Closure

4.8K 588 21
                                    

Jennie dan Rosé sampai di rumah sebelum pukul tujuh. Rosé agak takut untuk menemui Lisa, mengingat sikap buruknya tadi pada sang adik. Jennie juga sudah tahu perihal Rosé yang membentak Lisa di kampus. Tapi dia tidak bisa berkomentar banyak. Semuanya telah terjadi dan yang bisa mereka lakukan saat ini adalah berdamai dengan keadaan, dan saling memaafkan.

Tapi ketika mobil memasuki pekarangan rumah, mereka menyadari rumah tampak gelap gulita, seperti tidak ada kehidupan disana. Jennie dan Rosé cepat-cepat masuk dan menyalakan semua lampu. Lisa mungkin belum pulang, terlihat dari mobilnya yang tidak ada di garasi. Jantung Rosé semakin berdebar. Apa yang akan dia lakukan ketika Lisa pulang nanti? Apakah Lisa akan senang dengan kehadirannya atau malah marah karena sikap buruknya tadi? Ah, sial. Pikiran Rosé benar-benar dipenuhi oleh Lisa. Dia hanya berharap keadaan mereka akan segera membaik setelah hari ini.

Tapi bahkan sampai jam makan malam terlewati, Lisa belum juga menampakkan batang hidungnya. Jennie sudah berkali-kali menghubungi anak itu namun nihil, tak ada jawaban. Terang saja hal itu kakak beradik Kim mengkhawatirkan si bungsu. Lisa selalu memberi kabar, sekesal apapun dia pada anggota keluarganya. Tapi sekarang, tidak. Dan Rosé yang menyadari Lisa benar-benar tersakiti dengan sikapnya tentu langsung disergap rasa bersalah yang semakin menyerang tanpa ampun. Dia nyaris kembali menangis jika saja sang kakak tak cepat-cepat menenangkannya.

"Aku takut terjadi sesuatu dengan Lisa." Lirih Rosé seraya tak henti mengigiti kuku tangannya. Jennie menolak pemikiran itu. Ia juga takut, tapi sungguh tidak ingin memikirkan hal itu sekarang. Dia percaya Lisa akan baik-baik saja. Lisa harus baik-baik saja. "Kita tunggu sebentar lagi. Jika Lisa masih belum pulang, atau tidak ada kabar, kita akan mencarinya." Ujar Jennie, menarik tangan Rosé agar adiknya itu menghentikan gigitannya pada kuku. Kebiasaan buruk yang tanpa sadar selalu dilakukannya ketika gugup atau cemas.

Jennie dan Rosé kembali berusaha menghubungi sang adik, tapi hasilnya tetap sama. Panggilan mereka tetap menggantung tanpa jawaban. Dan kini mereka hanya bisa menunggu dengan pasrah. Lisa mungkin masih membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri, tanpa gangguan dari siapapun. Yang mana Jennie dan Rosé tidak bisa melakukan apapun akan hal itu.

Namun beberapa saat kemudian, ponsel Rosé berdering memenuhi seluruh ruangan. Gadis itu cepat-cepat mengambil ponselnya, berharap itu adalah panggilan dari Lisa. Tapi harapannya tidak terkabul. Hanya ada nomor tanpa nama yang terpampang di layar ponselnya.

"Yeobsey-"

"Rosé? Rosé Kim?" Rosé mengernyit ketika mendengar suara yang tidak ia kenal memanggilnya dengan panik dari sambungan telepon. "Ya, siapa ini?" Tanyanya.

"Sorn, Sorn! Astaga, akhirnya aku mendapatkan nomormu!" Rosé yang mendengar suara penuh kelegaan milik Sorn sungguh dibuat kebingungan sekarang. Bahkan Jennie yang sedikit-sedikit mendengar suara gadis ditelepon itu sama herannya dengan Rosé. Untuk apa teman Lisa mencari nomornya?

"Sorn? Ada apa?" Tanya Rosé heran.

"Tolong jemput Lisa! Dia pingsan!"

Deg

***

Jennie menjalankan mobilnya seperti orang kesetanan. Rasa panik dalam dirinya bergejolak hebat ketika mendengar penuturan teman Lisa lewat sambungan telepon tadi. Dia dan Rosé tentu langsung bergegas menuju alamat yang dikirimkan Sorn tadi agar cepat-cepat melihat kondisi Lisa. Rosé sudah menangis di kursi penumpang. Dan Jennie sama sekali tidak punya waktu untuk sekedar menenangkan adiknya. Dia juga panik dan harus menenangkan dirinya sendiri agar bisa mengendarai mobil ini dengan baik.

Gone✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang