Jiyong dan Taeyeon sampai di rumah tepat setelah jam makan malam. Namun anehnya tidak ada tanda-tanda kehadiran anak-anaknya di sana. Rumah terlihat gelap gulita dan semua pintu masih terkunci rapat. Ini agak tidak masuk akal mengingat gadis-gadis Kim kesayangannya telah melakukan penerbangan lebih awal menggunakan PESAWAT PRIBADI KTC yang seingat Jiyong tidak mereka miliki setidaknya sampai minggu kemarin.
Jujur saja pria itu cukup jengkel dengan anak sulungnya. Walau jauh di dalam hati, Jiyong diam-diam mengamini kalau perusahaan mereka membutuhkan setidaknya satu pesawat pribadi untuk perjalanan bisnis atau lainnya. Hanya saja, langkah Jisoo yang cenderung melangkahinya membuat Jiyong agak kesal. WALAU lagi, jujur saja Jiyong sangat bangga si sulung mampu mengambil keputusan besar tanpa merasa takut pada reaksinya.
"Sooyaa! Nini? Rosie? Lili-ya, jangan main-main nak! Ini Eomma!" Panggil Taeyeon menggema di seluruh rumah. Wanita itu sudah menangis di sepanjang perjalanan dan Jiyong sudah menyerah untuk menghentikan tangisan istrinya.
Taeyeon benar-benar menangis keras begitu membuka ponselnya yang telah dibanjiri oleh pesan-pesan dari anak-anaknya selama sebulan belakangan. Mereka memang menggunakan nomor baru untuk memantau gadis-gadis Kim lewat orang-orang kepercayaan mereka, jadi ketika mereka kembali mengaktifkan nomor yang lama, pesan-pesan itu langsung memenuhi kotak pesan dan menciptakan sayatan dalam di hati Taeyeon. Bagaimanapun juga dia adalah seorang ibu. Dan mendengar tangisan anak-anaknya tanpa dia disisi mereka sudah cukup untuk menciptakan sebuah patah hati luar biasa di dalam dirinya.
"Jisoo-ya!" Isak Taeyeon ketika yakin anak-anaknya memang tidak ada di rumah. Air matanya mengalir semakin deras. Saat ini dia hanya ingin segera memeluk anak-anaknya dan meminta maaf karena telah mengikuti ide konyol Jiyong.
"Ini semua karena kau, Oppa! Aku-"
"Menyesal telah mengikuti ide konyolmu. Ya, ya, sayang. Kau sudah mengatakannya sejak hari pertama kita pergi. Sudah cukup ya?" Potong Jiyong dengan wajah lelah. Pria itu sudah tidak sanggup terus-menerus mendengar kata-kata yang sama dari mulut Taeyeon.
"Tapi ini semua tidak akan terjadi kalau kau tidak memiliki ide untuk meninggalkan mereka. Lihat sekarang! Mana anak-anak ku.. Huaaaaa," Jerit Taeyeon tanpa henti.
"Sooyaku.. Sooyaku pasti sangat kelelahan dengan pekerjaannya.."
"Sayang?"
"Jennieku.. Tangannya mungkin terluka karena memegang jarum-jarum yang tajam,"
"Baby," Jiyong berusaha memanggil istrinya namun tampaknya Taeyeon masih ingin menangis sambil memeluk foto anak-anaknya yang terletak di kamar suami istri itu.
"Rosieku.. Dia pasti sedih karena gitarnya telah rusak."
"Taeng?"
"Lisaku pasti merasa bersalah karena telah membuat kembarannya sedih. Lalu dimana aku? Aku ibu yang buruk, yeobo! Aku menelantarkan anak-anakku. Aku.. Hiks,.. Aku,"
"KIM TAEYEON!" Teriak Jiyong lebih keras. Racauan istrinya terdengar sangat menyakitkan di telinganya. Dia juga memikirkan anak-anaknya, dia juga merindukan mereka. Tapi Jiyong melakukan semua ini bukan semata-mata hanya karena pusing dengan kelakuan anak-anaknya, melainkan untuk kebaikan mereka juga.
"Aku tidak pernah gegabah dalam mengambil keputusan, Taeng. Yang aku lakukan adalah untuk kebaikan anak-anakku. Kau pikir aku tidak tersiksa melihat mereka kesulitan? Aku, bekerja keras siang dan malam bukan untuk diriku sendiri. Tapi untukmu, untuk mereka. Dan aku ingin anak-anakku tumbuh dengan baik, mandiri dan tidak ketergantungan dengan orang tuanya!" Jelas Jiyong sambil menatap dalam mata Taeyeon yang memerah dan berair.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone✔
FanfictionJisoo, Jennie, Rosé dan Lisa tak lebih dari anak-anak manja yang hanya bisa mengandalkan kedua orang tua mereka, Jiyong dan Taeyeon Kim. Lalu apa yang akan terjadi jika pada suatu hari, kedua orang tua mereka tiba-tiba menghilang tanpa jejak?