Setelah menjalankan mobilnya hampir satu jam lebih, kini Teo telah sampai pada tempat yang memang harus ia datangi.
Pemuda itu melewati lorong demi lorong, satu demi satu ruangan yang bersisi beberapa orang.
Langkah kakinya terhenti pada sebuah ruangan bernomor 0202. Tangan Teo mendorong gagang pintu yang menggantung disana.
Senyum kecil terbit diwajahnya saat melihat kedua orang yang tengah berada disana saat ini.
"Gimana keadaan ayah kalian?" tanya Teo pada kedua remaja yang berusia 16 tahun tersebut.
"Papa masih belum sadar om," ucap remaja laki laki yang memiliki garis wajah lembut, tampan seperti ayahnya.
Sungchan mengelus punggung remaja seusianya yang kini tengah duduk dengan mengelus puncak kepala sang ayah.
"Ayah Jeka masih belum ada perkembangan. Pah, Sungchan takut."
Sungchan menunduk menatap tangannya yang kini tengah bergetar.Disamping itu Beomgyu terus menatap wajah Jeka yang masih tertidur seakan tak berniat untuk bangun dan memeluknya.
"Yah, Abang kangen. Abang cuma punya ayah, abang nggak mau kehilangan ayah. Cukup mama yang pergi, abang nggak mau sendirian disini."
Tangis Beomgyu pecah, tangannya mencengkram erat jari jemari Jeka yang terlihat lemas. Teo mendekat memeluk tubuh putra dari adiknya itu.
Jeon Yerim, ibu kandung Beomgyu yang kini telah tiada akibat kecelakaan tiga tahun silam. Kecelakaan yang merengggut nyawa adik serta pujaan hatinya itu, merenggut nyawa wanita yang tengah mengandung putra ketiga mereka. Iya, dia Lee Jennie. Pendamping hidupnya.
"Pah, kapan papah temuin aku sama abang?"
Teo terdiam mendengar pertanyaan dari putranya itu. Sudah tiga tahun lebih ia berada diindonesia, dua tahun silam adalah masa keterpurukannya. Dan barulah saat ini ia muncul sebagai seseorang yang asing dan tak dikenal bahkan anaknya sendiripun tak mengenal dirinya.
Memang ini salahnya, meninggalkan putra sulungnya itu disebuah lingkungan yang bahkan belum pernah ia rasakan. Hanya satu bulan Teo merawat putranya itu, sebelum sebuah keputusan yang berat harus ia jalankan.
Jeon Jeka, Bomgyu, Sungchan. Kematian Jennie dan Yeri bagaimana ia menceritakan semua pada putranya nanti?
Akankah keputusannya dulu dapat dimaafkan?
Teo menangkap siluet wajah Jennie dalam sebuah kanvas yang dilukis Sungchan.
"Kamu ngelukis lagi?" tanya Teo.
"Iya, biar aku nggak lupa sama wajah Mamah."
Matanya mengedar dan kembali berfokus pada wajah seorang wanita, bukan Jennie, tapi adiknya Yeri.
"Terus ini Beomgyu yang ngelukis?" Beomgyu mengangguk dengan seulas senyum kecil diwajahnya.
Ia rindu dengan suara dan canda tawa yang Beomgyu hadiahkan sebagai pelas penat saat berkunjung kerumah Jeka dan Yeri.
Kepingan kepingan memori kecelakaan kembali hadir saat melihat tubuh kurus Jeka, serta alat bantu yang harus Jeka rasakan selama ini.
Flashback on
Taeyong dan Jennie tengah bersiap untuk pergi menuju Indonesia, tempat dimana ia pernah singgah dan menghabiskan masa yang indah beberapa tahun disana.
"Kamu yakin dia bakal mau nerima kita? Kamu yakin dia nggak bakal benci sama kita?" tanya Jennie pada Taeyong yang kini tengah memasukan beberapa koper kedalam bagasi mobil mereka.
"Enggak, aku udah nyusun rencana kok biar dia mau nerima kita."
Mendengar itu Jennie tersenyum riang, kemudian mengelus perutnya yang kini telah membesar.
"Sebentar lagi kamu bakal ketemu abang kamu," ucap Jennie yang kemudian terkejut saat sebuah pelukan yang ia dapat dari putra keduanya itu.
"Takut," ucap Sungchan dengan memeluk Jennie erat.
"Loh kenapa? Bukannya kamu pengin ketemu abang kamu?"
"Aku takut abang benci sama aku,"
Jennie mengelus rambut putranya itu yang kini telah tumbuh tinggi.
Secepat itukah waktu berlalu? Akankah ia masih bisa bertemu dengan putra sulungnya itu?
"Abang kamu baik, percaya sama Mamah."
Tak lama dari itu Jeka dan Yeri serta putra semata wayang mereka, Beomgyu datang.
"Widih dih dih, asik bener. Udah siap belum nih?" tanya Jeka dengan melepas kacamata hitam yang ia gunakan.
"Udah dong, eh nanti gue sama Yeri pake mobil lo ya. Anak anak biar sama si Taeyong aja."
Taeyong mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Jennie.
"Loh? Kenapa?"
"Barang barangnya banyak, kamu juga tau kan Beomgyu sama Sungchan nggak bisa dipisah?"
Taeyong hendak protes namun Jeka menahannya dan sepakat untuk hal itu.
"Hati hati loh Jek, lu bawa adek gue, calon anak sama bini gue juga!"
"Siap bang jagooo, duluan ye."
Taeyong menghembuskan nafasnya pasrah, entah kenapa hatinya merasa resah.
Setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya mereka tiba di Indonesia juga. Mereka tak mau berlama lama dan langsung menuju tempat penginapan mereka.
Taxi yang dipesan Taeyong berada tepat dibelakang taxi yang ditumpangi Jeka, Jennie, dan Yeri. Perasaanya entah berantah, ada sesak yang kesekian kalinya ia rasakan.
Lampu lalu lintas berubah menjadi merah, namun taxi yang ditumpangi Jeka melaju terus tanpa melihat lampu lalu lintas berganti warna.
BRAKKKKK!!
Kejadian berlangsung begitu cepat membuat Taeyong tak pernah percaya bahwa kecelakaan tersebut adalah hal yang nyata.
Maaf aku jarang update, lama banget ya nunggunya? Apa pada nggak nungguin?:(
Beberapa minggu bahkan bulan ini aku sibuk sama tugas sekolah, sekarang lagi PTS bentar lagi Ujian.
Do'akan aku ya readers setia acuuuuuuuuuuuuuTetep cinta ya sama karakter yang aku buat. Kalaupun itu jadi jahat inget ini cuma FF bukan didunia Real. Didunia aslinya mereka baik kok^^
Aku harap pembaca We Dream bisa membedakan mana yang realita mana yang bukan ya:)
Babaiiiiii
Bonus pict Sungchan xixixi
KAMU SEDANG MEMBACA
We Dream [Nct] Completed✅
FanfictionBukan kisah fantasi, bukan juga kisah benci jadi cinta, ini merupakan kisah perjalanan dari ke tujuh lelaki dengan segala perbedaan yang membuatnya menjadi satu, kisah dimana persahabatan mereka akan diuji, kisah dimana mereka dipandang rendah, kisa...