Teo menunggu dua anak setan tepat didepan gerbang sekolah, ia menunggu hampir lima menit tapi kedua anak setan itu masih belum kelihatan.
"DOR!" Teo memandang datar kepada siapa pemilik suara itu.
"Loh nggak kaget pak?" Tanya Jaemin pada Teo.
"B aja."
"Gue si penginnya kaget terus jantungan." ceplos Renjun dengan wajah songongnya.
"Kalau ngomong sembarangan aja kamu! Cep--" baru saja Teo akan mempersilahkan mereka untuk masuk, namun seolah tahu kedua anak setan itu langsung masuk saja dan membanting pintu mobil dengan cukup keras.
"Jalan pak." Perintah Jaemin seolah olah Teo adalah supir mereka.
Teo menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang, sedangkan kedua anak setan itu memandang jalanan entah untuk apa.
"Aduh, aku belum makan nih dari pagi." Jaemin berucap seolah ingin menangis.
Teo masa bodoh, ia hanya melirik sekilas lalu kembali fokus pada jalanan dihadapannya.
"Maghku kambuh nih kalau nggak minum kopi." Lanjut Jaemin dengan memegangi perutnya.
"Iya nih, gue juga belum makan, terus sariawan gue kambuh." Kini Renjun mengikuti alur cerita yang Jaemin buat.
"Mau makan apa?" Tanya Teo dengan nada malas.
"MD!" Seru mereka berdua, mau tak mau Teo menepikan mobilnya demi menuruti keinginan kedua anak setan itu.
"Beli sendiri sana, sekalian buat saya sama Jeno." Teo memberikan lima lembar uang berwarna merah pada Renjun, mereka segera membelinya kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit.
Mereka segera masuk kedalam ruangan dimana Jeno dirawat saat ini. Teo memperhatikan wajah Jeno yang kini penuh luka, kepala pemuda itu diperban membuat hati Teo berdenyut sakit.
"Jen," panggil Renjun namun Jeno masih saja menutup matanya.
"JENO YA!" Seolah tak mendengar teriakan Renjun, Jeno masih saja menutup matanya.
"Itu efek obat tidur." Semua orang menoleh, Suho berdiri tepat diambang pintu ruangan.
"Tadi orang tua Jeno datang, saya yakin keadaan Jeno tidak baik baik saja setelahnya. Maka dari itu saya segera memberikan Jeno obat tidur agar kondisinya cepat setabil." Jaemin mendengarkan Suho dengan sangat amat cermat, menjadi dokter adalah cita cita Jaemin sedari kecil.
Mendengar penuturan Suho hati Teo kambali perih, ia tidak bisa menjalankan tanggung jawabnya.
Selepas kepergian Suho ruangan kembali senyap, yang terdengar hanya suara mesin pendeteksi jantung.
"Dr. Diafakhri Jaemin Ramasdena. Cakep banget anjay kalau gue jadi dokter." Ucap Jaemin dengan memperhatikan nama Suho pada sebuah kartu nama.
"Kalau kamu jadi dokter yang ada pasiennya bukannya dikasih obat malah dikasih kopi."
"Makanannya belum dimakan tolol!" Renjun dengan segera membuka bungkus makanan yang berada didepannya, membuat Jaemin tersenyum lebar dan membuka bungkus makanan miliknya.
"Pak, nggak makan?" Tanya Jaemin pada Teo yang tengah memandang Jeno.
"Nunggu Jeno aja." Jaemin hanya mengangguk saja, kemudian melanjukan makannya.
Teo menggelengkan kepalanya melihat tingkah Jaemin, pemuda itu sangatlah unik.
Jaemin sangat suka makanan yang memiliki kadar 100%, contoh jika pemuda itu memesan minuman kopi maka gula yang ada harus 100% yang berarti kopi itu akan terasa sangat manis. Dan jika memesan makanan pedas, pemuda itu akan meminta yang 100% pedas. Tidak tanggung tanggung bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
We Dream [Nct] Completed✅
FanfictionBukan kisah fantasi, bukan juga kisah benci jadi cinta, ini merupakan kisah perjalanan dari ke tujuh lelaki dengan segala perbedaan yang membuatnya menjadi satu, kisah dimana persahabatan mereka akan diuji, kisah dimana mereka dipandang rendah, kisa...