22

711 64 3
                                    

Prang!

Jeno dan Jaemin menutup mulutnya saat melihat guci rumah Renjun terjatuh dan pecah.

"Elu sih!" ucap Jaemin pada Jeno.

"Lah? Tadi kan tangan lu yang nyenggol!"

"Enggak, tangan lo!"

"Tang--"

"Ada apa ini?" ucapan Kun membuat kedua remaja tanggung itu menelan ludahnya kasar.

"Jeno? Jaemin?" mendengar itu kedua pemuda itu hanya tersenyum dengan menggaruk kepala mereka kompak.

"A-anu Om," jawab keduanya dalam waktu yang sama.

"Kita," Jeno dan Jaemin kemudian saling tatap setelah mengatakan hal sama.

Kun yang melihat itu hanya tertawa ringan.

Adem coyಥ‿ಥ

"Udah nggak papa, kalian nggak luka kan?" tanya Kun dengan tersenyum, sementara Jeno dan Jaemin hanya menggelang canggung.

"Mau kenalan sama kakaknya Ren?"

Jeno dan Jaemin hanya mengangguk sebagai jawaban, sedangkan Kun lagi lagi tersenyum lebar membuat mereka merasa tidak enak hati.

"Hallo! Aku Jaemin," ucap Jaemin pada Dejun yang kini tersenyum padanya.

"Nggak usah canggung gitu, gue Dejun." Dejun mengulurkan tangannya yang disambut riang oleh Jaemin.

Jeno yang melihat wajah Dejun hanya diam, hingga Jaemin tersadar dan menyenggolnya.

"Kenalan euy," ucap Jaemin dengan merangkul Dejun, sok akrab emang.

"Nama gue Jeno bang," ucap Jeno dengan mengulurkan tangannya.

"Ganteng juga lo, tapi masih gantengan gue." Dejun tersenyum kemudian membalas dan merangkul Jeno.

"Anggap aja kakak lo," bisik Renjun yang membuat Jeno tertegun.

"Kakak gue, kakak lo juga." Jeno tersenyum kemudian memeluk Renjun dengan erat.

*****

Renjun, Jeno dan Dejun kini tengah berada diruang keluarga usai makan malam. Jaemin pergi untuk kerumah sakit menjenguk sang Ibu yang rupanya akan kembali kerumah besok.

Kun dapat melihat kesedihan dimata Jeno yang sedikit telah menghilang, ah bukan telah menghilang tapi sementara menghilang. Pria berumur tiga puluh tiga tahun itu hanya berharap, bahwa Johnny mampu melihat bagaimana anaknya tumbuh dengan baik.

Dejun menatap dari samping wajah Jeno yang kini tengah termenung menghadap televisi yang masih menyala.

Kehilangan sosok yang begitu berarti bukanlah suatu perkara yang mudah. Perasaan sesak dalam dada Jeno selalu terasa apabila mengingat bagaimana Eric tersenyum padanya untuk yang terakhir kalinya.

"Haha, gue sampai lupa lo manggil gue abang atau kakak."

Suara Eric terdengar membuat hatinya semakin tersayat.

"Gue yakin lo bisa berjuang, gue yakin lo bisa jadi yang terbaik buat Mommy sama Daddy."

Air mata pemuda itu kembali menetes tanpa disadarinya.

"Gue sakit Jen, gue sakit kalau harus bertahan terus."

Ingin rasanya Jeno berteriak sekencang mungkin, melepaskan sesak didadanya yang kini membelengu.

"Sampai ketemu disurga, jaga Mommy sama Daddy buat gue ya, Jen?"

Dejun tahu apa yang Jeno alami, Dejun tahu hanya dengan melihat tatapan matanya yang begitu terluka. Begitu mengisyaratkan bahwa dirinya tengah berduka.

We Dream [Nct] Completed✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang