu betapa belakangan, kakak-kakaknya tidur lebih larut untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, jadi ketika Jisoo dan Jennie mendapat waktu tidur lebih, mereka tak mau menganggu.

Lalu saat Rosé dan Lisa selesai bersiap, mereka segera pergi meninggalkan kedua kakaknya yang kemudian kebingungan karena tak mendapati adik kembar mereka di rumah ketika bangun beberapa jam kemudian. Ini adalah hal yang tidak biasa mengingat anak-anak itu sama malasnya dengan kedua kakak mereka. Dan sekarang masih pukul 10, di hari sabtu, dimana kedua gadis itu harusnya masih bersantai di ruang keluarga sambil bertengkar dan memperdebatkan hal kecil.

"Baru bangun?" Jennie yang menghampiri kakaknya di ruang keluarga hanya mengangguk kemudian ikut duduk bersama Jisoo. Sepertinya nyawa keduanya belum terkumpul seluruhnya, karena saat ini mereka berdua hanya menatap kosong ke arah televisi sambil duduk bersisian.

"Hmm,"

"Hm,"

"Hhhhh,"

Helaan nafas itu saling bersahutan, entah apa maksudnya. Mereka benar-benar masih berada diambang kesadaran karena semalam keduanya sama-sama tidur melewati pukul 12 untuk mengerjakan sisa pekerjaan mereka. Well, khusus untuk Jennie, pekerjaannya bukan sisa, tapi memang belum terselesaikan sebagian karena banyaknya design yang harus dia kerjakan.

"Apa Lisa dan Rosie belum bangun?" Tanya Jennie setelah keheningan panjang diantara mereka. Jisoo menggeleng, dia tak punya ide tentang keberadaan kedua anak itu. "Aku belum melihat mereka sejak kemarin." Balas Jisoo.

"Itu karena kau selalu pulang larut." Sahut Jennie sambil perlahan menyandarkan kepalanya dibahu sang kakak, bahu kesukaannya. Walaupun kakaknya super menyebalkan, tapi entah kenapa Jennie selalu senang menempel pada Kim Jisoo itu. "Pekerjaanku banyak, asal kau tahu saja." Timpal Jisoo.

"Aku tahu!" Ketus si kucing.

Mereka kembali diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Banyak hal yang berkecamuk di kepala mereka, namun pada intinya mereka memikirkan hal serupa. Pekerjaan, kepergian kedua orang tua mereka yang masih juga tak memberi kabar, dan.. Keheningan yang entah kenapa mendadak menyergap di disini. Keheningan yang entah kenapa terasa mengerikan untuk keduanya yang terbiasa dengan suasana ramai di rumah ini.

"Unnie,"

"Hm?"

"Sepi sekali." Ucap Jennie yang lantas diangguki oleh Jisoo. Sejak kecil, anak tertua Kim itu sudah terbiasa dengan tingkah menyebalkan adik-adiknya, betapa cerewet ibunya, dan teriakan marah ayahnya yang menghentikan pertengkaran mereka. Dan sekarang, ketidakhadiran orang-orang itu menimbulkan ruang kosong yang kentara di hatinya. Bahkan tanpa diduga, kepergian si kembar yang Jisoo yakini hanya keluar untuk hangout atau hal semacamnya tenyata juga berpengaruh sangat besar.

"Apa Eomma dan Appa memikirkan kita disana?" Gumam Jennie pelan. Jisoo menghembuskan napas berat, "Tentu saja, Jendeuk. Kita anak mereka, mana mungkin mereka tidak memikirkan kita." Balas Jisoo yang memahami keresahan adiknya. Jennie adalah seorang pemikir, dan anak itu kadang terlalu suka bermain dengan pikirannya sendiri. Jadi Jisoo, sebagai kakaknya, mau tak mau memiliki tugas untuk menghentikan keoverthinking-an Jennie untuk menjalar menuju hal yang negatif.

"Tapi kenapa mereka meninggalkan kita? Tega sekali!" Ujar Jennie mulai emosi. Jisoo bersumpah dia sangat berusaha untuk tidak bertingkah menyebalkan saat ini. Pada akhirnya dia adalah seorang kakak, yang mau tak mau harus bertanggung jawab atas adik-adiknya. Termasuk dalam menenangkan emosi si kucing galak ini.

Gone✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang