Pressure

5.2K 607 23
                                    

"APA?!"

Keempat gadis Kim itu berteriak bersamaan membuat Yong-Jae meringis. Benar kata orang tua mereka. Anak-anak ini sangat berisik. "Ne. Dan sepertinya yang paling memungkinkan untuk mengisi posisi ini adalah Jisoo." Tambah Yong-Jae yang semakin membuat mereka terkesiap.

"Aniya, Paman! Aku tidak bisa!" Tolak Jisoo tanpa basa basi. Menduduki posisi sebagai pimpinan perusahaan bukanlah hal mudah. Dan Jisoo si pengangguran akut, pemalas tingkat dewa dan pemain game profesional ini jelas tidak mau menanggung beban sebesar itu.

"Jisoo-ya, kau harapan kami satu-satunya. Ayolah, nak. Paman tahu kau bisa." Desak Yong-Jae. Mereka memang benar-benar membutuhkan seorang pemimpin di perusahaan, pasalnya, beberapa klien bahkan  terang-terangan menolak kerja sama mereka jika bukan Jiyong yang menemui mereka. Dan dalam hal ini, Kim Jisoo sebagai anak pertama Kim Jiyong menjadi kandidat paling kuat untuk mengisi posisi itu untuk sementara.

"Hanya sementara. Ayahmu bisa saja kembali besok, atau beberapa hari lagi. Dan sebelum itu terjadi, kau yang akan memimpin. Ya? Bantu Paman." Yong-Jae berusaha memasang wajah memelas walau ia yakin anak-anak itu hanya akan jijik melihatnya karena jujur, ia pun begitu. Ya, lagipula siapa yang suka melihat pria tua memelas dengan wajah sok imut? Lisa bahkan sampai merinding di kursinya.

"Tidak, Paman! Aku tidak memiliki pengalaman apapun. Paman mau perusahaan bangkrut dalam dua hari?" Tukas Jisoo dengan kening berkerut. "Unnie mulutmu!" Bisik Jennie kesal dengan pertanyaan aneh kakaknya.

"Kau lulus dari jurusan bisnis dengan nilai sempurna kan, Jisoo-ya? Ayolah, kau pasti bisa! Jangan sia-siakan otak pintarmu." Yong-Jae tak berhenti mendesak membuat Jisoo mendesah kesal dan menggerutu dalam hati. Dia mengambil jurusan bisnis karena dia memang suka dan sebagai anak pertama, mau tidak mau pasti ikut terjun kedalam bisnis ayahnya. Hanya saja tidak sekarang dan tidak dengan posisi setinggi itu. Jisoo benar-benar bisa membuat perusahaan bangkrut dalam hitungan jam.

Matanya menoleh ke kiri dan kanan. Menatap adik-adiknya yang tampak tak mau ikut campur dengan urusan ini. "Bantu aku! Aku tidak mau bekerja!" Bisik Jisoo pada Rosé yang duduk di sisi kanannya. Rosé menggeleng, "Aku tidak mau ikut campur. Itu urusan Unnie." Balasnya.

Jisoo menggeram kesal. Kenapa dia harus memiliki adik yang menyebalkan sih?!

"Beberapa klien besar menolak untuk bekerja sama dengan kantor kita karena mereka tidak mau jika hanya diwakilkan. Mereka menganggap kita tidak profesional. Tapi kau, Kim Jisoo, kehadiranmu bisa mengembalikan kepercayaan mereka untuk kembali bekerja sama dengan kita. Aku percaya darah bisnis mengalir di tubuhmu!" Gadis-gadis itu mengernyit heran mendengar betapa dramatis nya pria tua itu.

"Atau mereka akan langsung mundur ketika melihatku." Sanggah Jisoo.

Lee Yong-Jae berdecak. Matanya beralih melihat Jennie,Rosé dan Lisa yang hanya menyimak sejak tadi. "Adik-adikmu bahkan setuju kau memimpin. Iya kan?" Tanyanya meminta persetujuan.

"Jangan bawa-bawa kami, Paman. Keputusan Jisoo Unnie adalah mutlak miliknya. Kami tidak punya hak untuk mengatur." Tolak Jennie tegas. Jisoo menatapnya dengan mata berbinar. Dia tidak menyangka si kucing galak itu mau membelanya. "Akh, Jennie-ya, saranghae!" Pekiknya dengan senyum lebar. Adiknya memutarkan mata dan membuang pandangan. Menjijikan.

Yong-Jae mendesah. Selain berisik dan pembuat onar, anak-anak Jiyong juga ternyata memiliki sifat keras kepala dan tegas yang diturunkan oleh sang ayah. Dan itu sangat menyulitkan disaat-saat seperti ini.

"Kalau begini terus, perusahaan bisa bangkrut, anak-anak. Dan kalian tahu kan berapa banyak karyawan di perusahaan ayahmu? Bagaimana nasib mereka jika perusahaan benar-benar bangkrut hanya karena kelakuan orang tua kalian dan kekeras kepalaan Jisoo? Kalian tega?" Yong-Jae mulai kehilangan kesabaran.

Gone✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang