Forgiveness

4.8K 595 31
                                    

Jennie akhirnya memutuskan untuk pulang cepat dan langsung menuju kampus demi menjemput adiknya. Rosé menurut walau dia harus sedikit memaksa agar adiknya itu mau ikut dengannya. Gadis bermata kucing lantas tersenyum tipis ketika Rosé masuk ke mobilnya dengan wajah murung. Tidak terduga. Jennie kira ia akan menerima wajah dingin milik gadis itu.

Jennie yang sama sekali belum pernah berada di situasi seperti ini jujur saja merasa cukup kebingungan karena harus menjadi penengah diantara pertengkaran serius si kembar, tanpa ayah dan ibu, serta kehadiran Jisoo disampingnya. Bukan hanya pertama kalinya menjadi penengah, tapi ini juga merupakan pertengkaran serius pertama si kembar sepanjang hidup. Atau entahlah apa sebutannya, karena kalau tidak salah, pertengkaran berasal dari percekcokan. Sementara Lisa dan Rosé tidak memasuki tahap itu, jika merujuk pada cerita Lisa. Untung saja dia melakukan pembicaraan sebelumnya dengan Somi. Jadi setidaknya dia bisa sedikit tercerahkan saat ini.

Namun wajah murung Rosé kini benar-benar mengusiknya. Pagi tadi anak itu masih bersikap sangat dingin dan ketus. Tapi sekarang, dia terlihat sangat sedih dan bahkan seperti habis menangis. Apa terjadi sesuatu ketika anak-anak itu berada di kampus?

"Rosie?"

"Hm?"

"Aku tahu aku bukan kakak yang baik. Tapi kau selalu bisa menceritakan apapun padaku. Siapa tahu itu bisa membuatmu merasa lega." Ucap Jennie tak terduga. Rosé mengigit bibir bawahnya, tak tahu harus merespon seperti apa. Jennie dan Jisoo mungkin memang bukan sosok kakak yang lemah lembut. Tapi dia tahu kedua gadis itu selalu berusaha menjadi kakak yang baik untuknya dan Lisa, walaupun dengan cara yang berbeda. Terbukti dengan perubahan sikap mereka yang sekarang menjadi lebih dewasa dan lebih mengayomi kedua adiknya.

"You're a good sister." Gumam Rosé yang memancing senyuman manis di bibir kakaknya.

"You too." Jennie membalas.

Rosé tak lagi menjawab. Gadis itu lantas mengalihkan pandangannya ke luar jendela, terlarut dalam pikirannya sendiri. Dia sangat menyesal karena telah bersikap kasar pada Lisa. Adiknya memang bersalah. Tapi itu bukan alasan untuknya bersikap buruk hingga membuat Lisa sedih dan terluka. Dan jelas Jennie salah. Nyatanya dia adalah saudara yang buruk!

Sialan!

"Apa?"

"Hah?" Rosé menoleh mendengar pertanyaan kakaknya. "Kau mengumpati Unnie." Ucap Jennie dengan sebelah alisnya yang terangkat.

"U-uh, ani. Seharusnya aku mengumpat dalam hati. Itu tidak sengaja." Jawabnya kaku. Rosé benar-benar tidak sadar umpatannya malah terucap betulan. Jennie menggeleng tak habis pikir dengan kelakuan anak itu.

"Jja, keluar!" Ajak gadis bermata kucing sambil turun dari mobil mendahului adiknya. Rosé mengernyit. Karena terlalu lama melamun, dia sampai tidak sadar mobil telah berhenti di tempat yang sepertinya bukan rumah mereka, karena sepanjang mata memandang, hanya ada hamparan luas yang ditumbuhi ilalang dengan beberapa pohon disana. Rosé tidak yakin ini masih Seoul atau bukan sebab dia tidak pernah melihat atau mendengar ada tempat seperti ini di Seoul. Tapi yang jelas, suasananya terasa begitu tenang.

"Ini.. Dimana?" Tanyanya bingung.

"Somewhere. Ayo duduk!" Jennie menepuk-nepuk ruang di sebelahnya. Rosé menurut dan ikut duduk di bawah pohon rindang itu. "Indah kan?" Jennie tersenyum ketika melihat adiknya mengangguk dengan pandangan lurus ke depan. Tempat ini adalah salah satu rahasia kecilnya. Terletak di pinggiran kota Seoul yang lumayan jarang terjamah orang lain. Suasananya sangat tenang dan Jennie pikir, dia bisa mendoktrin Rosé dengan hal-hal baik disini.

Gone✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang