What Should We Do?

4.2K 568 56
                                    

Keempatnya mengerjap, seakan kehilangan orientasi. Orang yang mereka nantikan selama satu bulan ini benar-benar ada di hadapan mereka. Hanya berjarak beberapa meja dan gadis-gadis Kim bisa meraih mereka dengan mudah. Namun semuanya terasa tiba-tiba dan mengejutkan. Tak ada satupun yang bergerak. Bahkan Taeyeon dan Jiyong pun hanya menatap anak-anak mereka tanpa tahu apa yang harus mereka lakukan. Orang tua dari keempat gadis cantik itu sama sekali tidak merencanakan hal ini.

"Alihkan pandangan kalian." Jisoo yang pertama kali bersuara. Nadanya begitu datar dan dingin, tak bisa terbaca. Adik-adiknya menurut. Sejujurnya mereka benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan. Segala emosi yang mereka rasakan terhadap orang tua mereka menyergap bersamaan membuat keempatnya bingung, tak tahu apa yang mendominasi. Entah rindu, senang, sedih, atau marah. Semuanya terlalu bias.

"Makan, Rosé." Titah Jennie yang menyadari adiknya itu mendadak diam dengan tangan yang bergetar samar.

"A-appa dan Eom-"

"Ya. Lanjutkan makan kalian." Potong Jisoo. Lisa mencengkram pisau dan gapunya dengan erat. Dia menyadari mata orang tua mereka tak lepas dari meja ini. Dan Lisa tak bisa menghindarinya walau dia sangat ingin.

"Hey," Panggil Jisoo membuat perhatian adik-adiknya tertuju padanya. "Genggam tangan orang disebelah kalian." Jisoo mengulurkan kedua tangannya untuk digenggam oleh Lisa dan Jennie, mereka menyambutnya dengan baik begitu pula dengan Rosé yang menerima uluran tangan Jennie dan Lisa dari sebelah kanan dan kirinya. Gadis-gadis Kim kini saling menggenggam dibawah meja yang mereka tempati. Perhatian mereka sepenuhnya tertuju pada sang kakak tertua.

"Cepat atau lambat, mereka akan menghampiri kita. Oke?" Adik-adiknya mengangguk. "Kalian memiliki hak untuk marah, kecewa. Kalian boleh senang, kalian boleh menangis. Tapi tidak sekarang. Tidak disini. Semua ini berawal dari rumah, dan kita akan menyelesaikan semuanya di rumah. Paham?" Tegas Jisoo seraya menatap ketiga adiknya bergantian.

Ketiganya mengangguk mengerti. Untuk saat ini, mereka akan menurut pada Jisoo. Semuanya sungguh di luar dugaan, dan satu-satunya yang tampak sudah tersadar dari keterkejutan hanyalah Jisoo. Jadi mereka akan mendengarkan apapun yang si sulung katakan.

"Aku.. Aku marah sekali." Bisik Lisa menunduk. Dan Jennie mengangguk menyetujui. Si kucing sedang mengalami siklus bulanannya sekarang. Jadi bisa dibayangkan betapa campur aduknya emosi Jennie saat ini.

Jisoo tersenyum tipis dan mengangguk. "Tenanglah. Appa dan Eomma akan membayar perlakuan mereka terhadap kita." Ujarnya yakin.

Rosé menatap kakaknya dengan mata yang ternyata sudah berair. "Mereka harus membayar." Balasannya serak.

"Kalian menyeramkan, t-tapi oke. A-ayo makan." Jennie tak yakin apa yang akan dilakukan oleh Jisoo, tapi yang jelas, dia setuju. Jiyong dan Taeyeon harus membayar kelakuan mereka.

***

Taeyeon menggenggam tangan suaminya dengan erat. Ini benar-benar di luar rencana. Mereka sama sekali tidak tahu kalau anak-anak mereka juga berada di negara yang sama, dan sialnya lagi di restoran dan hotel yang sama dengan mereka. Jiyong mengusap punggung tangan sang istri. Keterkejutannya tak kalah dari Taeyeon namun sebisa mungkin lelaki itu bersikap tenang.

"Mereka marah sekali." Lirih Taeyeon ketika menangkap wajah keras anak-anak di meja itu. Jiyong mengangguk. Jujur saja ia baru melihat sisi seperti itu dari anak-anaknya. Jisoo, Jennie, Rosé dan Lisa memang sering marah-marah. Tapi tidak pernah terlihat seperti ini. Keempatnya terlihat seperti wanita-wanita elit yang tak bisa disentuh oleh orang sembarangan.

Well, mereka memang gadis-gadis elite dan Putri-putri Kim Jiyong memang tak boleh disentuh oleh orang sembarangan karena Jiyong akan membunuh manusia kurang ajar itu jika berani menyentuh salah satu putrinya.

Gone✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang