Taeyong tahu, membuat sesuatu yang baru seperti apa yang dilakukan Chanyeol dan Sehun tidaklah mudah.
Tapi, apa harus ia melepas anaknya pergi secepat itu? rasanya baru kemarin ia bertemu serta memeluk putra sulungnya itu, dan kini harus terpisah kembali.
Jika boleh egois, Taeyong tak ingin mengijinkan anaknya itu. Tapi sifat keras kepala Lee Jeno tak mampu ia lawan.
Ia sebenarnya bisa saja untuk ikut Jeno, tapi ia masih belum siap menyambut kenangan lama bersama mendiang istrinya disana.
"Papah tenang aja, kan ada Papi-nya Chenle yang ikut kesana."
Jeno, Jeno asal kamu tahu, tidak semudah itu untuk orang tua mengizinkan anaknya pergi jauh. Jika mulut mereka mengatakan 'iya' maka percayalah hatinya mengatakan 'tidak'.
"Sungchan jaga Papa, sama Papa John ya?"
"Apa si bang? omongan lo bikin gue parno tau."
Sungchan tak bohong, ia memang takut jika seseorang mengatakan kata itu, ia takut jika seseorang itu akan bernasib sama dengan ibunya.
Sungchan memeluk Jeno erat, tinggi Jeno lebih pendek dibanding dirinya yang notabene-nya adalah tiang berjalan.
"Emang bener ya, jaman sekarang adek lebih tinggi dari kakaknya."
Jeno tertawa akan ucapannya sendiri. Ia pasti akan merindukan pelukan adiknya serta masakan sang ayah, masakan terlezat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Kalau Papah mau ikut nggak papa, biar Sungchan disini aja."
"Nggak usah Pah, Jeno udah gede. Lagian tinggal loncat aja terus kalian bisa ketemu sama Jeno lagi."
Taeyong tersenyum, anak anaknya saling menyayangi satu sama lain. Hanya saja, Jeno tak mau mengungkapkannya.
"Kamu yakin sama keputusan kamu? kamu pinter loh Jen disemua mata pelajaran, kamu bisa jadi dokter jadi apa aja yang kamu mau, tapi apa harus jadi ini?"
"Bukannya Papah yang dukung banget Jeno masuk Dreamies?"
Taeyong terkekeh miris, ia juga tak menyangka keputusan Chanyeol dan Sehun akan seperti ini.
Sementara itu dilain tempat, Irene dan Suho tengah berselisih.
"Kamu yang ngasih ide ini?" tanya Irene dengan lembut.
"Iya, Rin."
"Kamu nggak mikirin gimana perasaan orang tua mereka? gimana perasaan mereka saat tahu harus pisah sama anak anak mereka. Itu nggak mudah," ucap Irene dengan suara bergetar.
Suho memeluk Irene erat, ia tahu bagaimana Irene tak bisa melupakan kejadian dimasa lalunya. Kejadian yang membuat dirinya harus dibenci oleh orang orang yang selama ini mendukungnya hanya karena fitnah yang tak kunjung diakui kebenarannya.
Segala caci maki Irene dapatkan. Ia sempat ingin menyerah namun mengingat keadaan ia tak akan semudah itu tumbang. Kini ia takut, takut jika hal itu akan terulang kembali pada Dreamies.
"Tenang, gimanapun keadaanya kita bakal dukung sepenuhnya, oke?"
"T-tapi aku tetap nggak tenang! Apalagi disana ada anak Joy, anak Wendy, anak Seulgi. Mereka anak anak sahabat aku, apa kamu tega? kalau sampai anak anak mereka kena, aku juga bakal ngerasa bersalah."
"Itu nggak mungkin terjadi, Irene."
"Kamu nggak bisa ngejamin itu, Suho."
Kali ini Suho diam. Iya, dirinya memang tidak bisa menjamin semua itu, tapi ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga anak anak dengan sepenuhnya.
"Aku mau ikut sama mereka."
"Kamu serius?" tanya Suho dengan memandang Irene tak percaya.
"Iya, seenggaknya dengan adanya aku mereka ngerasain adanya sesosok ibu."
Suho tersenyum riang kemudian kembali memeluk Irene. Bagaimana bisa orang orang menganggap Irene sejahat itu? ah, pada dasarnya hampir setiap manusia memang menilai seseorang hanya dengan sampulnya saja. Irene mungkin memang terlihat keras, terlihat seakan akan dirinya kuat. Namun Irene hanya menutupi semua itu, ia kebalikan dari presepsi orang orang yang menilai dirinya.
Suho senang karena Irene hanya menunjukan sisi lemahnya hanya pada dirinya, entah itu dulu maupun sekarang.
Ceklek!
"WADOOH!" sang pemilik suara berteriak saat melihat kedua pasutri yang kini berada dihadapannya.
"YA! ZULKIDIN!" Suho berteriak dengan melepaskan pelukannya
Sementara itu Kai atau Suho sering memanggilnya Zulkidin hanya tertawa riang.
"A-aku permisi," pamit Irene yang diangguki Suho.
"Kebiasaan banget deh!" ucap Suho dengan menjitak ubun ubun Kai.
"Ya, lagian bisa bisanya nggak dikunci."
"DIPIKIR INI RUMAH LO APA ASAL MASUK KAMAR ORANG?!"
Sabar Suho sabar, orang sabar bagi bagi rumah.
"Gue mau ngomong serius nih bang."
"Naon?"
"Gue ngikut kalian ya kesana?"
"Lah?! Ngapain?!"
"Holiday,"
"Bayar sendiri kan?"
"Bayarin lo lah, barang kali mau giveaway-in rumah yang disana."
"Otak lu yang gue Giveaway-in!"
Suho tertawa saat mendengar tawa Kai setelah sekian lama.
Dengan adanya semua orang yang ada disini, ia yakin akan mewujudkan apa yang ada dipesan wasiat tersebut.
Iya, surat wasiat yang ditulis oleh seseorang dimasa lalunya itu. Seseorang yang membuat Suho menjadi 'orang' yang sebenarnya.
Bukan hanya Suho, tapi semua yang ada dalam cerita ini. Suho tahu bukan hanya dirinya yang mendapatkan surat wasiat itu, Taeyong pun mendapatkannya.
Maaf lama banget buat update, soalnya bentar lagi ujian huhu🤧💚
Dua minggu ini full les terus dari pagi sampai sore ada kegiatan sampe kelupaan sama cerita ini.Btw makasih yang masih baca cerita acuuuu🥺💚
I LOVE UUUUUUUUU BABYYY
Baaayyyy Dzee mau nikahan dulu sama lijen😗💚💚
KAMU SEDANG MEMBACA
We Dream [Nct] Completed✅
FanfictionBukan kisah fantasi, bukan juga kisah benci jadi cinta, ini merupakan kisah perjalanan dari ke tujuh lelaki dengan segala perbedaan yang membuatnya menjadi satu, kisah dimana persahabatan mereka akan diuji, kisah dimana mereka dipandang rendah, kisa...