16 [Jaemin or Nana?]

872 98 16
                                    

Renjun duduk dengan menatap sebuah figura dihadapannya. Disana terlihat seorang bocah berumur tujuh tahun tengah tersenyum bahagia.

Mereka kini tengah membuat spanduk untuk menyambut kepulangan Chenle.

"Ngapain liatin dia?" Tanya Jaemin dengan memandang sinis figura tersebut.

"Lo difoto bahagia banget kayaknya Min." Ucap Renjun tanpa melepas pandangannya dari figura tersebut.

"Gue bahkan bingung itu senyum palsu atau asli." Timpal Jeno yang duduk disamping Renjun.

Mereka memutuskan untuk dirumah Jaemin saja, jika terus dirumah Teo bisa bisa mereka tinggal nama saja.

Jaemin tersenyum miris mendengar ucapan mereka.

"Itu bukan gue." Ucap Jaemin membuat mereka mengerutkan dahinya.

"Itu Nana, Nana yang lemah. Yang dulu nangis terus kalau orang tuanya berantem, sekarang Nana udah mati. Dan hadirlah gue sebagai Jaemin!" Jaemin bertepuk tangan dengan tersenyum lebar.

Pemuda itu mampu menipu semua orang dengan senyumannya, tapi tidak dengan mata pemuda itu. Pancaran kesedihan, kekecewaan, semua mereka lihat dalam mata Diafakhri Jaemin Ramsdena.

"Lo boleh nipu semua orang, tapi nggak sama kita." Ucap Jeno membuat senyum diwajah Jaemin berangsur menghilang.

"Gue capek Jen, gue capek."

Mereka membiarkan Jaemin menangis. Tangis yang selama ini pemuda itu pendam sendiri, tangis yang tertutup rapat oleh senyuman yang begitu menawan.

"Mereka terlalu egois, gue dibiarin jauh dari nyokap kandung gue. Sedangkan Hyunjin?"

"Lo juga jangan egois, lo dapet nyokap sama bokap yang sayang sama lo. Lo nggak tau juga kan kalau Hyunjin cuma punya nyokapnya doang? Lo juga nggak tau gimana susahnya nyokap kandung lo ngebesarin Hyunjin sendirian?" Jaemin terdiam mendengar perkatan Mark.

"Mungkin ini waktunya Hyunjin dapet kasih sayang dari om Yuta. Dan ini juga buat lo jadi mandiri kan? Ambil positifnya aja." Mark mendekat kemudian memeluk Jaemin.

"Makasih bang." Ucap Jaemin tulus.

"Jadi, Jaemin atau Nana?"

"Jaemin." Ucapnya dengan tersenyum tipis.

Jangan tanya dimana Haechan, pemuda itu kini tengah tertidur dengan Jisung didepan televisi yang masih menyala.

"Kita jadi jemput Lele?" Tanya Renjun saat melihat jam dinding yang menunjukan pukul sepuluh pagi.

"Jadi, tapi nggak sama mereka berdua. Kasian." Mereka mengangguk mendengar ucapan Jeno.

Mereka segera mandi untuk menjemput Chenle yang akan tiba pukul sebelas nanti.

"Eh eh ada minyak wangi nggak?" Tanya Jaemin pada Renjun yang tengah menyisir rambutnya.

"Nggak ada."

Jeno datang dengan pakaian yang harum.

"Lo dapet minyak wangi dimana?" Tanya Jaemin heran.

"Gue pakai Kisprey, nih." Ucap Jeno dengan melempar botol pelembut dan pewangi pakaian itu.

"Gue udah beberapa hari nggak pakai minyak wangi." Jaemin menyemprotkannya sangat banyak, membuat Renjun pusing seketika.

"Goblok! Kalau pakai nggak kira kira." Renjun berucap seraya keluar dari kamar Jaemin.

"Gini nih kalau kolor bokser dikasih nyawa, goblok kan jadinya." Jaemin menatap datar Mark yang kini tengah tertawa.

"KETAWA TERUS SAMPAI ALGOJO DATENG BUAT BUNUH KALIAN!"

We Dream [Nct] Completed✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang